Suasana rapat Paripurna DPRD NTT, Kamis 11 November 2021.
KUPANG – Sederet persoalan Bank NTT tersebut termuat dalam pandangan umum fraksi yang dibacakan masing-masing juru bicara pada rapat paripurna DPRD NTT, Kamis (11/10).
Fraksi Partai Golkar dalam pandangan umumnya, selain mengangkat masalah pembelian Medium Term Note (MTN) atau Surat Hutang Jangka Menengah yang diterbitkan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) seharga Rp50 miliar pada tahun 2018. Juga mengangkat masalah sewa kantor Bank NTT di Surabaya serta perubahan nomenklatur direksi Bank NTT.
Fraksi Golkar meminta kerugian Bank NTT dalam kasus sewa kantor pada Hotel Garden Palace senilai Rp5 miliar di Surabaya segera ditangani. Sebab kantor baru tidak dapat digunakan karena proses sewa tidak mengikuti prosedur yang ada.
Selanjutnya terkait dengan perubahan nomenklatur direksi Bank NTT, Fraksi Golkar meminta Gubernur untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 18 Oktober 2021.
“Saudara Gubernur supaya menjelaskan apa yang terjadi dalam RUPS LB tanggal 18 Oktober 2021, khusus yang berhubungan dengan perubahan nomenklatur Direksi Bank NTT sesaat setelah Sonny Pellokila dinyatakan lulus fit and proper test OJK sebagai persyaratan untuk menduduki jabatan Direktur Pemasaran Dana Bank NTT,” sebut Jubir Fraksi Golkar, Gabriel Manek.
Proses seleksi yang dilewati Sonny Pellokila, dilakukan berdasarkan keputusan RUPS LB sebelumnya. Dengan demikian, Fraksi Golkar memandang hal ini perlu dijelaskan karena ada nuansa inkonsistensi dalam pelaksanaan putusan RUPS dan ada kesan campur tangan terlalu jauh dalam manajemen teknis Bank NTT.
Menurut Fraksi Golkar, RUPS memang memiliki kewenangan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 untuk melakukan apa saja yang berhubungan dengan nasib Bank NTT. Tetapi nuansa kesewenang-wenangan haruslah dihindarkan karena para pemegang saham adalah para kepala daerah yang harus memberikan keadilan dalam setiap keputusannya.
“Akibat keputusan RUPS merubah nomenklatur direksi Bank NTT, maka nasib saudara Sonny Pellokila menjadi terkatung-katung,” kata Gabriel Manek.
Fraksi PKB malah mengingatkan manejemen Bank NTT untuk membenahi dan menata kembali pemberian kredit kepada nasabah yang tidak kredibel dan diduga mengelapkan uang rakyat NTT untuk kepentingan pribadi diluar wilayah NTT.
Fraksi PKB juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pembelian Medium Term Note (MTN) atau Surat Hutang Jangka Menengah yang diterbitkan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) seharga Rp50 miliar tahun 2018.
Fraksi PKB menyebutkan, penempatan dana dalam bentuk pembelian MTN PT. SNP senilai Rp50 miliar dengan jangka waktu 24 bulan dan nilai kupon 10,50%, berpotensi merugikan PT. Bank NTT.
Berdasarkan hasil temuan BPK, pembelian MTN tersebut dilakukan tanpa didahului due diligence (uji tuntas) terhadap PT SNP. Investasi tersebut juga tidak ada dalam rencana bisnis PT. Bank NTT tahun 2018.
“Dengan demikian akan terjadi gagal bayar yang berpotensi merugikan PT. Bank NTT,” sebut Juru Bicara Fraksi PKB, Yohanes Rumat saat membacakan pandangan umum fraksi.
Untuk diketahui, dalam paripurna kali ini, fraksi-fraksi di DPRD NTT menyampaikan pandangan umum terhadap nota keuangan atas rancangan APBD NTT tahun anggaran 2022 dan 4 Ranperda.
Adapun 4 ranperda dimaksud, antara lain Ranperda Pengelolaan Keuangan Daerah; Ranperda Perubahan Keempat atas Perda NTT Nomor 9 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank NTT; Ranperda Penyertaan Modal Daerah pada PT. Penjaminan Kredit Daerah NTT; dan Ranperda Perubahan Ketiga atad Perda NTT Nomor 8 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa Umum. (*/jdz)