Labuan Bajo, mediantt.com – Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya, tak peduli sama sekali dengan aspirasi masyarakat Manggaraui Barat, yang tak pernah henti berjuang menolak privatisasi Pantai Pede. Gubernur malah tetap ngotot dengan sikapnya bahwa Pantai Pede tetap dikelolah PT Sarana Investama Manggabar (SIM).
Padahal, Senin (1/2) lalu, sudah ada pertemuan koordinasi pembahasan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) dari PT SIM di Kantor BLHD Mangagrai Barat, yang melibatkan sejumlah elemen masyarakat, dengan tiga keputusan yang memberatkan PT.SIM untuk mengelolah Pantai Pede. Tapi, itu tadi, Gubernur Lebu Raya tetap bersikukuh Pantai Pede, di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar, dikelolah PT.SIM.
Kepada wartawan di Labuan Bajo, Jumat (5/2), Gubernur Lebu Raya mengatakan, Pantai Pede adalah tanah milik Propinsi NTT, jadi yang berhak menentukan kelolah atau tidaknya pantai tersebut adalah Pemerintah Propinsi, bukan orang lain.
“Seringkali saya tegaskan ulang-ulang, lahan itu milik propinsi. DPRD NTT sampai hari terus mendesak agar pemerintah propinsi mengoptimalkan lahan tersebut,” kata Lebu Raya.
Ditanya soal adanya penolakan dari elemen masyarakat di Mabar, Lebu raya mengatakan, sudah bertemu elemen masyarakat yang mendukung pembangunan di Pantai Pede, sementara yang menolak hanya sebagian elemen saja. “Tidak semua masyarakat Mabar menolak,” katanya.
Menurut dia, hanya segelintir orang saja yang menolak Pantai Pede dikelolah oleh PT SIM. “Orang-orang yang menolak tersebut tidak mewakili seluruh lapisan masyarakat. Pede akan dibangun pada tahun ini,” kata Lebu Raya.
Menanggapi sikap Gubernur NTT itu, Direktur Lembaga Sosial masyarakat (LSM) Sun Spirit for Justice and Peace, Ryan Nuhan kepada mediantt.com menegaskan, hasil rekomendasi seluruh elemen masyarakat dan Pemda Mabar yang diwakili oleh BLHD, Bappeda dan Dinas Pariwisata Mabar pada rapat Senin minggu lalu, bahwa dokumen PT SIM dikembalikan, dan menyelesaikan konflik pemanfaatan Pantai Pede antara Pemprov NTT, Pemda Manggarai Barat, dan semua lapisan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, segala perjanjian kerjasama dengan pihak lain harus ditinjau kembali.
Menurut dia, jika Gubernur NTT Fransiskus Lebu Raya masih bersikukuh, maka Gubernur selaku kepala pemerintah propinsi berhadapan langsung dengan masyarakat saja. “Jangan hanya bertemu dengan beberapa orang yang mengaku mendukung,” kata Ryan Nahun.
Sementara itu, perwakilan Keuskupan Ruteng, Romo Robert Pelita,Pr saat dikonfirmasi via ponsel menjelaskan, pada prinsipnya sikap dari Keuskupan Ruteng bahwa seruan Sinode III tahun lalu di Ruteng yakni Pede tetap dijadikan ruang publik, apalagi kota Labuan Bajo dan sekitarnya, satu-satunya ruang publik yang tersisa hanya Pantai Pede.
Menurut Rober Pelita, dengan adanya penolakan dari masyarakat, maka pemerintah tidak semerta-merta mengambil sikap secara sepihak. Gubernur NTT terlebih dahulu menyelesaikan konflik antara pemerintah dan masyarakat. “Setelah menyelesaikan konflik tersebut, baru pemerintah membangun pantai tersebut. Yang terjadi sampai hari ini, Gubernur belum menyelesaikan konflik antara pemerintah dan masyarakat,” kata Rober Pelita, mengingatkan. (satria)
Foto : Pantai Pede, yang akan diprivatisasi.