(๐ช๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ผ๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐ท๐๐๐ ๐น๐๐๐, ๐บ๐ฝ๐ซ)
Oleh : ๐น๐๐๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐
HAL apa yang paling menarik dari Uskup Anton Pain Ratu, SVD yang lahir 2 Januari 1929 dan wafat 6 Januari 2024? Bagi saya, sebuah pertemuan bisa menjawab hal ini. Tetapi sebuah pertemuan kecil pada Natal 1988 sudah memberikan jawaban: kemiskinannya.
Saat itu, sahabat saya seasal dari Tanah Boleng, ๐ท. ๐ด๐๐๐๐๐ ๐ซ๐๐๐๐ ๐ซ๐๐๐, ๐บ๐ฝ๐ซ (๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐ช๐๐๐๐), yang saat itu masih menjadi novis SVD Nenuk, mengajak saya bersalaman dengan Uskup Atambua. Karena dianggap keluarga, Uskup yang baru 3 tahun sebagai Uskup (1984, sebelumnya uskup tituler dari 1982) mengajak kami ke kamarnya. Sebuah kamar yang serba sederhana. Tidak banyak barang yang dimiliki dalam kamar.
Karena diajak duduk lebih lama, saya melihat keluar dari kamar. Ada emperan kecil dan di emperan itu ada barbel. ๐ฉ๐๐๐๐ ๐ฎ๐๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐๐๐ ๐ซ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐. ๐ผ๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐-๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐. Murah tetapi dibuat secara konsisten. Hal itu tentu bukan sekadar basa-basi. Konsistensi pada olahraga itulah yang barangkali turut berpengaruh mengantarnya hingga berusia 95 tahun, yang dirayakan 3 hari sebelum ia wafat.
๐๐จ๐ง๐ญ๐ซ๐๐๐ข๐ค๐ฌ๐ข – ๐๐ซ๐จ๐ง๐ข
Menyaksikan kemiskinan saat ia baru saja โmenempati takhta uskupโ menjadi kesan kuat untuk sejak saat itu berpikir bahwa Pain Ratu memang berbeda. Dengan pengalamannya yang sangat luas dengan kontaknya yang mendunia, maka model kemiskinan seperti itu kontradiktif lagi ironis.
Sudah di tahun 1966, ๐ท๐๐๐ ๐น๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐ฑ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐. ๐ฐ๐ ๐๐๐๐ ๐๐ ๐ณ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐๐๐๐๐ (1967) untuk memahirkan bahasa Inggrisnya sebagai persiapan belajar di ๐ฌ๐จ๐ท๐ฐ (๐ฌ๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐ท๐๐๐๐๐๐๐ ๐ฐ๐๐๐๐๐๐๐๐) ๐๐๐ ๐ ๐ผ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐ด๐๐๐๐๐ (1968-1970) hingga mendapatkan gelar BA dan MA bidang Pendidikan Religius.
Dari segi jabatan pemerintahan, Pain Ratu bukan orang sembarangan. 1962-1966 ๐๐ ๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ซ๐ท๐น ๐ฎ๐น ๐ฒ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐ป๐ป๐ผ. ๐ฑ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐ญ๐๐๐๐๐๐๐ (1970-1972).
Ternyata jabatan pemerintahan itu hanyalah awal. Ia kemudian diangkat menjadi ๐น๐๐๐๐๐๐๐ ๐บ๐ฝ๐ซ ๐ป๐๐๐๐ (1972-1979). ๐บ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ 3 ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐-๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐บ๐ฝ๐ซ, ๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ 2 ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐.
Dari jabatan regional, Pain Ratu diangkat menjadi ๐จ๐๐๐๐๐๐ ๐ซ๐๐๐๐ ๐ฑ๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐บ๐ฝ๐ซ ๐ ๐ ๐น๐๐๐ (1979-1982). ๐ซ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐, ๐จ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐๐๐๐ ๐บ๐ฝ๐ซ ๐๐๐๐๐๐๐๐. Bisa dipastikan kemampuan berbahasa harus sangat baik. Malah anggota dewan harus belajar bahasa lain dalam waktu singkat agar bisa lebih berkomunikasi saat kunjungan.
Aneka jabatan ini hanyalah awal yang mengantarnya menjadi ๐ผ๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐๐ (1982-1984) ๐ ๐๐ ๐ผ๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐๐๐๐ (1984-2007).
Dengan demikian ๐ฌ๐๐๐๐ซ๐ ๐ฉ๐๐ซ๐ฌ๐จ๐ง๐๐ฅ, ๐๐๐ข๐ง ๐๐๐ญ๐ฎ ๐ฆ๐๐ฆ๐๐ง๐ ๐๐ฎ๐ค๐๐ง ๐จ๐ซ๐๐ง๐ ๐ฌ๐๐ฆ๐๐๐ซ๐๐ง๐ ๐๐ง. ๐๐ซ๐๐ง๐ ๐ฒ๐๐ง๐ ๐ค๐๐ฒ๐ ๐๐๐ซ๐ข ๐ฌ๐๐ ๐ข ๐ฉ๐๐ง๐ ๐๐ฅ๐๐ฆ๐๐ง, ๐ฃ๐๐๐๐ญ๐๐ง (๐๐๐ข๐ค ๐ ๐๐ซ๐๐ฃ๐๐ฐ๐ข ๐ฆ๐๐ฎ๐ฉ๐ฎ๐ง ๐๐ฎ๐ง๐ข๐๐ฐ๐ข). ๐๐๐ซ๐ข๐ง๐ ๐๐ง๐ง๐ฒ๐ ๐ฌ๐๐ง๐ ๐๐ญ ๐ฅ๐ฎ๐๐ฌ ๐ฎ๐ง๐ญ๐ฎ๐ค ๐ฆ๐๐ง๐ฃ๐๐๐ข๐ค๐๐ง ๐๐ข๐ซ๐ข๐ง๐ฒ๐ ๐ฌ๐๐๐๐ ๐๐ข ๐จ๐ซ๐๐ง๐ ๐ฒ๐๐ง๐ ๐๐ข๐ฌ๐ ๐ฆ๐๐ฆ๐๐ง๐ฃ๐๐ค๐๐ง ๐๐ข๐ซ๐ข ๐๐๐ง๐ ๐๐ง ๐๐๐ซ๐๐๐ ๐๐ข ๐๐๐ฌ๐ข๐ฅ๐ข๐ญ๐๐ฌ. ๐๐๐ญ๐๐ฉ๐ข ๐ข๐ ๐ญ๐ข๐๐๐ค ๐ฅ๐๐๐ข๐ก ๐๐๐ซ๐ข ๐ฌ๐๐๐ฎ๐๐ก ๐๐๐ซ๐๐๐ฅ ๐๐๐ซ๐ข ๐ฌ๐๐ฆ๐๐ง. ๐๐ ๐ฆ๐๐ง๐ ๐ก๐๐๐ข๐ซ๐ค๐๐ง ๐ฆ๐จ๐๐๐ฅ ๐ก๐ข๐๐ฎ๐ฉ ๐ฒ๐๐ง๐ ๐ค๐จ๐ง๐ญ๐ซ๐๐๐ข๐ค๐ญ๐ข๐ ๐ฅ๐๐ ๐ข ๐ข๐ซ๐จ๐ง๐ข๐ฌ ๐e๐ง๐ ๐๐ง ๐ฃ๐๐๐๐ญ๐๐ง ๐ฒ๐๐ง๐ ๐ฉ๐๐ซ๐ง๐๐ก ๐๐ข๐๐ฆ๐๐๐ง.
Maranatha
Kemiskinan yang sebenarnya dari Pain Ratu tentu bisa diukur dengan keputusannya untuk tinggal di wilayah keuskupannya hingga wafat. Sejak 2007, ia memilih Bitauni sebagai โmarkasnyaโ. Markas yang ditempatinya hampir 16 tahun). Keputusan untuk tinggal di tempat ia berkarya memang bukan keputusan yang mudah dibuat oleh para uskup yang sudah pensiun (emeritus).
Banyak uskup yang memilih untuk memilih berada di luar keuskupannya. Uskup Donatus Djagom, SVD memilih kembali ke kampung halamannya di Ranggu Manggarai (1996 – 2010). Hanya setahun terakhir oleh kondisi kesehatan, ia kembali ke Ende, dan tinggal bersama para Suster CIY, lingkungan Istana Keuskupan Agung Ende.
Uskup Darius Nggawa, SVD, setelah pensiun, ia lalu tinggal di Biara SVD Wairkalu Maumere (2004-2008). Banyak Uskup yang mempersiapkan masa pensiunnya bukan di tempat ia berkarya tetapi kembali ke tanah kelahiran dan tentunya butuh persiapan untuk bisa kembali ke kampung halaman.
Artinya setelah pensiun dari jabatan, seorang Uskup bisa memilih tinggal di mana saja. Tetapi bisa dikatakan tidak banyak yang memilih tetap berada di Keuskupan di mana ia berkarya. Ada juga yang merasa, setelah kekuasaan yang begitu lama, seorang Uskup (yang juga manusia) kadang tak bersahabat baik dengan para imamnya. Karena itu kembali ke kampung sendiri adalah pilihan terbaik.
Pain Ratu menjadi salah satu Uskup yang memilih terus ada hingga wafat di mana ia berkarya dari awal. Ia tahu bahwa di tempat itu ia tidak hanya bekerja sebagai pendatang tetapi telah menjadi orang TTU di Keuskupan Atambua, tempat di mana ia menjadi sangat fasih dalam bahasa Dawan.
Ini adalah ekspresi penyerahan diri dan ekspresi terdalam bahwa Pain Ratu adalah anak tanah. Sebagai anak tanah, ia memang harus kembali memeluk tanah di mana ia bekerja dan tidak sedikit pun ia beralih dari sana. Justru di sinilah kekayaan dirinya yang tidak bisa dibandingkan dengan kekayaan duniawi.
Di sinilah ekspresi rasa cintanya pada budaya Dawan yang tidak hanya terucap dari kata-kata tetapi bisa saja ia telah bersumpah. Ia bersumpah, bila ia kembali sebagai orang kaya karena kekayaan duniawi maka itu terkutuk. Tetapi Ia justru telah merendahkan dirinya untuk mengabdi sampai tuntas dan karena itu bisa terbayang bahwa saat menghembuskan napasnya 6 Januari 2024 pukul 10.30, yang terakhir ia hanya berseru: Maranatha : Tuhan datanglah, ke tempat di mana Ia telah mempersembahkan kemiskinannya untuk sebuah pengabdian total.
Karenanya tidak ada kata yang lebih pantas selain rasa kagum karena ia telah menjadi miskin sampai mati, tetapi oleh kematiannya mendatangkan makna tidak saja bagi Keuskupan Atambua tetapi juga bagi gereja sejagat. Harta ini tentu tidak hanya dijaga oleh para Suster Tarekat Putri Maranatha (TPM) yang didirikannya 2005 tetapi harta terindah untuk Gereja sejagat.
๐น๐๐๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐. ๐ท๐๐๐๐๐๐๐ ๐ด๐๐ ๐จ๐๐๐๐ ๐ท๐๐๐ ๐น๐๐๐ ๐บ๐ฝ๐ซ. ๐ฒ๐๐๐๐๐๐๐ 36 ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐๐ (๐ต๐๐๐๐ 1988). ๐ท๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ฉ๐๐๐๐๐๐ ๐ ๐ ๐ผ๐๐๐ ๐บ๐๐๐๐ (๐ช๐๐๐๐๐๐ ๐๐-2, ๐ฒ๐๐๐๐๐๐๐, ๐ฑ๐๐๐๐๐๐๐๐๐, 2022).