KUPANG – Lebih dari 100 perempuan lintas agama di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD NTT.
Ratusan perempuan itu berunjuk rasa mengecam putusan Pengadilan yang memvonis dua tahun penjara terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Koordinator aksi yang juga Ketua Majelis Sinode Gereja Masehi Pendeta Mery LY Kolimon mengatakan, sebagai warga negara, pihaknya sangat menghormati proses hukum dan keputusan pengadilan. Namun ia melihat vonis tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang telanjang.
“Kami mengikuti seluruh proses pengadilan dan melihat bahwa keputusan hakim itu bertentangan dengan fakta-fakta persidangan, sangat kuat dengan intimidasi oleh tekanan massa dan kepentingan politik kelompok tertentu,” ujar Kolimon, Rabu (10/5/2017).
“Kalau hukum ditegakkan seadil-adilnya di negeri ini, maka Ahok semestinya dibebaskan. Karena itu kami menolak diam di hadapan ketidakadilan ini dan mengecam keputusan pengadilan itu,” tuturnya.
Menurut Kolimon, pihaknya membela Ahok bukan karena agama dan etnisitas ataupun alasan identitas primodial lainnya.
Namun pihaknya membela Ahok karena memang layak dibela, karena dalam carut marut kondisi Indonesia oleh korupsi, dia tampil sebagai pemimpin visioner, jujur, dan anti korupsi.
Kolimon menilai, pada diri Ahok ditemukan nilai-nilai pemerintahan yang baik. Selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ahok memperlihatkan komitmennya pada nilai nilai good governance.
Ahok, sambung Kolimon, telah memberikan teladan nilai dan standar pelayanan publik bagi seluruh Indonesia.
“Kami terus mendorong penegak hukum, dalam hal ini pengadilan dan kejaksaan untuk membela nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Peradilan tidak boleh tunduk pada intimidasi massa dalam proses hukum selanjutnya yakni banding dan kasasi,” terangnya.
Ia mengatakan, proses pengadilan dan Pilkada DKI Jakarta telah mencabik-cabik persatuan dan kesatuan masyarakat. Berbagai sentimen Sara dan pilihan politik telah menciptakan sekat-sekat dalam kehidupan masyarakat.
Karena itu pihaknya meminta kepada pemerintah dan seluruh masyarakat untuk membangun upaya pemulihan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Marilah kita pandang peristiwa ini sebagai ujian bagi kedewasaan berbangsa kita. Janganlah kita terpancing untuk melawan intimidasi dengan intimidasi dan kekerasan dengan kekerasan. Kita mesti merawat dan mempertahankan komitmen kita pada negara,” ucapnya.
Sejumlah pimpinan lembaga keagamaan dari MUI, GMIT, PHDI dan Buddha serta sejumlah organisasi masyarakat dan pemuda menghadiri demo tersebut.
Mereka pun dipersilahkan masuk ke dalam ruang rapat dan bertemu dengan Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno dan sejumlah Anggota DPRD NTT serta Wakil Gubernur NTT Benny Litelnoni. (kompas.com)
Ket Foto : Ratusan perempuan dari lintas agama di Nusa Tenggara Timur menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD NTT, Rabu (10/5/2017).