Jakarta, mediantt.com — Islah dua kubu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih gelap. Saling klaim legalitas hukum maupun dukungan kader dan tokoh diperkirakan terus mewarnai perjalanan partai berlambang Kakbah itu hingga beberapa waktu ke depan.
Hasil Muktamar PPP VIII kubu Suryadharma Ali (SDA) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, yang ditutup Minggu dini hari (2/11) turut menjadi penegas meruncingnya konflik tersebut. Salah satunya berkaitan dengan keputusan muktamar yang akhirnya memilih Djan Faridz secara aklamasi sebagai ketua umum itu, tentang arah koalisi.
’’Keputusan muktamar yang tetap bergabung dengan Koalisi Merah Putih akan saya laksanakan dengan baik,’’ tegas Djan Faridz dalam pidato perdananya pasca terpilih sebagai ketua umum. Posisi itu tentu berbeda dengan putusan muktamar PPP kubu Romahurmuziy yang dilaksanakan di Surabaya pada 15–17 Oktober lalu. Di sana, muktamar justru memastikan bahwa PPP akan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah Jokowi-JK.
’’Demi Allah, saya tidak bernafsu ingin menjadi pejabat. Kalau misalnya nanti ada tawaran menjadi pejabat (masuk pemerintahan, Red), saya pasti akan tolak,’’ tegas mantan menteri perumahan rakyat itu disambut riuh tepuk tangan muktamirin.
Selain keputusan arah koalisi yang berbeda dengan kubu Romahurmuziy, Djan Faridz yang menjadi komandan PPP menggantikan SDA memiliki sikap tegas terkait ruang islah. Meski menyatakan akan mengupayakan secara sungguh-sungguh merangkul pihak-pihak yang belum bergabung dengan kubunya, dia menegaskan tidak akan mengambil posisi aktif untuk berkomunikasi dengan Romy –sapaan akrab Romahurmuziy. ’’Saya bisa dimarahi banyak orang. Masak orang tua disuruh menemui yang lebih muda,’’ tegas Djan saat ditanya kemungkinan menemui Romy.
Soal legalitas di mata hukum, dia menyatakan bahwa surat Kemenkum HAM yang telah dikeluarkan untuk mengesahkan hasil muktamar PPP Surabaya sama sekali tidak berarti bagi pihaknya. ’’Itu tidak berarti apa-apa. Kami juga sudah mengajukan gugatan ke PTUN,’’ ungkapnya.
Djan juga sempat menyinggung sejumlah komentar miring yang dilontarkan kubu Romy tentang keabsahan muktamar Jakarta. Di depan muktamirin, dia membeber anggapan bahwa muktamar yang akhirnya memilih dirinya sebagai ketua umum dianggap hanya dihadiri orang-orang tidak jelas, bukan pimpinan DPW serta DPC PPP dari seluruh Indonesia. ’’Silakan cek absensi, silakan cek tiket. Jadi, apakah yang mereka katakan itu semua bohong?’’ tanya Djan disambut teriakan bohong dari para muktamirin.
Suasana kebatinan peserta muktamar Jakarta yang menganggap Romy sebagai ’’musuh’’ juga sangat terasa. Di antaranya, saat putra Ketua Majelis Syariah KH Maimoen Zubair, Majid Kamil, diberi kesempatan menyampaikan pesan ayahandanya sebelum acara muktamar resmi ditutup.
Para muktamirin sempat berteriak sahut-menyahut ketika Majid Kamil menyinggung ancaman pemecatan dari kubu Romahurmuziy terhadap para pengurus yang hadir di muktamar Jakarta. Dia menyatakan, ancaman pemecatan itu sama artinya sebagai bentuk perlawanan terhadap Mbah Maimoen. ’’Perlawanan terhadap orang tuanya sendiri,’’ tegas Majid. Pernyataan itulah yang kemudian memicu teriakan mengecam Romy. ’’Malin Kundang, anak durhaka,’’ seru beberapa muktamirin. (net/jk)
Putra keempat Mbah Moen itu juga meyakinkan bahwa ayahnya tetap pada posisi bahwa muktamar Jakarta yang diakui Majelis Syariah. ’’Demi Allah, saya berdiri di sini atas amanat dan telepon langsung dari KH Maimoen Zubair,’’ tegas Majid.