Jangan Jadikan Rumah Ibadah Sarana Provokasi dan Kebencian

oleh -20 Dilihat

KUPANG – Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, mengatakan, Vihara dan tempat ibadah lainnya harus menjadi tempat untuk menyebarkan kabar gembira dan sukacita. Artinya, tempat-tempat suci tersebut harus menjadi wadah bagi tumbuhnya benih toleransi, kebenaran dan kebaikan.

“Jangan jadikan tempat ibadah sebagai sarana untuk menyebarkan provokasi dan kebencian,” kata Gubernur Frans Lebu Raya pada Peletakan Batu Pertama Pembangunan Vihara Pubbaratana di Belo, Kupang, Kamis (15/6).

Menurut Lebu Raya, sebagai pemimpin daerah, ia memiliki kewajiban untuk mengayomi semua pemeluk agama. “Saya meyakini bahwa semua agama mengajarkan kebenaran dengan cara yang berbeda. Perbedaan merupakan suatu kenyataan dasariah yang mesti diterima oleh siapa saja. Untuk menjebataninya, kita perlu membangun dialog yang tulus secara terus-menerus. Kita harus terus mengupayakan dan menghadirkan kerukunan dan kedamaian agar NTT tetap menjadi Nusa Terindah Toleransi,” ajak Lebu Raya, sembari mengungkapkan kembali komitmen Pemerintah Provinsi  bersama Forkompinda NTT untuk menolak HTI, FPI serta ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Sejalan dengan itu, Tokoh Agama Budha Indonesia, Budi Setiawan dalam sambutannya mengungkapkan, Vihara yang akan dibangun tersebut akan menjadi tempat ibadah serta tempat pengembangan moral, spiritual, serta budi pekerti bagi umat Budha.

“Vihara yang mungil ini harus bisa melahirkan orang Budha yang patuh terhadap hukum, punya semangat toleransi serta menjalani hidup yang bermanfaat bagi orang lain. Bangunlah komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar demi menjaga semangat kebersamaan,” pinta mantan Kapolda Bali itu, dan berharap Vihara tersebut menjadi ikon baru di Kota Kupang.

Kepala Kantor Kementerian Agama NTT, Marselinus Sarman mengungkapkan, jumlah umat Budha di NTT seturut data terakhir hanya sekitar 606 jiwa  (0,03%), yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-NTT.

“Pembangunan Vihara ini merupakan sebuah kehormatan dan kenangan yang berharga bagi umat Budha. Peristiwa hari ini pantas dicatat dengan tinta emas oleh seluruh umat Budha di NTT untuk terus memupuk semangat kebersamaan,” jelas Sarman.

Ia menambahkan, di Maumere dan Atambua memang ada Vihara, namun sifatnya  sementara atau privat yang  diperuntukan bagi pemiliknya sendiri. Ketua Magabudhi (Majelis Agama Budha Theravada Indonesia) NTT, Indra Efendi dalam laporannya mengungkapkan, walaupun jumlah umat Budha di NTT sangat sedikit namun mereka sungguh diperhatikan dan dihargai sama seperti pemeluk agama lainnya.

“Tahun 2015, kami adakan acara Waisak Bersama pertama kalinya di Kota Kupang dan NTT. Gubernur NTT terlibat aktif dan hadir. Tanah ini juga merupakan hibah dari Pemerintah Kota Kupang. Kami sungguh merasa  dihargai. Vihara ini merupakan Vihara pertama bagi seluruh umat Budha di NTT serta  dinamai Pubbharatana yang berarti permata dari timur. Tempat ini nantinya akan menjadi sarana dan prasarana untuk belajar agama Budha lebih intensif untuk memupuk kebajikan,” jelas Indra. (hms/jdz)