Kasus dugaan korupsi Awololong begitu terang benderang bermasalah, tapi proses hukumnya berbeliit-belit. Banyak tangan turut bermain ‘meredam’ kasus ini. Proyek TA 2018-2019 senilai Rp 6,8 miliar lebih itu, realisasi fisik nol persen dan realisasi anggaran 85 persen. Tapi Polisi begitu lamban bergerak. Ada apa? Ampera Kupang terus bergerak dengan caranya hingga Polda NTT telah menetapkan dua tersangka. Koq bisa begini proses hukum korupsi Awololong?
BEGITULAH komentar netizen yang adalah warga Lembata pencinta keadilan dan kebenaran ketika membaca berita “Ampera Desak Polda NTT Periksa dan Tahan Tersangka Korupsi Awololong” yang dilansir portal berita mediantt.com, 16 Januari 2021. Berita ini mendapat tanggapan beragam, baik netizen di Lemabta maupun diaspora, di grup BICARA LEMBATA NEW. Sedikitnya ada 30 komentar bernada mengecam kerja penyidik Polda NTT yang lamban, dan beragam persepektif dan harapan yang disampaikan secara lugas.
Putra Lembata diaspora di Kupang, Gabrie Suku Kotan, dalam komentarnya menulis; “Korupsi proyek Awalolong harus di proses tuntas. Kita harapkan Polda NTT profesional dalam penyidikan agar menemukan tersangka baru. Menurut saya, di pemerintah tidak harus tunggal tersangkanya. Korupsi itu memperkaya diri dan orang lain. Karena itu pada pemerintah dalam hal ini tidak cukup di PPK, tapi pasti secara berjenjang . Bahkan perlu dipertanyakan ketika ditetapkan di APBD II Lembata, proyek ini telah menjadi atensi mssyarakat yang sejak awal protes, baik dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tapi, bagi saya, Polda NTT tau kapan waktunya mendapatkan tersangka baru. Bravo Polda NTT”.
Ambe NL, nitizen lainnya berkata, (kasus) ini harus diproses sampai tuntas biar ada efek jerahnya. Tapi Gab Kotan menyangga, “Bukan kejar efek jerah, tapi kalau dibiarkan ada banyak pengikut koruptor lain yang merasa aman”. Rey Deden punya komentar lebh kritis. Ia malah mempertanyakan, mengapa (penyidik) Polda NTT harus ditekan dulu baru bertindak. Ada apa sebenarnya? Seharusnya, “Uangnya rakyat harus diusut tuntas,” kata Azman Syukyi.
Sementara itu, Marselinus Vande lebih keras berkomentar; “Polda (NTT) jngn mempermainkan hukum. Anda dibiayai oleh negara untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat. Kasus yang sudah terang benderang jangn dibuat rumit. Apa karena ada keterlibatan bupati di sana jadi mau dilindungi????” Lalu ditimpali lagi dengan komentar Opu Patra, “Masih ada lobi. Mereka urus yang PNS dapat pensiun dini, baru tetapkan tersangka. Mungkin begitu, cuma tebak jo om bos!”
Mathias Apelaby pun lebih kritis dengan protesnya. “Kok bisa begini proses hukumnya ?????? Jangan-jangan para pelaku sudah bermain dengan ilmu peletnya. Namun yang penting para pemerhati Lembata, khususnya adik-adik Ampera (Kupang) agar idesak terus itu dan jangan pernah putus asah demi Lewotana. Lembata ini banyak sekali proyek-proyek yang mangkrak. Kalau kasus Awololong saja ini tidak bisa ada kepastian hukumnya, bagaimana dengan kasus-kasus yang lain. Hajar terus sebelum periode ini berakhir. Kami mohon juga kepada para anggota DPRD Lembata agar benar bersikap. Jangan karena sebagai partai pengusung atau karena kedekatan emosionalnya, anda-anda TUTUP MATA DENGAN JARI- JARI TERBUKA . Parah kalau sudah begini”.
Nitizen lain Pa Ming berkata; “Pertanyaannya adalah sudah ada penetapan dua tersangka koq tapi tersangkanya masih berkeliaran bebas di sana sini. Ada apa sebenarnya? Apa para tersangka ini jadi ATM hidup kah? Sekedar bertanya saja”. Heri Tanatawa Lewotolok pun menyela; “Penegak hukum di NTT ni menjadi tanda tanya besar??? Sudah ada tersangka kok kenapa tidak segera dipeoses? Ini yang masyarakat tidak curiga gimana??
Sementara Koban Ferry Koban berkomentar; “Beginikah wajah penegakan hukun di NTT? Mabes Polri tolong cek bawahan yang diduga main-main dengan perkara korupsi!! Poce Dudeng juga bilang; “Katanya awal Januari (2021) diperiksa, e ternyata di pulangkan dan bekerja seperti biasa. Beginikah penegakan hukum di NTT! Adoh masyarakat mau bilang apalagi ni”. Azman Syukvi menyambung lagi; “Poda (NTT) nunggu kucing bertanduk baru diproses”.
Yoseph Banin berkomentar lain lagi. Ia malah memberi semangat kepada Ampera Kupang untuk terus berjuang demi keadilan dalam kasus korupsi Awololong ini. Ia menulis, “Desak terus. Jamgan khawatir juga, karena hukum itu dimainkan perlahan-lahan juga bisa. 10 sampai 15 tahun juga bisa. Sekaligus menyita harta dan memiskinkan para koruptor itu”.
Mantan anggota DPRD Lembata yang kini berprofesi lawyer Vian Burin juga ikut berkomentar. “Pa Kapolda selamat hari minggu…Tuhan sedang menunggu langkahmu untuk membantu rakyat Lembata…..karena saat menjabat anda bersumpah atas nama Tuhan….” tulis Vian Burin di kolom komentar.
Untuk diketahui, Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek destinasi wisata di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata senilai Rp6.892.900.000. Dua tersangka itu adalah Silvester Samun selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkiel Tsazaro selaku kontraktor pelaksana.
“Statusnya sudah tersangka tapi belum ditahan, saat pemeriksaan baru ditahan,” kata Kanit II Subdit III Ditreskrimsus Polda NTT, AKP Budi Gunawan kepada pers, Senin (21/12/2020)
Menurut Budi Guna, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara. “Sejumlah dokumen kita sita dan 37 saksi kita periksa. Saat ini masih dua tersangka, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada penambahan tersangka,” katanya.
Kedua tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat (4) tahun penjara. (jdz)