Airlangga Hartarto
JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhamamdiyah, Sunanto, mengakui Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto memiliki kans besar untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Karena itu, Airlangga harus menggandeng calon wakil presiden dari unsur Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama (NU) untuk melengkapi koalisi nasionalis-religius.
Dia mengatakan, pendamping dari unsur religius bisa menopang poros koalisi nasionalis-religius yang diharapkan muncul pada Pilpres 2024. “Sampai saat ini Muhammadiyah tidak menyodorkan nama, tapi yang jelas, kalau Pak Airlangga wakilnya harus dari religius. Apakah NU atau Muhammadiyah yang komponennya bisa menopang sosok Pak Airlangga yang dinilai nasionalis,” tutur Cak Nanto, sapaan akrabnya, dalam keterangan, Selasa (5/10), seperti dikutip dari laman fajar.co.
Cak Nanto menilai, poros nasionalis-religius dibutuhkan pada Pilpres 2024 agar mencegah munculnya potensi polarisasi. Ia mengatakan, koalisi partai politik nasionalis dan religius diharapkan bisa menyatukan seluruh komponen masyarakat.
Dalam konteks pencapresan, hal itu sangat tergantung siapa tokoh yang didorong untuk mewakili seluruh komponen tersebut. PP Pemuda Muhammadiyah mengaku membuka diri pada semua pihak yang ingin berkolaborasi dalam kepentingan bangsa.
Meskipun demikian, Cak Nanto menegaskan, Pemuda Muhammadiyah memposisikan diri nonpolitis. Cak Nanto menilai Airlangga Hartarto juga masih memiliki pekerjaan rumah untuk mendongkrak elektabilitasnya sebagai calon presiden 2024.
“Butuh upaya dari akar rumput dan partai untuk menaikkan elektabilitas dan popularitas dari Airlangga. Yang penting saat ini Golkar harus solid,” tegas Cak Nanto.
Sekretaris Jenderal DPP Satkar Partai Golkar Ashraf Ali menilai, koalisi nasionalis-religius menjadi salah satu yang ideal bagi Airlangga dan Golkar. Menurutnya, karakter masyarakat Indonesia yang heterogen membutuhkan kesepahaman untuk menatap masa depan bangsa secara bersama.
Di sisi lain, pemilih di Indonesia yang memiliki pilihan statis hanya sekitar 30 persen. Sisanya, sebanyak 70 persen bersifat dinamis.
“Nah yang 70 persen, karakter itu bersifat religius, maka itu sangat wajar apabila ada koalisi nasional yang berkarakter religius yang harus kita dekati,” ujar Ashraf beberapa waktu lalu. (*/jdz)