Rudy Soik, Perdagangan Manusia, dan Kriminalisasi Polisi

oleh -26 Dilihat

“Baju coklatku yang tercinta, banyak kewenangan yg telah kau berikan kpd ku, tetapi sesungguhnya saya kecewa dgn Mu. #stop jual orang Indonesia,” demikianlah status yang tertera pada telepon seluler (ponsel) pintar milik Brigadir Polisi (Brigpol) Rudy Soik, anggota Satuan Tugas Trafficking Kepolisian Daerah (Polda) NTT.

Tidak ada penjelasan khusus atas pernyataan yang muncul pada Rabu (12/11) sekitar pukul 19.00 WIB tersebut. Hanya saja beberapa jam sebelumnya, Rudy ditetapkan sebagai tersangka atas penganiayaan terhadap Ismail Patty di Kupang.

Penetapan Rudy sebagai tersangka itu mengagetkan sejumlah kalangan setelah pada hari yang sama ratusan simpatisan melakukan aksi demo mendukung Ismail di halaman Markas Polda NTT, Kupang.

Tekanan yang serba cepat itu memakai label keluarga Lamaholot, Flores Timur, sebagai tempat asal Ismail yang juga salah satu perekrut tenaga kerja Indonesia (TKI). Hanya dalam hitungan menit setelah aksi itu, Rudy pun ditetapkan tersangka. Para demonstran yang dipimpin Jhon Richardo itu menyayangkan sikap main hakim sendiri oleh Rudy.

Padahal, Rudy meyakini bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari upaya membongkar mafia perdagangan manusia (human trafficking) dimana sejumlah dugaan mengindikasikan bahwa Ismail adalah bagian dari mafia tersebut.

Bagi Rudy, aktivitas Ismail mencurigakan, tetapi hal ini dibantah keras dengan bukti visum atas Ismail, sekalipun visum tersebut pun diduga tidak lepas dari rekayasa. “Upaya keluarga sudah maksimal untuk memintanya datang dan minta maaf agar kasus itu selesaikan. Namun jawabannya seakan-akan keluarga kami pemain trafficking selama ini,” kata Jhon.

Benarkah Rudy menganiaya? “Itu hanya rekayasa untuk mengekang gerak langkah saya dalam mengungkap kasus perdagangan manusia. Saya melaksanakan sesuai tugas saya,” ujar Rudy sembari terisak-isak menyesalkan penetapannya sebagai tersangka.

Sejak Kapolda NTT dijabat Brigjen Pol Endang Sunjaya, Rudy dilibatkan sebagai anggota Satgas Trafficking Polda NTT. Sebelumnya, Rudy adalah anggota Polda NTT yang ikut menjadi penyidik atas dugaan perdagangan manusia oleh PT Malindo Mitra Perkasa (MMP).

Saat itu, Rudy sedang mengusut 52 TKI yang akan dikirim MMP. Dalam proses penyelidikan, dugaan kuat PT MMP terkait human trafficking menguat, namun atas perintah pimpinannya Direktur Pidana Khusus Polda NTT Kombes M Slamet, proses tersebut dihentikan.

Tidak hanya itu, 52 calon TKI bermasalah itu pun dipulangkan ke PT MMP yang dikenal punya kedekatan dengan jajaran Polda NTT. Pola ’pembelokan’ kasus menjadi hal biasa dan telah menyuburkan aktivitas perdagangan manusia di NTT. Lingkaran setan ini kemudian mendorong Rudy untuk membongkarnya, sekalipun, bagi Ismail cs, Rudy dianggap pernah bersinggungan dengan dunia tersebut.

Ketidakpuasan Rudy dan permainan pimpinannya akhirnya terungkap di media massa. Sejumlah kelompok masyarakat, seperti Aliansi Menolak Perdagangan Orang (Ampera) NTT, pun mengendus indikasi mafia dalam sejumlah kasus perdagangan orang sepertinya bagian dari jaringan yang hendak dibongkar Rudy.

Tekanan demi tekanan dan upaya menutup kasus PT MMP ini lalu mendorong Rudy bersama Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia (Pokja MPM) mengadukan pimpinan Polda NTT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Dampak dari pengaduan tersebut akhirnya mendorong Mabes Polri melakukan gelar kasus atas ’pembelokan’ kasus PT MMP tersebut. Sayangnya, gelar kasus pada bulan September lalu yang merekomendasikan tindak lanjut atas langkah yang ditempuh Rudy sepertinya didiamkan begitu saja.

“Hingga saat ini, tidak ada tindak lanjut dari Mabes Polri yang jelas-jelas membenarkan tindaka Rudy. Patut diduga adanya pimpinan polisi di Polda NTT dan Mabes Polri, dan sejumlah institusi tekait merupakan bagian dari mafia tersebut,” kata Koordinator Pokja MPM, Gabriel Sola.

Setelah langkah Rudy dan praktik perdagangan manusia diangkat banyak media, termasuk dalam sebuah acara khusus di televisi swasta pada Rabu (19/11) malam, langkah Rudy yang ingin membongkar mafia bakal mengalami tantangan besar.

Sekitar pukul 21 Wita, Rudy mengirimkan pesan pendek berbunyi, “Abang malam ini saya ditahan”. Penahanan tersebut tekait dengan tindakan yang dilakukan Rudy terhadap Ismail.

Setelah Rudy dijadikan tersangka, kerja Satgas Trafficking Polda NTT sedikit terganggu dan bahkan bakal menjadi mandul. Niat baik Kapolda NTT akhirnya kandas oleh ’bawahannya’ sendiri yang mengendalikan Polda NTT selama ini.

Data yang masih perlu diverifikasi menyebutkan sekitar 500-750 warga NTT yang menjadi korban perdagangan manusia setiap tahun.

Langkah Rudy merupakan yang pertama ketika seorang polisi asal NTT yang tidak rela melihat saudara-saudaranya dipejualbelikan. Namun, hingga saat ini, lobi mafia ternyata masih lebih kuat dibandingkan upaya seorang Rudy, Ampera, Pokja MPM serta beberapa kelompok lainnya. Mungkin masih perlu dukungan yang lebih besar agar mafia bisa dihentikan. (sp/jk)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *