KUPANG – Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras perilaku oknum aparat yang disinyalir membackup preman-preman dalam peristiwa kekerasan yang dialami oleh masyarakat di Desa Besipae, Timor Tengah Selatan (TTS), terkait masalah agraria.
“Peristiwa ini menambah rentetan panjang penyelesaian masalah agraria yang selalu berujung dengan kekerasan, dan menempatkan rakyat sebagai korban,” demikian pernyataan PGI yang diterima di Kupang, Jumat (16/10).
Majelis Pekerja Harian PGI sangat menyesalkan bahwa kehadiran negara yang seharusnya melindungi masyarakat, malah menghadirkan aparat keamanan yang cenderung bersikap represif, mengintimidasi masyarakat demi kepentingan korporasi.
“Diperlukan mediasi, bukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik agraria di Besipae,” tulis PGI dalam suratnya yang diteken Humas PGI Philip Situmorang.
PGI meminta tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah untuk melindungi masyarakat, dan seluruh tumpah darah Indonesia tanpa terkecuali, termasuk masyarakat Besipae.
PGI menuntut Pemerintah untuk menindak tegas para preman yang melakukan tindak kekerasan, serta memberikan sanksi tegas kepada aparat yang ada di tempat namun membiarkan kekerasan berlangsung yang menimbulkan penderitaan kepada perempuan dan anak yang berupaya mempertahankan hak mereka.
Humas PGI Philip Situmorang yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengharapkan Pemerintah Provinsi NTT dapat menyelesaikan masalah di Besipae dengan jalan dialog yang lebih bermartabat.
“Sehubungan dengan pokok permasalahan agraria yang ada di Besipae, PGI berharap Pemerintah Provinsi NTT dan instansi terkait dapat menyelesaikannya dengan jalan dialog yang bermartabat,” katanya.
Sesuai dengan hukum yang berlaku, PGI akan terus mendukung semua langkah dan upaya pemerintah, untuk tetap berdiri di atas konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adil dan beradab, seraya terus mendukung upaya masyarakat memperjuangkan hak-haknya.
Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Timor Tengah Selatan AKBP Aria Sandy mengungkapkan bentrokan antarwarga yang pecah di Pubabu Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan Kamis (15/10) dipicu adanya provokasi yang dilakukan salah satu kelompok warga.
“Bentrok antarwarga kemarin itu bermula dari kelompok warga dengan 37 kepala keluarga di sana mendatangi warga pekerja lalu mulai memprovokasi,” katanya ketika dihubungi dari Kupang.
Aria Sandy mengatakan, setelah kejadian tersebut, pihaknya juga langsung berkoordinasi dengan pimpinan TNI-AD setempat untuk melakukan upaya pengamanan dan antisipasi konflik susulan.
Ia menyebutkan sekitar 20-an personel dari polres dan polsek telah disiagakan di lokasi untuk bersama-sama aparat TNI-AD melakukan pengamanan dan pencegahan.
“Jadi anggota masih tetap di sana untuk antisipasi, karena kalau warga yang lari itu muncul lagi maka bisa terjadi konflik susulan,” katanya. (ant)