Kupang, mediantt.com – Keunggulan Sabu Raijua yang mulai dikelolah oleh Bupati Marthen Dira Tome, terus diperkenalkan dan mendapat perhatian serius sejumlah kalangan. Hal yang sama juga beberkan secara gamblang oleh Bupati Dira Tome ketika menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada Seminar Nasional tentang “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Daerah, serta Pengarusutamaannya dalam Kebijakan Pembangunan Nasional dan Daerah”, yang digelar Undana di Hotel Naka, Selasa (4/10).
Di hadapan para pakar dan akademisi, Bupati Dira Tome memaprkan apa saja yang telah dilakukan oleh Pemda Sabu Raijua agar masyarakat di Pulau semi arit itu bisa survive. Ia mencontohkan, pembangunan embung dalam jumlah yang cukup banyak di Sabu Raijua adalah langkah mengantisipasi kekeringan sekaligus menyaipkan air bagi pertanian.
“Apa yang kami bikin di Sabu Raijua karena memang sudah demikian kondisi kami yang ada di sana. Jika itu dikatakan sebagai upaya mitigasi terhadap perubahan iklim, itulah yang kami lakukan. Kami saat ini sedang bekerja dimana orang lain masih memeikirkan tentang perubahan iklim itu sendiri,” kata Cagub NTT 2018 ini, seperti dilansir seputarntt.com.
Contoh lain,sebut dia, adalah tentang pembangunan tambak garam di Sabu Raijua. Banyak orang yang menganggap bahwa kamarau panjang dengan panas yang menyengat adalah sebuah hukuman. Tapi bagi Dira Tome, panas yang diberikan Tuhan saat musim kemarau adalah berkat tersendiri.
“Ingat bahwa Sabu Raijua bukan pulau kutukan karena kondisi alamnya yang kering. Negeri ini hanya akan memberikan kesejahteraan bagi mereka yang mau bekerja keras dan sebaliknya akan memberikan kutukan dan penderitaan yang berkepanjangan bagi mereka yang malas bekerja. Tuhan menciptakan setiap pulau dengan potensinya masing-masing, tugas pemerintah bagimana menemukan sidik jari Tuhan Allah lewat potensi yang tersembunyi kemudian diolah untuk kepentingan rakyat,” tandas Dira Tome.
Menurut dia, ada tiga potensi yang dikelola di Pulau Raijua yakni garam, rumput laut dan penangkapan ikan. Untuk garam dan rumput laut, kata Marthen, pemerintah telah mengurusnya dari hulu ke hilir dengan cara membangun pabrik pengolahan sehingga akan memberi nili tambah bagi masing-masing produk. Dengan demikian petani rumput laut akan terlepas dari cengkraman para lintah darat yang selama ini bermain harga rumput laut. Demikian juga dengan garam. Jangan pernah ragu memproduksi garam sebab kebutuhan garam nasional mencapai 3 juta ton per tahun dan itu hanya ditutup dengan impor dari Cina, Australia dan India.
“Pertanyaanya kenapa tidak dari Sabu Raijua kenapa tidak dari NTT. Kenapa uang-uang tersebut harus dibawa keluar negeri kenapa tidak dibawa saja ke Sabu atau NTT,” kata Dira Tome
Untuk penangkapan ikan, terang Dira Tome, pemerintah akan menggunakan teknologi sehingga nelayan bukan lagi pergi mencari ikan tapi pergi mengambil ikan. “Dengan teknologi kita buat laut menjadi sempit dan tidak berdaya lagi menyembunyikan isi perutnya. Untuk itu saya minta masyarakat jangan pesimis, Tuhan punya rencana yang indah untuk Sabu Raijua dan NTT pada umumnya,” kata Dira Tome.
Sementara itu, Rektor Undana, Fred Benu saat membuka seminar itu mengatakan, saat ini telah terjadi perubahan iklam yang mengkhawatirkan akibat dari pemanasan global yang sedang terjadi, dan akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia.
“NTT terkenal sejak dulu sebagai provinsi batu bertanah, bukan tanah berbatu, panas dan kering. Tapi kita sebagai orang NTT sudah terbiasa dan mengadaptasi diri. Namun perubahan iklim sekarang dengan durasi hujan yang lebih minim dan pendek membuat tiga tahun terakhir NTT kekurangan panen di bidang pertanian, perikanan dan peternakan. Karena itu kita sebagai masyarakat harus bisa mengadaptasi diri sesuai dengan perubahan iklim,” jelas Fred Benu. (jdz)
Ket Foto : Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome, menerima bingkisan dari Rektor Undana Prof Agus Benu, disaksikan Kepala Bappeda NTT, usai menjadi pembicara utama dalam seminar nasional di Hotel Naka, Selasa (6/10).