Aneh, Partai Golkar ‘Membuang’ Kader Sendiri

oleh -19 Dilihat

Jakarta, mediantt.comViktus Murin, kader Golkar berlatar belakang aktivis mahasiswa 1998 yang juga Sekjen Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) periode 1999-2002, menilai aneh, lantaran Partai Golkar ‘membuang’ kadernya sendiri. Pernyataan Viktus merujuk pada figur Herman YL Wutun, yang justru memperoleh apresiasi politik sebagai Calon Bupati yang diajukan oleh Partai Gerindra dan PKS dalam kontestasi Pilkada Lembata 2017.

Seperti diketahui, Herman Wutun merupakan kader senior Partai Golkar yang puluhan tahun konsisten berada di bawah naungan Beringin. Saat ini, Herman Wutun merupakan kader Golkar yang memiliki potensi elektabilitas paling tinggi merujuk pada sejumlah hasil survei yang kredibel. Pada Pilkada Lembata 2011 yang lalu, Herman Wutun maju dari Partai Golkar berpasangan dengan Viktus Murin sebagai Calon Wakil Bupati.

Kepada mediantt.com, Rabu (21/9), Viktus Murin menilai, Partai Golkar saat ini menghadapi persoalan sangat serius dalam hal sistem  kaderisasi dan rekruitmen kepemimpinan politik dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, diantaranya di Kabupaten Lembata, NTT.

“Ada problem serius dalam hal kaderisasi dan rekruitmen kepemimpinan politik di Golkar. Kesan saya, sedang terjadi anomali atau keanehan yang luar biasa. Tidak ada parameter subtantif dalam hal menilai keberhasilan dan integritas kader, sehingga kader Golkar yang telah teruji justru dapat tergusur atau terbuang akibat situasi pragmatis dan oligarkis,” tegas Viktus yang telah hampir 15 tahun berkecimpung di Partai Golkar semenjak purna dari Presidium GMNI pada 2002 silam.

Menurut Viktus, muncul kesan bahwa siapa saja bisa seenaknya masuk dan keluar dari Partai Golkar tanpa ada “saringan ideologis” sebagai pengaman seleksi kader. “Fenomena kutu loncat jadi seperti hal biasa di tubuh Golkar.  Siapa saja terkesan bisa meloncat masuk ke Golkar, lalu bisa secepat kilat muncul seolah-olah menjadi kader sejati Golkar. Padahal, kemunculan itu sangat mungkin terjadi akibat oleh penetrasi politik transaksional dan virus oligarkis. Situasi anomali seperti ini, menimbulkan goncangan terhadap akal sehat dan idealisme politik,” tegas Viktus.

Ketika dikonfirmasi perihal kabar pengunduran dirinya dari kepengurusan DPP Partai Golkar periode 2016-2019 hasil Munaslub Bali, Viktus membenarkan hal tersebut. Viktus mengakui, lantaran mengalami “pergumulan idealisme” dalam skala yang tinggi, maka dia secara pribadi telah mengundurkan diri, sekitar dua pekan usai pengumuman kepengurusan hasil Munaslub Golkar. Namun, dia membantah telah keluar dari dari Partai Golkar.

“Benar, saya sudah mengajukan pengunduran diri secara tertulis dari kepengurusan DPP.  Surat tersebut dialamatkan secara formal kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar, dengan tanda tangan di atas meterai.  Tetapi, saya tidak mundur dari Golkar. Sampai hari ini saya masih memegang kartu anggota Golkar yang dikeluarkan pada era kepemimpinan Pak Aburizal Bakrie,” ujar Viktus, mantan Wartawan Pos Kupang dan Harian Berita Yudha,  yang pernah memimpin portal online (website) Partai Golkar pada era Ketua Umum Akbar Tanjung dan era Ketua Umum Jusuf Kalla.

Mengenai dampak goncangan politik terhadap kader-kader militan Golkar dan konstituen Golkar di daerah, Viktus meyakini bahwa kader-kader dan konstituen Golkar pasti memiliki “daya resistensi” atau daya tolak untuk menghadapi goncangan tersebut.

“Sungguh saya meyakini bahwa para kader dan konstituen Golkar di daerah mampu membedakan mana calon pemimpin yang dilahirkan sebagai kader sejati Golkar, dan mana kader abal-abal atau kader karbitan yang muncul seolah-olah sebagai kader terbaik, akibat situasi transaksional dan oligarkis,” ucap mantan Sekretaris GMNI Cabang Kupang yang mengemban amanah di kepengurusan pusat Presidium GMNI selama dua periode, yakni sebagai Ketua Komite Kaderisasi (1996-1999) dan sebagai Sekretaris Jenderal (1999-2002). (jdz)

Ket Foto : Viktus Murin (paling kiri) pose bersama koleganya di sela-sela Munaslub Partai Golkar di Bali, bulan Mei 2016 yang lalu.