Oleh Tony Kleden
Bakal calon (Balon) Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT pada hari pertama pembukaan pendaftaran, Selasa (27/8/2024).
Pasangan dengan sandi politik Melki-Johni ini didukung 11 partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Jumlah kursinya lumayan gemuk, 36 dari 65 kursi di DPRD NTT. Sementara yang disyaratkan oleh aturan sebanyak 13 kursi.
Kursi sebanyak lebih dari setengah anggota DPRD NTT ini datang dari Golkar 9 kursi, Gerindra 9 kursi, Demokrat 7 kursi, PSI 6 kursi, Perindo 1 kursi, PAN 4 kursi. Kekuatan ini ditambah lagi dengan dukungan partai-partai non seat, yakni Partai Garuda, Partai Gelora, Partai Prima dan PKN. Hingga hari terakhir pendaftaran hanya tiga pasangan bakal calon yang mendaftar. Jadilah, Pilgub NTT menghadirkan 3 pasangan calon.
Konfigurasi usungan dan dukungan partai-partai ini perlu diangkat dan diberitahu tidak terutama untuk menunjukkan peta kekuatan ketiga pasangan calon. Lebih jauh dari itu, dukungan ini memperlihatkan apa implikasi, apa untungnya dan apa dampaknya untuk pemimpin NTT lima tahun ke depan.
Melki-Johni didukung 11 partai dengan kekuatan 36 kursi, plus beberapa partai non seat. Motor utamanya Golkar dan Gerindra, dua dari tiga partai di urutan tiga besar hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Melki Laka Lena tampil sebagai sosok yang sangat kuat mengakar di Partai Golkar. Saat ini anak muda kelahiran 10 Desember 1976 ini, Ketua DPD I Golkar NTT dan juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI (2019-2024). Pada kepengurusan Golkar 2024-2029, Melki dipercayakan untuk duduk sebagai salah satu Wakil Ketua Umum DPP Golkar. Posisi ini sungguh jelas memperlihatkan betapa kuatnya kaki Melki di partai beringin itu.
Sementara Johni Asadoma adalah purnawirawan jenderal bintang dua di korps baju coklat. Johni punya segudang pengalaman, baik nasional maupun internasional, saat masih aktif. Jabatannya yang paling dikenal dan dikenang orang NTT adalah Kapolda NTT. Jika Melki dari Golkar, maka Johni Asadoma memegang Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Gerindra.
Nah, dua partai utama ini, berikut 9 partai dengan raihan kursi plus beberapa partai non seat menegaskan apa maknanya jika NTT dipimpin Melki-Johni lima tahun ke depan.
Perlu diketahui, untuk Pileg 2024 Golkar keluar sebagai pemenang kedua dengan raihan kursi sebanyak 102. Capaian ini cuma terpaut 8 kursi dengan perolehan 110 kursi milik PDIP sebagai pemenang pertama. Sedangkan Partai Gerindra sebagai pemenang ketiga mendulang 86 kursi.
Raihan kursi di partai-partai lain di KIM Plus ikut memperkuat posisi Melki-Johni. Dengan tambahan 48 kursi dari PAN dan 44 dari Demokrat, maka duet Melki-Johni mempunyai modal dukungan politik di DPR RI sebanyak 280 kursi. Jumlah ini nyaris setengah dari total anggota DPR RI sebanyak 580 kursi.
Meski berada di urutan ketiga perolehan kursi DPR RI, posisi Gerindra di pusat juga sangat kuat. Itu karena kursi presiden direbut Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto. Dengan hasil pileg seperti ini, kursi Wakil Ketua I DPR RI akan dipegang kader Golkar dan Wakil Ketua II jatuh ke tangan kader Gerindra.
Angka-angka torehan kursi di DPR RI ini cuma bilangan numerik. Tetapi makna, implikasi dan terutama manfaat di baliknya untuk kepentingan NTT sungguh sangat besar dan sarat makna.
Hasil pileg ini bakal memperlihatkan seperti apa wajah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Pastilah, jajaran menteri dan pejabat negara banyak diberikan kepada partai yang tergabung dalam atau berafiliasi dengan KIM Plus. Pimpinan komisi-komisi di DPR RI tentu juga banyak yang dipegang partai-partai di KIM Plus. Dengan kekuatan dan modal politik seperti ini, Melki-Johni tentu akan mudah membawa dana-dana dan proyek-proyek pembangunan ke NTT.
Kita tahu kondisi NTT, terutama kondisi keuangan NTT, lagi tidak enak-enak. Pemerintahan sebelumnya mewarisi utang sekitar Rp 1 triliun lebih. Ini utang pinjaman dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur). PT SMI adalah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur. Dia lembaga keuangan resmi di bawah Kementerian Keuangan untuk membantu pembangunan infrastruktur daerah-daerah yang kesulitan dana.
Artinya, tidak salah Pemda NTT pinjam uang di PT SMI. Uang pinjaman itu toh dipakai untuk pembangunan infrastruktur di NTT. Hasil pinjaman ini sudah terlihat di banyak tempat di NTT, yakni pembangunan ruas jalan provinsi. Ini sungguh bagus, bermanfaat dan mulai dirasakan banyak orang. Pemda NTT tidak punya uang cukup untuk membangun infrastruktur jika dan hanya jika mengandalkan dana APBD. Apalagi APBD kita, juga di kabupaten-kabupaten di seluruh NTT, lebih dari 90 persen mengandalkan kemurahan pemerintah pusat melalui dana-dana transferan.
Yang jadi soal adalah pengembalian dana pinjaman itu. Mulanya Pemda NTT berencana mengembalikan dana pinjaman itu antara lain dengan dana hasil pendapatan asli daerah (PAD). Ternyata skenario ini tidak sesuai yang diharapkan. PAD NTT anjlok bersamaan dengan hantaman Covid-19. Tambah merepotkan lagi, pinjaman ini dikembalikan hingga tahun 2028 sesuai perjanjian.
Pertanyaan bodohnya adalah ini. Gerangan siapa yang mau pimpin NTT dengan beban utang senilai ini empat tahun ke depan? Jika biaya-biaya pembangunan NTT lebih banyak mengandalkan dana pemerintah pusat, gubernur-wakil gubernur seperti apa yang harus pimpin NTT lima tahun ke depan?
Kondisi minor seperti ini sangat disadari Melki Laka Lena ketika dia ditugaskan Partai Golkar maju merebut kursi Gubernur NTT 2024-2029. Kesadaran yang sama juga ada dalam diri Johni Asadoma ketika mulanya dia turun ke semua kabupaten mensosialisasikan diri maju sebagai bakal calon gubernur.
Jika ingin nyaman, pastilah Melki Laka Lena tidak bakal maju bertarung di Pilgub NTT. Sudah berlelah-lelah mendulang suara lumayan dan bahkan ikut menggendong satu kursi Golkar ke DPR RI, Melki rela tinggalkan kursi empuk itu. Tetapi Melki tidak ego. Dia tidak mau berada di zona nyaman dengan kembali ke DPR RI untuk periode kedua. Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu ‘diperintahkan’ partai untuk maju di Pilgub NTT.
Sebagai kader partai, Melki patuh pada penugasan partai. Melki tinggalkan Senayan dan kembali ke NTT. Patuh pada penugasan partai, itulah jiwa korsa seorang politisi. Dalam rumusan tegas, pilihan untuk maju bertarung merebut kursi Gubernur NTT bagi Melki bukan opsional, tetapi imperatif. Bukan pilihan, tetapi perintah.
Publik NTT sangat tahu, kepatuhan Melki pada penugasan partai itu sudah dibuktikan dengan kinerja, kepedulian, perhatiannya sudah sejak dia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan. Lima tahun menjabat sebagai wakil rakyat NTT di DPR RI, Melki meninggalkan jejak karya yang luar biasa dan monumental. Puluhan puskesmas, puskesmas pembantu, Rumah Sakit Pratama, Rumah Sakit Pemerintah Pusat, balai latihan kerja (BLK) hadir di NTT. Jika dikonversi ke rupiah, nilainya menembus bilangan triliun.
Hasil kerja, kinerja dan kepeduliannya yang luar biasa ini, bagaimanapun juga, menempatkan Melki sebagai calon gubernur dengan popularitas dan elektabilitas paling tinggi oleh lima lembaga survei. Dipasang dengan Johni Asadoma sebagai bakal calon Wakil Gubernur NTT, duet ini juga menempati popularitas dan elektabilitas tertinggi. Jauh unggul dari nama-nama lain.
Duet Melki-Johni sudah resmi mendaftar di KPU NTT. Duet ini siap tempur merebut hati rakyat. Dengan modal politik yang sangat besar, Melki-Johni siap membangun NTT dengan dukungan dan modal politik di pemerintah pusat.
Ketika menerima amanah dari partai, Melki-Johni sadar sungguh ada agenda besar, penting dan urgen yang ditugaskan kepada mereka. Untuk kepentingan NTT, untuk kemajuan NTT, untuk pembangunan NTT duet Melki-Johni akan pasang dada.
Barak Obama (Presiden AS 2009-2017) bilang, Yes We Can, Melki-Johni ajak kita: Ayo Bangun NTT. (***)