Jeritan Petani Desa Bena; 8 Tahun Ratusan Hektare Sawah Terlantar

oleh -20 Dilihat

Ilustrasi

BENA – Kalangan petani Desa Oebelo di kawasan Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, mengeluh bahkan menjerit karena sudah sekitar delapan tahun
sedikitnya 450 ha lahan sawah mereka tidak bisa diolah atau terpaksa ditelantarkan begitu saja. Bahkan sebagai areal potensial dan subur itu sudah dirimbuni jenis pohon kom atau dikenal juga bernama pohon duri.

Keluhan itu disampaikan antara lain oleh Daniel Seo dan Bernadus Isu, dua tokoh masyarakat Desa Oebelo di kawasan Bena, saat bertatap muka dengan Emi Nomleni dan Inche Sayuna, masing masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPRD NTT, di Oebelo, Kamis (10/9/2020) siang.

Kunjungan dua politisi perempuan itu didampingi langsung Bupati TTS, Epy Tahun bersama stafnya. Keluhan kedua tokoh tersebut menguatkan laporan Kepala Desa Oebelo, Estakius Leonard, ketika mengawali tatap muka terdebut.

Camat Amanuban Selatan, John Asbanu menjelaskan, ratusan hektar sawah di Desa Oebelo dan sekitarnya sejak lama berfungsi ganda. Seiring musim hujan, bentangan sawah ditanami padi. Lalu, ketika musim kemarau ditanami semangka dan berbagai jenis sayuran. Namun selama delapan tahun belakangan, areal sawah sekitar 450 ha itu terpaksa ditelantarkan begitu saja. Itu terjadi akibat kesalahan pembangunan proyek normalisasi Sungai Noemuke di bagian hulunya.

“Ada kesalahan teknis bangunan hingga air tidak bisa lagi mengalir melalui mulut bendungan. Kesalahan itu hingga sekarang belum diperbaiki. Akibatnya ratusan areal sawah sejauh ini kekeringan” jelas John Asbanu.

Segera tuntaskan

Inche Sayuna berjanji akan mendesak pemerintah setempat segera menormalkan kembali alur sungai Noemuke. Tujuan utama yang harus menjadi priotitas adalah agar air segera mengalir melalui mulut bendungannya hingga kembali menggenangi sekitar 450 ha sawah milik para petani di Desa Oebelo. “Saya tahu APBD NTT tahun 2021 mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk infrastruktur. Akan diusahakan agar ada bagian dari alokasi itu untuk normalisasi Sungai Noemuke sekalian mengairi areal sawah di Oebelo,” janji Inche Sayuna.

Hal senada disampaikan oleh Emi Nomleni. “Kami sebagai wakil rakyat tidak memiliki program. Yang punya program itu pimpinan eksekutif. Kunjungan kerja kami antara lain mengontrol program pemerintah yang sudah disepakati bersama legislatif. Termasuk normalisasi Kali Noemuke akan diperjuangkan hingga areal sawah di Oebelo dan sekitarnya kembali diairi dan kembali diolah seperti sedia kala,” kata Emi Nomleni.

Bupati TTS Epy Tahun pun berjanji akan memberi perhatian prioritas untuk perbaikan mulut bendungan hingga secepatnya areal sawah di Oebelo kembali diari dan diolah oleh para pemiliknya. Namun mendahului proyeknya, para petani diminta secara manual menebangi tegakan pohon kom/duri yang sudah merimbuni sebagian areal sawah di Oebelo.

Kebanggaan TTS

Kunjungan kerja dua pimpinan DPRD NTT secara bersamaan ke kawasan Bena dan sekitarnya, Kamis, terasa mengembuskan kebanggaan mendalam bagi warga TTS. Sebagai contohnya, di setiap titik yang disinggahi – meski berdekatan – selalu didahului dengan penyambutan secara adat Timor, yang disebut “natoni”. Juga diikuti pengalungan kain atau selendang hasil tenunan perempuan Timor.

Kebanggaan melalui penyambutan hangat itu bisa dimaklumi karena dua pimpinan DPRD NTT, Emi Nomleni dan Inche Sayuna sama sama asal TTS.

Emi Nomleni adalah politisi PDI Perjuangan. Sedangkan Inche Sayuna adalah politisi Golkar. Kini, Emi juga sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan NTT, sementara Inche Sayuna sebagai Sekretaris DPD Golkar NTT.

“Mewakili seluruh rakyat TTS, saya berkali kali memanjatkan rasa syukur sekalian rasa bangga karena dua perempuan terbaik TTS kali ini menjadi pimpinan DPRD NTT. Keduanya boleh beda partai, tapi selalu bersama saat kunjungan kerja. Lebih dari itu, keduanya selalu kompak mengurus daerah kelahirannya, TTS,” begitu komentar Epy Tahun. (fs/jdz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *