Selamat Datang Gubernur NTT

oleh -296 Dilihat

(Sumbang Ide Untuk Bapak Emanuel Melkiades Laka Lena)

Oleh: Verry Guru
(Kasubag Kepegawaian dan Umum BPPD Provinsi NTT)

Prakata

Jika tak ada aral melintang pada Kamis, 20 Februari 2025, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2024-2029, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma bersama sejumlah Gubernur-Wakil Gubernur seluruh Indonesia, Bupati-Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota akan dilantik Presiden Prabowo di Jakarta. Usai seremoni pelantikan para kepala daerah dan wakil kepala daerah itu akan mengikuti kegiatan retret selama sepekan di Akmil Magelang. Setelah kegiatan retret mereka kembali ke daerah masing-masing untuk mulai bekerja melayani masyarakat serentak menjawab aneka janji politik yang telah diucapkan pada ajang kampanye kali lalu.

Artikel yang sederhana ini hanya ingin mengetengahkan secuil kisah perjalanan Gubernur NTT dari masa ke masa teristimewa usaha dan upaya mereka untuk mengentaskan kemiskinan dengan segala macam strategi yang dirumuskan dalam tagline-nya. Dalam nada yang lain, tulisan ini sesungguhnya hanyalah sebuah respons dari penulis yang sejak lama bertanya-tanya dalam hati mengapa program penanggulangan kemiskinan di Provinsi NTT belum juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Serentak dengan itu, naskah ini hanyalah sebuah sumbang ide untuk Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wagub Johni Asadoma.

Ada Pergeseran Program?

Pemerintah Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi dari 38 provinsi di Indonesia yang memiliki kepedulian cukup besar terhadap upaya penanggulangan kemiskinan. Hal ini dapat dimaklumi karena sejak berdirinya (tanggal 20 Desember 1958), Provinsi ini selalu bergulat dan bergumul dengan masalah kemiskinan. Kepedulian ini, terlihat sekali bila disimak sejarah kebijakan pembangunan yang ada di daerah ini. Bila dilihat dan dicermati sejarah program pembangunan di provinsi ini, ada banyak program pembangunan yang mengandung upaya penanggulangan kemiskinan.

Sebut saja mulai dari Gerakan Penghijauan atau Komando Gerakan Makmur (KOGM) di era Gubernur W.J. Lalamentik (1958-1966), Program Swasembada pangan (beras) di era Gubernur El Tari (1966-1978), Operasi Nusa Makmur, Operasi Nusa Hijau dan Operasi Nusa Sehat di era Gubernur Ben Mboy (1978-1988), Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat (Gempar) dan Gerakan Membangun Desa (Gerbades) di era Gubernur dokter Hendrik Fernandez (1988-1993).

Pada masa kempimpinan Gubernur Herman Musakabe (1993-1998) yang terkenal dengan Tujuh Program Strategis; pengembangan sumber daya manusia, penanggulangan kemiskinan, pembangunan ekonomi, pengembangan dan pemanfaatan IPTEK, penataan ruang, penataan sistem perhubungan dan pengembangan kepariwisataan.

Setelah Musakabe, Piet Alexander Tallo, SH menjadi Gubernur NTT (1998-2003 dan 2003-2008). Piet Tallo terkenal dengan Program Tiga Batu Tungku: Ekonomi rakyat; pendidikan rakyat; kesejahteraan rakyat. Motto Gubernur Tallo adalah Mulailah membangun dari apa yang dimiliki rakyat dan apa yang ada pada rakyat. Selanjutnya Gubernur Frans Lebu Raya (2008-2018) dengan Program Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (Anggur Merah). Desa menjadi sasaran utama program ini. Karena desa dijadikan sebagai ujung tombak maka program Anggur Merah Frans Lebu Raya lebih dikenal sebagai Program Desa Kelurahan Mandiri Anggur Merah (Demam).

Pada masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat (2018-2023) menetapkan visi pembangunan NTT yakni NTT Bangkit Menuju Masyarakat Sejahtera. Perwujudan visi NTT Bangkit Menuju Masyarakat Sejahtera ditempuh melalui lima misi yakni pertama, mewujudkan NTT Bangkit Menuju Masyarakat Sejahtera berlandaskan pendekatan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal. Kedua, membangun NTT sebagai salah satu gerbang dan pusat pengembangan pariwisata nasional. Ketiga meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur untuk mempercepat pembangunan inklusif, berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal di NTT. Keempat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan kelima, mewujudkan reformasi birokrasi pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Sedangkan di masa kepemimpinan Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena (2024-2029) terkenal dengan tagline Ayo Bangun NTT. Ada 10 Program Prioritas Ayo Bangun NTT. Pertama, dari ladang dan laut ke pasar: efisien, modern, dan aman. Artinya: membangun rantai pasok efisien dengan teknologi terbaru dari produksi hingga distribusi (hilirisasi) untuk hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan serta memberikan perlindungan asuransi bagi sektor pertanian dan kelautan.

Kedua, milenial dan perempuan motor kreativitas lokal. Artinya: memberdayakan generasi muda dan perempuan melalui balai pelatihan dan kampanye pemuda untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif dan meningkatkan nilai jual produk lokal. Ketiga, wisata NTT, penggerak ekonomi lokal. Artinya: memperkuat ekowisata dan wisata budaya berbasis komunitas sebagai penggerak ekonomi lokal, menampilkan jati diri dan pesona NTT kepada dunia. Keempat, sejahtera bersama: jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan untuk masyarakat. Artinya: memastikan seluruh rakyat NTT sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan, dan seluruh pekerja terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Kelima, Posyandu tangguh, masyarakat sehat dan bebas stunting. Artinya: menjadikan posyandu sebagai pos komando pemberantasan stunting dan pusat layanan kesehatan dasar. Keenam, sekolah vokasi unggulan berbasis potensi daerah. Artinya: membangun sekolah vokasi unggulan berbasis potensi daerah, mencetak generasi siap kerja. Ketujuh, jalan, air, listrik, rumah layak huni: mewujudkan NTT yang sejahtera. Artinya: membangun infratruktur dengan partisipasi bersama, penerapan infrastruktur hijau dan biru (green and blue infrastructure) serta pertimbangan resiliensi bencana dan perubahan iklim. Kedelapan, pendapatan daerah naik, pelayanan publik dan kesejateraan ASN terjamin. Artinya: meningkatkan sumber pendapatan daerah dan alokasi belanja pegawai untuk meningkatkan kesejahteraan ASN dan pelayanan publik bagi rakyat. Kesembilan, membangun NTT digital: akses merata, komunikasi lancar. Artinya: memperluas infrastruktur digital untuk akses internet merata, komunikasi lancar, dan optimalisasi pembelajaran formal-non formal. Kesepuluh, ayo bangun NTT, kolaborasi bersama. Artinya: mengajak seluruh keluarga besar NTT untuk bersatu membangun daerah yang lebih sehat, pintar, maju, dan sejahtera.

Strategi Pemberdayaan

Setelah mengenal aneka tagline dan berbagai program yang pernah ditorehkan para pemimpin (Gubernur) di NTT maka hemat penulis setidaknya ada beberapa strategi yang penting yang perlu digunakan untuk memberdayakan masyarakat khususnya masyarakat yang miskin.

Pertama, memfokuskan upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pendidikan serta akses pelayanan kesehatan. Upaya meningkatkan pemberdayaan ini dilakukan dengan memperkokoh usaha pertanian ladang, peternakan dan konservasi alam yang merupakan penyangga ketahanan pangan mereka.

Kedua, memfokuskan pada upaya penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi keluarga miskin untuk beralih dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Upaya ini dilakukan dengan mempermudah akses keluarga miskin ke sumber modal usaha, teknologi dan informasi yang diperlukan. Penumbuhkembangan sektor-sektor non pertanian yang ‘dekat’ dengan keluarga miskin (kerajian rakyat, perdagangan kecil-sektor informal, dan lain-lain) diharapkan dapat menjadi penyangga pangan keempat setelah usaha tani/ladang, usaha peternakan dan stok pangan non budidaya di hutan.

Ketiga, upaya peningkatan pemberdayaan keluarga miskin ini dikaitkan dengan pemberdayaan komunitasnya (masyarakat desa/kelurahan) agar mampu membantu warganya mengatasi masalah kemiskinan yang ada di lingkungannya. Untuk tujuan ini, falsafah yang diacu oleh setiap program pembangunan di provinsi ini adalah “membangun dari apa yang ada dan dimiliki oleh rakyat”, suatu filosofi yang secara implisit mengakui pentingnya memperhatikan konteks lokal.

Dan keempat, melakukan reposisi peran pihak-pihak ‘luar desa’ (pemerintah, LSM, kalangan dunia usaha, kalangan perguruan tinggi, dan lain-lain), dari semula sebagai agen pemberdayaan menjadi fasilitator pemberdayaan. Upaya pemberdayaan keluarga miskin yang berbasis komunitas ini dilakukan dengan cara pemberian kewenangan luas kepada masyarakat desa/kelurahan dalam mengelola upaya penanggulangan kemiskinan yang ada di wilayahnya. Kewenangan tersebut meliputi : pertama, kewenangan untuk menentukan sendiri aktivitas penanggulangan kemiskinan yang akan dilaksanakan di desa/kelurahannya. Ini berarti peran perancangan kegiatan harus dipegang sepenuhnya oleh masyarakat desa/kelurahan (semacam master plan di desa). Pihak luar desa (pemerintah, LSM, kalangan usaha, dan lain-lain) dapat memberi kontribusinya dengan mengacu pada desain besar (grand design) yang dibuat oleh masyarakat desa/kelurahan itu sendiri.

Kedua, masyarakat desa/kelurahan diberi peluang luas untuk melaksanakan sendiri aktivitas penanggulangan kemiskinan yang ada di wilayahnya. Pihak luar desa, dapat memberi kontribusi dalam tahap ini, terutama kontribusi terhadap hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat desa/kelurahan (seperti: keahlian teknis tertentu, informasi-informasi terhadap peluang-peluang pasar yang ada di luar desa, teknologi yang tersedia, dan lain-lainnya).

Ketiga, masyarakat desa/kelurahan diberi pula peluang untuk menumbuhkan sendiri prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas terhadap setiap aktivitas penanggulangan kemiskinan yang mereka lakukan (menumbuhkan kontrol publik). Ini berarti bahwa orientasi pertanggungjawaban fokusnya harus ditujukan kepada keluarga miskin dan masyarakat desa/kelurahan (komunitasnya) dan tidak lagi semata-mata ditujukan ke pihak-pihak di aras atas desa.

Upaya pemberdayaan masyarakat miskin yang berbasis komunitas seperti ini, menuntut adanya perubahan cara berpikir dan bertindak (reposisi peran) pihak luar desa. Di sini harus dipahami bersama bahwa keluarga miskin tidaklah tinggal dalam ruang hampa. Mereka berinteraksi dengan lingkungannya (warga desa lainnya -komunitas desanya dan lingkungan fisiknya) dan berinteraksi pula dengan lingkungan luar desa. Oleh sebab itu, perubahan lingkungan luar desa dapat mempengaruhi pula kehidupan keluarga miskin. Dengan kata lain, perubahan paradigma yang menekankan pada peran luas masyarakat desa/kelurahan harus pula diikuti dengan perubahan paradigma berpikir dan bertindak semua pihak di aras atas desa yang terkait (stakeholders).

Perlu Mekanisme Sinergikan Program

Harus diakui bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan lainnya yang ada di daerah ini telah berusaha dan bekerja keras untuk mengentaskan masyarakat miskin. Di sisi lain, kelompok masyarakat miskin dengan kemampuan akses rendah hanya mendapatkan keuntungan sedikit dari pembangunan itu. Jadi sesungguhnya bukan kemiskinan melainkan belum tepat waktu untuk mencapai apa yang diharapkan. Artinya, kemajuan sudah ada tetapi belum menyentuh seluruh kelompok masyarakat (termasuk masyarakat miskin)

Ke depan di semua instansi Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota se-NTT perlu membangun sebuah model manajemen terpadu sebagai program penanggulangan kemiskinan di NTT. Model ini menggunakan manajemen pendekatan sistem yang memaknai suatu obyek sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Sebuah program terdiri atas berbagai komponen strategis, seperti tujuan, sasaran, strategis, bentuk kegiatan, lokasi, manfaat, dan dampak program. Pelaksanaan manajemen terpadu ini berawal dari pengumpulan data dan informasi tentang kondisi dan kharakter kemiskinan, potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai input penyusunan program. Ini bukan soal ego sektoral, melainkan belum ada mekanisme untuk mensinergikan aneka program yang ada, baik pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun lembaga swadaya masyarakat. Semua instansi memiliki program yang sama dengan sistem yang sama pula. Sehingga kita tidak lagi bekerja sendiri-sendiri mengatasi kemiskinan yang begitu kompleks dan rumit di NTT.

Harus ada keyakinan yang kuat dan optimisme yang tinggi bahwa kepemimpinan Gubernur Melki Laka Lena dan Wagub Johni Asadoma, usaha dan kerja keras untuk mensejahterakan masyarakat NTT tidak hanya indah di bibir saja tetap harus sanggup dirasa dan dinikmati oleh masyarakat NTT hingga ke kampung-kampung yang ada di pelosok Flobamorata tercita. Selamat datang dan selamat bekerja Bapak Gubernur. Ayo Bangun NTT. (*)