Butuh Keselarasan Pusat-Daerah

oleh -31 Dilihat

JAKARTA — Di negeri ini, bukan sesuatu hal yang aneh bila kekuasaan pemerintah di daerah kerap berpraktik tidak segaris dengan pemerintah pusat. Sering kita lihat kepala daerah berjalan sendiri seolah mereka bukan bagian dari negara kesatuan. Otonomi daerah acap diselewengkan sekehendak hati untuk tujuan yang kontradiktif dengan keinginan pemerintah pusat.

Pada saat yang sama, sesungguhnya banyak pula daerah yang dalam mengendalikan pemerintahan sejiwa dengan pusat. Namun, di antara daerah yang sejiwa itu, tidak sedikit yang memiliki kualitas pemerintahan di bawah rata-rata. Mereka punya keinginan, tetapi tak punya cukup kemampuan untuk mendukung setiap gerak pemerintah pusat.

Bagi siapa pun pemegang kekuasaan negara ini, dua hal menyangkut pemerintah daerah itu tentu saja merisaukan. Presiden Joko Widodo pun tampaknya sudah mulai dihinggapi kerisauan itu, terutama saat ini, pada saat ia dan jajarannya sedang berusaha keras meloloskan negara dari belitan problem ekonomi terkini.

Di tengah derasnya paket-paket kebijakan yang dirilis untuk menyelamatkan perekonomian dan menumbuhkan investasi, rupanya masih terselip rasa khawatir bahwa kebijakan-kebijakan itu hanya akan berhenti menjadi agenda pemerintah pusat dan tidak menjadi prioritas pemerintah daerah.

Itu sebabnya, dalam rapat kerja pemerintah di hadapan 667 kepala daerah di Istana Negara, Rabu (21/10), Presiden sampai harus mengingatkan kembali pentingnya pemerintah daerah untuk selaras dan mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan pusat. Ia menyebut berbagai kebijakan yang diterbitkan pusat terkait dengan investasi bertujuan menarik lebih banyak modal masuk ke daerah-daerah.

Karena itu, tidak semestinya daerah tidak mendukung. Memang bakal tidak terbayangkan kacaunya ketika sebuah terobosan kebijakan pusat yang dinilai gemilang ternyata majal di daerah. Ambil contoh proses perizinan investasi di kawasan industri yang oleh pusat sudah ditekan habis menjadi hanya 3 jam.

Itu tidak akan ada artinya bila di daerah prosesnya masih diputar-putar bagaikan melewati labirin. Atau ketika kebijakan pusat yang ingin mengubah kultur dan fundamen ekonomi dari bertumpu pada konsumsi dan ekspor bahan mentah beralih ke produksi, dari konsumsi ke investasi, dan dari konsumsi ke industri ternyata tak didukung oleh kebijakan serupa di daerah.

Bagus di atas, tapi menjadi lembek karena minimnya dukungan di bawah. Karena itu, peringatan dari Presiden sudah selayaknya didengar dan dipatuhi kepala daerah. Pusat, di satu sisi, memang berkewajiban memberikan pelatihan, pendampingan, dan asistensi terutama kepada daerah yang memiliki kendala teknis.

Pemerintah pusat juga mesti terus memperbaiki koordinasi dengan pemerintah agar tetap seirama. Namun, di lain sisi, bukan hal yang berlebihan pula jika daerah yang jelas-jelas tak memberikan sokongan terhadap kebijakan pusat diberi teguran, bahkan sanksi tegas. Sanksi itu, misalnya, pemotongan anggaran pusat untuk daerah.

Bagaimanapun setiap kebijakan, termasuk paket kebijakan ekonomi jilid I hingga V, tidak akan punya dampak apa-apa bila implementasinya di lapangan mejan. Seluruh organ pemerintah mesti dipastikan untuk mendukung demi merealisasikan kebijakan-kebijakan tersebut, tak terkecuali pemerintah daerah. (*/jdz)

Foto : Rapet Pemerintah Pusat dengan seluruh Kepala Daerah di Jakarta, Rabu pekan lalu, yang dipimpin Presiden Joko Widodo.