Surat Pemprov NTT ke BK DPRD NTT Dinilai Salah Alamat

oleh -16 Dilihat

KUPANG – Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan (DSP) DPRD NTT telah menerima surat tembusan dari Pemprov NTT yang ditujukan kepada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi NTT.

Menyikapi surat ini, Fraksi DSP menilai surat ini salah alamat. Pasalnya, pertama; surat tersebut langsung ditujukan kepada Ketua BK, padahal esmestinya ditujukan kepada Ketua DPRD sebagai pimpinan lembaga DPRD. Selanjutnya diproses lebih lanjut karena BK adalah alat kelengkapan DPRD, bukan bawahan Sekda atau eksekutif.

Kedua; Fraksi DSP menilai subjek pelapor sesuai tata tertib dan kode etik adalah pimpinan/anggota atau konstituen/masyarakat, bukan eksekutif, sebab eksekutif dalam hubungan kemitraan adalah lembaga yang diawasi oleh DPRD.

Ketiga; pelanggaran kode etik berlaku untuk individu, bukan untuk fraksi. Substansi surat pengaduan adalah terkait pendapat akhir Fraksi DSP atau sikap politik Fraksi DSP, namun yang dilaporkan ke BK adalah pribadi 2 orang anggota DPRD atas nama Reny Marlina Un dan Christian Widodo. “Kami berdua bertindak atas nama fraksi. Tentu sebuah dokumen harus ditanda tangani kalau tidak akan menjadi dokumen kosong atau tidak sah,” kata Ketua Fraksi DSP, Reny Marlina Un.

“Karena itu, kami tegaskan lagi bahwa sikap politik fraksi kami dalam pendapat akhir fraksi terhadap LKPJ 2019 itu sifatnya final dan sudah diparipurnakan. Tidak perlu tambahan panjelasan, apalagi sidang kode etik karena tidak ada kode etik yang kami langgar,” tegas Reny.

Untuk diketahui, surat Pemprov NTT kepada Ketua BK DPRD NTT tertanggal 21 Juli 2020 ditandatangani Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Benediktus Polo Maing perihal laporan pelanggaran kode etik.

Dalam surat tersebut, Pemprov NTT mengadukan Reny Marlina Un selaku Ketua Fraksi DSP dan Christian Widodo selaku Sekretaris Fraksi DSP kepada Ketua BK DPRD NTT untuk diberi sanksi.

Pemprov NTT menilai sikap fraksi DSP dalam pendapat akhirnya tidak berdasar data dan fakta yang benar. Terdapat 4 pendapat fraksi yang dinilai melanggar kode etik, yakni terkait realisasi belanja barang dan jasa. Selain itu, terkait pernyataan fraksi bahwa pekerjaan konstruksi terlambat karena pihak yang bekerja memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan sekaligus melampaui kemampuannya.

Pemprov juga Fraksi DSP bersikap tanpa data dan fakta terkait penerapan sistembaru penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan distribusi beras JPS. “Bahwa pernyataan dimaksud dalam angka 2 sampai 4 di atas lebih sebagai fitnah karena tidak didukung dengan data dan fakta. Demikian juga tidak mencerminkan tutur kata anggota DPRD Provinsi NTT yang mulia dan terhormat jika dibandingkan dengan masyarakat biasa,” tulis Sekda dalam suratnya.
(*/jdz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *