Dr Inche Sayuna
KUPANG, mediantt.com – Pinjaman NTT senilai Rp 1,5 triliun masih jadi pembahasan alot di DPRD NTT. Awalnya DPRD sepakati pinjaman itu tanpa ada bunga, tapi sekarang sudah ada bunga, maka Wakil Ketua DPRD NTT Inche Sayuna tegaskan harus omong dulu.
“Bunga pinjaman amat memberatkan yakni 6,19 persen per tahun. Karena berbeda dari rencana semula tanpa bunga, dan sekarang dengan bunga, tentu kita masih omong dulu,” kata Inche, yang juga Sekretaris DPD I Golkar NTT ini kepada kabarntt.com, Sabtu (5/6).
Inche mengatakan, DPRD NTT serius, kritis dan bijak membahas rencana Pemerintah Provinsi NTT meminjam dana Rp 1,5 triliun itu untuk sejumlah item pembangunan di NTT.
Seperti diketahui, Pemprov NTT mengajukan pinjaman Rp 1,5 triliun dari PT SMI tahun 2021. Pinjaman diangsur selama 8 tahun dengan nilai cicilan Rp 167 miliar per tahun untuk pokok, ditambah bunga sebesar 6,19 persen/tahun.
Rencananya pinjaman ini digunakan untuk pembangunan infrastuktur sebesar Rp 1,003 triliun dan Rp 457 miliar untuk investasi pada sektor pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, dan kehutanan.
Pinjaman untuk jangka waktu 8 tahun dengan bunga 6,19 persen per tahun ini, memicu polemik antara Pemprov dan DPRD NTT.
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, dalam pertemuan dengan Mendagri Tito Karnavian, Kamis (3/6/2021), meminta dukungan Mendagri terkait pinjaman ini.
Sebelumnya ketika meresmikan Kantor Inspektorat Provinsi NTT, Gubernur VBL menegaskan, “Pinjaman daerah itu setujunya DPRD bersama Pemprov. Itu tidak cukup, saya akan menuju kepada persetujuan Mendagri dan Menteri Keuangan. Setelah mereka setuju barulah pinjaman itu diproses”.
Menanggapi itu, Inche Sayuna mengatakan, DPRD NTT sejauh ini masih membahas rencana pinjaman itu. Sebab, mulanya Pemprov menjelaskan kepada dewan bahwa pinjaman itu tanpa bunga. Karena tanpa bunga, maka DPRD menyetujui rencana pinjaman itu.
“Ternyata dalam perjalanan pinjaman itu dengan bunga yang sangat memberatkan, yakni 6,19 persen per tahun. Karena berbeda dari rencana semula tanpa bunga, dan sekarang dengan bunga, tentu kita masih omong dulu,” tegas Inche.
“Kami di DPRD sedang berproses. Komisi III sudah mengundang dan mendengarkan analisa dari pakar ekonomi, pakar akuntansi dan pakar hukum. Komisi III juga sudah memanggil mitra pemerintah untuk didengarkan pikirannya terkait rencana pinjaman tersebut, bagaimana kemampuan daerah serta skenario pengembalian utangnya,” tambah Inche.
Berdasarkan masukan dan telaahan berbagai aspek itu, jelas Inche, Komisi III akan membuat rekomendasi yang dibawa ke Badan Anggaran untuk dilaporkan, selanjutnya pikiran-pikiran DPRD akan disampaikan kepada pemerintah.
Inche mengatakan, pemerintah dan DPRD punya komitmen yang sama untuk mendorong percepatan pembangunan di NTT. Namun dalam fungsi pengawasan Dewan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengingatkan dan mengontrol pemerintah agar kebijakan yang diiringi dengan niat baik ini tidak salah dan tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari.
“Untuk itu DPRD sangat serius dan teliti membahas rencana pemerintah ini. Sebab ada banyak aspek yang mesti dikaji sungguh-sungguh, teristimewa menyangkut DSCR (Debt Service Coverage Ratio/Rasio Cakupan Utang). Ratio Cakupan Utang adalah rasio yang mengukur kemampuan daerah untuk membayar utang lancar. Semua ada rujukan hitungannya yang diatur dalam regulasi,” tandas Inche.
Sebelumnya, pada Senin (31/5/2021), Komisi III DPRD NTT mengundang tiga pakar untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan terkait pinjaman itu. Tiga pakar itu yakni Dr. John Tuba Helan (pakar hukum), Fridz Fanggidae (pakar ekonomi) dan Bibiana Rere (pakar akuntansi).
Diskusi itu pun menyumpulkan bahwa dari analisa ekonomi jika pinjaman tersebut dipaksakan, maka APBD NTT akan sangat terganggu. Karena pembiayaan bunga pinjaman akan ditanggung oleh APBD jika skenario investasi tidak menghasilkan keuntungan. (*/jdz)