Honorer di Tolikora mwnggelar demo menuntut diangkat jadi tenaga kontrak.
KARUBAGA, mediantt.com – Para honorer yang bekerja di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolikara mengeluhkan nasibnya yang hingga kini belum diangkat sebagai tenaga kontrak (K2). Padahal, mereka sudah bekerja dalam durasi waktu lima hingga sepuluh tahun.
Para honorer di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karubaga memalang gerbang rumah sakit daerah itu sebagai ungkapan kekesalan karena nama mereka tidak diakomodir sebagai tenaga kontrak. Mereka meminta pihak kementerian terkait dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan turun ke Tolikara agar nasib mereka terselamatkan.
“Kami minta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Bapak Abdullah Azwar Anas, Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Bapak Velix Wanggai, dan DPRD Tolikara membantu kami honorer yang sudah bekerja selama ini namun belum diangkat. Kami malah dipingpong ke sana ke mari dan para pejabat terkait terkesan cuci tangan,” ujar Julitha Mathelda Wacano, honorer di Dinas Perumahan Kabupaten Tolikara sejak 2016.
Julitha mengatakan, ia sudah bekerja sebagai honorer K2 di bagian Sekretariat Dinas Perumahan Tolikara sejak tahun 2016 dengan Surat Keputusan Bupati Usman Wanimbo hingga tahun 2024. Namun, kini nasibnya tidak menentu karena namanya tidak tercantum dalam daftar honorer yang diangkat di bagian kepegawaian.
“Saya sendiri sudah bekerja delapan tahun dan nama saya sudah dikirim ke Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi tetapi nama saya hilang. Malah ada teman saya paling lama bertahan sebagai honorer tetapi namanya tidak lulus juga,” kata Julitha Mathelda.
Sedangkan Yalison Wanimbo, honorer di RSUD Karubaga meminta agar perekrutan K2 honorer di lingkungan Pemda Tolikara harus diusut tuntas, terutama panitia pengangkatan karena terlihat pengangkatan sarat kolusi dan nepotisme. Bahkan dugaan kuat terjadi penyelewengan kewenangan dan pelanggaran administrasi serta kode etik berpemerintahan.
“Kami minta agar pimpinan dan anggota DPRD Tolikara segera membentuk tim investigasi agar nasib honorer yang adalah rakyatnya tidak dikorbankan oleh ulah oknum tertentu di tubuh pemerintah dengan niat menyusahkan honorer. DPRD Tolikara mesti bicara demi honorer, rakyat yang juga diwakilinya,” ujar Yalison kepada Odiyaiwuu.com dari Karubaga, Papua Pegunungan, Kamis (29/8).
Menurut Yalison, honorer di lingkungan Dinas Kesehatan khususnya RSUD Karubaga dan 25 Puskesmas di Tolikara ada yang bekerja lebih dari sepuluh tahun. Namun, saat pengumuman hanya lima honorer yang lulus. Karena itu, para honorer ini protes dan membuat rumah sakit lumpuh.
“Ada ibu yang hendak melahirkan di rumah sakit tetapi ditolak. Banyak Puskesmas di beberapa distrik juga dipalang sehingga tidak ada pelayanan. Kami tahu siapa yang selama ini bekerja sebagai honorer tetapi tiba-tiba banyak nama yang entah dari mana datang malah dinyatakan lulus. Bahkan banyak orang yang keluyuran di jalan-jalan malah mereka yang lulus. Kami sangat kecewa karena petugas kami yang siaga 24 jam malah tidak lulus,” ujarnya.
Yalison juga mendesak DPRD Tolikara secara kelembagaan segera membentuk tim pencari fakta guna untuk menelusuri proses rekrutmen honorer dan memanggil pihak-pihak terkait terutama Penjabat Bupati Tolikara, Kepala BKPSDM dan tim perekrutan lalu menggelar rapat dengar pendapat agar nasib honorer menjadi jelas karena menyangkut kelangsungan hidup keluarga para honorer.
“DPRD Tolikara jangan merasa kasus ini biasa. Kasus ini pelanggaran luar biasa sehingga perlu dibuka untuk mengantisipasi pelanggaran formasi berikut. Kami lihat ada yang aneh karena pengumuman tenaga honorer K2 dilakukan ketika perhatian publik sedang diarahkan dalam proses pendaftaran bakal calon kepala daerah Tolikara. Menurut saya ini strategi konyol dengan modus meredam aksi protes ASN dan honorer yang tidak puas,” katanya.
Bahkan, ujar Yalison, kuat dugaan ada sejumlah oknum yang licik mengeluarkan formasi pengumuman K2 di tengah hiruk-pikut tahapan Pilkada agar kebusukannya tidak tercium masyarakat luas, termasuk honorer. Karena itu, proses rekrutmen honorer K2 di lingkup Pemkab Tolikara harus diusut tuntas, terutama kepada panitia yang terlibat di dalamnya.
“Sekali lagi, banyak honorer yang selama bertahun-tahun bekerja tidak lulus. Di sisi lain, hampir sebagian besar wajah baru yang tidak pernah bekerja sebagai honorer malah lulus. Ada dugaan terjadi kolusi dan nepotisme dalam perekrutan dan penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya. (*/jdz)