Bapak Presiden! Tolong Lihat “Negeri Kecil Salah Urus” Bernama Lembata

oleh -13 Dilihat

Potret rumah pribadi Bupati Lembata yang juga dijadikan rumah jabatan. Foto ini juga disertakan dalam surat terbuka ke Presiden Jokowi.

Pengantar Redaksi

Pastor Stef Tupen Witin SVD pernah secara lugas menulis tentang Lembata dalam buku berjudul “Negeri Kecil Salah Urus”. Dan hingga hari ini Lembata memang salah diurus. Rakyat di Lembata maupun diaspora sudah muak dengan kepemimpinan saat ini, baik eksekutif maupun legislatif, juga yudikatif. Ada ketimpangan pembangunan di hampir semua sektor. Banyak proyek jelas-jelas bermasalah, tapi dianggap biasa saja, tidak tersentuh hukum. Karena semua saluran aspirasi tidak bisa dipercaya, maka rakyat langsung bersurat ke Presiden Jokowi — karena disediakan ruang untuk melapor.

Dan, berikut “Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi” dari anak Lembata diaspora di Jakarta, Ansel Deri, kepada Presiden yang dijadwalkan berkunjung ke NTT (Sikka dan Sumba Tengah), pada Selasa (23/2/2021) besok.

Kepada yang Terhormat Bapak Presiden Ir. H. Joko Widodo
di
Jakarta

Dengan hormat.
Assalamualaikum wr wb. Salam sejahtera untuk Bapak Presiden Joko Widodo dan keluarga. Insya Alloh Bapak sekeluarga sehat selalu dan penuh keberkahan. Aamin…. YRA.

Pertama-tama, saya memohon maaf karena surat terbuka ini saya sampaikan secara terbuka; langkah yang tentu tak patut bagi kami warga masyarakat kecil kepada seorang Presiden dan Kepala Negara. Namun, saya berpikir hal ini adalah ungkapan isi hati yang tulus saya selaku warga negara asal Lembata, Nusa Tenggara Timur, kepada seorang pemimpin kami di negeri ini agar mendapat perhatian Bapak Presiden.

Kedua, sebagai warga masyarakat Indonesia dan warga masyarakat Indonesia asal Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, kami menyampaikan apresiasi kepada Bapak Presiden atas kerja keras, kepedulian, dan kecintaan kepada rakyat, bangsa, dan negara sejak terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pada periode pertama dan dilanjutkan pada periode kedua. Kerja keras, kerja cepat, dan kerja cerdas adalah tipikal Bapak Presiden sebagai seorang pemimpin pilihan rakyat mulai dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote.

Ketiga, sebagai warga masyarakat Indonesia asal Lembata, Nusa Tenggara Timur, saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan atas kepedulian Bapak Presiden Joko Widodo kepada puluhan ribu warga masyarakat korban erupsi gunung Ile Lewotolok pada akhir Desember 2020 lalu. Ribuan paket bantuan bagi warga korban erupsi Ile Lewotolok yang mendapat bantuan Bapak Presiden, Gubernur NTT, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Komando Armada VII Kupang, anggota DPR/DPD RI asal NTT dan DPR/DPD RI, BUMN, Gubernur/Wakil Gubernur di Indonesia, para Bupati/Walikota se-Indonesia, dan pihak-pihak lain adalah wujud cinta paling nyata bagi warga korban yang kebanyakan adalah petani kecil. Hal yang juga Bapak Presiden lakukan bagi saudara dan saudari kami sesama warga negara yang tertimpa musibah tanah longsor, gempa bumi, banjir, dan lain-lain di seluruh wilayah Indonesia. Namun, dalam bencana erupsi Ile Lewotolok, Pemerintah Kabupaten Lembata nyaris tak mengalokasikan anggaran bersumber APBD II untuk membantu.

Keempat, saya juga mengapresiasi langkah Bapak Presiden kembali berkunjung ke Pulau Sumba dan Flores setelah sempat tertunda akibat padatnya agenda prioritas Bapak Presiden. Informasi kunjungan Bapak ke NTT adalah kabar gembira bagi kami masyarakat tanah Flobamora, provinsi kepulauan yang masih terpenjara pelukan gunung, laut dan udara dan jauh dari sentuhan bahkan kunjungan Bapak Presiden. Menyambangi NTT adalah sesuatu yang luar biasa bagi warga yang kebanyakan bermukim di kampung-kampung; jauh dari sentuhan anggaran negara baik melalui APBD maupun APBN.

Kelima, apakah Lembata, pulau mungil tempat “bulan madu” paus (mamalia laut); penghasil duta negara melalui para misionaris di hampir 5 (lima) benua di dunia; gudang intelektual kelas dunia, ada dalam agenda Bapak Presiden Jokowi di sisa waktu periode kedua pemerintahan saat ini? Pertanyaan ini tentu bukan bermaksud “memaksa” Bapak Presiden Jokowi menjawab lalu segera berkunjung ke Lembata, NTT. Tapi, kami akan sangat bangga memori kolektif kami orang Lembata disegarkan kembali seorang Presiden menginjakkan kakinya di Lembata. Kami sangat bangga karena pada tahun 1979, Wakil Pesiden Bapak H. Adam Malik berkunjung ke Lembata meninjau para pengungsi bencana tanah longsor di Waiteba, Kecamatan Atadei. Sejak kehadiran Bapak Wapres Adam Malik tahun 1979, Lembata nyaris hilang dalam memori Presiden dan Wakil Presiden.

Keenam, sejak menjadi kabupaten penuh lepas dari induknya, Flores Timur, tahun 1999. Lembata seperti kerakap yang tumbuh di atas karang: hidup enggan, mati tak mau. Dalam tujuh tahun terakhir, Lembata dikelola tanpa arah. Pariwisata sebagai leading sektor tak karuan di kabupaten yang mayoritas penduduknya hidup dari bertani dan melaut. Lamalera sebagai destinasi wisata dunia, akses jalannya terasa masih jaman kolonial. Bupati malah membangun kediaman pribadi sangat mewah di tengah kemiskinan dan keterisolasian daerah dan warga. Kontrol DPRD atas eksekutif lemah. Penanganan wabah covid-19 amburadul. Banyak petugas kesehatan bekerja dengan fasilitas sangat minim. Sedang di lain pihak, pada 2021, Bupati menaikkan honor dan tunjangan sebesar Rp 408 juta per bulan. Banyak proyek mangkrak sana sini dan nyaris tak tersentuh hukum. Proyek wisata Awololong senilai Rp 6,7 miliar lebih adalah contoh kebijakan sepihak paling brutal. Dana cair 80 persen tapi fisik nihil. Belum lagi rumah pribadi bupati yang disewa dengan APBD sangat besar. Belum lagi banyak proyek APDB diarahkan ke lahan pribadi Bupati. Sesuatu yang sangat menyakitkan bagi rakyat di daerah tertinggal seperti Lembata.

Ketujuh, kalau Bapak Presiden Jokowi setuju, mohon kiranya Bapak Presiden atau melalui para menteri atau aparat penegak hukum berkunjung ke Lembata. Melihat dari dekat wajah Lembata atau mendengar keluh kesah warga dari Lamalera, 40 kilo meter dari Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata atau warga desa lainnya, saya bisa pastikan Lembata perlu diperhatikan serius, terutama dalam pengelolaan anggaran bersumber APBD II maupun APBN. Tatkala singgah di ujung gang rumah kediaman pribadi Bapak Presiden Jokowi di Solo, saya berdoa dan berharap agar sebagai wong deso, orang kampung seperti saya, kiranya Bapak Presiden Jokowi sudi mampir di Lembata. Kabupaten itu oleh Pastor Stef Tupeng Witin SVD, seorang imam Katolik asal kampung Ataili, Lembata, sudah lama “dibaptis” sebagai ‘negeri kecil salah urus’ karena pemimpinnya ugal-ugalan mengurus rakyat dan daerah. Kiranya Surat Terbuka ini Bapak Presiden baca di sela-sela istirahat siang.

Sekali lagi saya mohon maaf jika Surat Terbuka ini kurang berkenan. Namun, surat ini berangkat dari niat baik seorang warga Indonesia asal Lembata kepada Bapak Presiden, seorang pemimpin bersahaja pilihan dan impian rakyat. Saya juga mendoakan Bapak Presiden Jokowi agar tetap sehat dan semangat dalam melayani rakyat, bangsa, dan negara. Terima kasih. Tuhan berkati.

Jakarta, 21 Februari 2021
Ansel Deri
Orang udik dari kampung;
Relawan Duta Jokowi pada Pilpres 2014. (*/jdz)