Kapolres Lembata Sebut Kekerasan Anak dan Perempuan Banyak Terjadi Dalam Rumah Tangga

oleh -43 Dilihat

Kapolres Vivick Tjangkung (kedua dari kanan) dan Maria Anastasia Barabaje (paling kiri).

LEWOLEBA, mediantt.com – Kapolres Lembata, AKBP Vivick Tjangkung mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lembata, banyak terjadi di dalam rumah tangga (KDRT), di samping faktor lingkungan atau komunitas juga berpengaruh.

Penegasan ini disampaikan Kapolres Lembata AKBP Vivick Tjangkung ketika menjadi naraaumber dalam Seminar sehari yang digelar Perwabantt bertajuk “Stop Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”, di halaman gedung Bank NTT Cabang Lewoleba, Sabtu (9/12).

Menurut dia, ada berbagai faktor penyebab terjadinya kekerasan tersebut. Disebutkan, selain faktor ekonomi, juga karena faktor sosial budaya. Akibatnya, terjadilah kekerasan fisik dalam rumah tangga yang berimbas pada trauma psikis anak.

“Kekerasan yang menimpa perempuan dan anak bukan hanya berupa kekerasan fisik, melainkan juga kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran,” ungkap Kapolres Lembata AKBP Vivick Tjangkung.

Kapolres berdarah Lamalera ini mengatakan, berdasarkan data kepolisian, untuk kasus kekerasan yang tercatat di tahun 2023 ini, ada kurang lebih 85 kasus. “Semua ini dimonopoli dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” katanya.

Vivick Tjangkung mengakui bahwa memang ada penurunan kasus dari tahun 2022. Namun, dia tetap mewanti-wanti agar semua stakeholder harus terus menyuarakan penolakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Hal itu tentunya paling utama dan terutama adalah di dimulai dari dalam lingkungan terkecil yakni keluarga.

Disadarinya bahwa untuk meredam kekerasan di dalam rumah tangga banyak aspek yang harus dibereskan, baik persoalan ekonomi maupun sosial budaya. “Tentunya hal ini tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja, butuh komitmen dan aksi bersama semua komponen yang ada di Lembata,” tegasnya.

Parahnya lagi, tindakan kekerasan ini lebih banyak datanya dari keluarga yang latar belakang ekonominya menengah ke bawah, yakni petani dan nelayan. Karena itu, edukasi, pendidikan terus diberikan menyasar kelompok-kelompok tersebut termasuk kalangan remaja.

Kapolres Vivick meyakini bahwa bila semua komponen bersatu tolak kekerasan, maka persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lembata pasti dapat dicegah dan Lembata bebas persekusi.

Kapolres Vivick Tjangkung juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini terus berjuang memerangi tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama Dinas P2PA Kabupaten Lembata dan komisi perlindungan perempuan dan anak yang telah membantu meredam tindakan kekerasan perempuan dan anak di Lembata.

Gunakan Analisis SWOT

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2PA) Kabupaten Lembata, Maria Anastasia Barabaje, dalam makalahnya memberi tips menarik menggunakan analisis SWOT dalam menentukan pilihan hidup ke depan.

Dia menjelaskan, analisis SWOT itu penting untuk mengenal lebih jauh apakah pasangan kita ini baik dan layak untuk dijadikan pasangan hidup.

Menurut dia, cantik dan ganteng tidak cukup untuk mengukur seseorang itu baik, perlu sebuah analisis dan kajian yang mendalam sebelum memutuskan pasangan hidup.

Analisis SWOT inilah, jelas dia, bisa membantu menilai pasangan masing-masing. Namun, ditegaskan juga bahwa jangan sampai terlalu lama dalam mencari pasangan, karena keburu tua. “Ingat di luar sana banyak yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng,” pesan Barabaje.

Analisis SWOT sendiri adalah sebuah analisis melihat dari aspek strengths (kekuatan), weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang), dan threats (ancaman).

Dia menyebut, masing-masing faktor dalam analisis SWOT ini penting, bisa dipakai dalam mengenal pasangan hidup agar dapat memutuskan apakah pasangan kita ini baik dan layak untuk dijadikan pendamping hidup ke depan.

Sementara berbicara terkait kekerasan dalam rumah tangga, Anastasia Barabaje banyak menyoroti perilaku kekerasan terhadap anak.

Dia menegaskan, kekerasan terhadap anak memberikan dampak negatif. Dikatakan, bahwa kekerasan terhadap anak akan berdampak luas tidak hanya terhadap fisik korban, tetapi juga psikis, karena berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak dalam kehidupan keluarga.

Disadari bahwa kekerasan terhadap anak seringkali terjadi di lingkungan rumah tangga. Kekerasan yang menimpa ibu dan anak bukan hanya berupa kekerasan fisik, melainkan juga kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran.

Barabaje juga mengatakan, salah satu faktor utama terjadinya kekerasan dalam rumah tangga selain ekonomi juga karena faktor komunikasi yang kurang baik.

Tidak adanya sikap simpati dan empati terhadap semua pihak menjadi awal memunculkan tindakan kekerasan di dalam rumah tangga.

Dikatakannya, selain faktor ekonomi, lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap perilaku kekerasan dalam rumah tangga.

Karena itu, dia mengingatkan semua ibu-ibu dan bapak-bapak untuk selalu menciptakan kondisi keluarga yang harmonis dengan lebih mengenal dan memahami satu sama lain.

Dengan begitu, diyakini bila telah mengenal karakter masing-masing pasangan secara lebih baik, akan menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan menutup peluang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan data tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dikeluarkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lembata per akhir November 2023, tercatat 94 kasus kekerasan terhadap ibu dan anak.

Dari 94 kasus yang terdata, kasus kekerasan terhadap perempuan menempati urutan teratas sebanyak 53 kasus, kemudian disusul kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 41 kasus.

Mirisnya lagi, kasus korban kekerasan seksual terhadap anak, berada di angka 20 kasus. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama. (baoon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *