Kupang, mediantt.com – Ada modus baru dalam kasus dugaan korupsi dana PLS tahun 2007 senilai Rp 77 miliar, dengan tersangka Marthen Dira Tome, yang saat ini sedang ditahan KPK. Tim kuasa hukum Dira Tome menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang berusaha mengalihkan kasus PLS ini. Pun, ada kepanikan yang sedang dipertontonkan KPK, yang terbukti dari upaya penyidik KPK memanggil tiga penasehat hukum Dira Tome untuk diperiksa. Padahal, pengacara atau advokat, tak bisa diminta keterangan bahkan tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata.
“Saya menilai tim penyidik KPK berupaya mengalihkan kasus kliennya (Dira Tome) dan tidak lagi fokus pada tindak pidana korupsi yang disangkakan terhadap MDT. KPK dianggap mengalihkan kasus PLS seolah-olah ada pihak yang menghalangi penyidikannya,” kata Keta Tim Kuasa Hukum Dira Tome, Johanes Daniel Rihi kepada wartawan, Selasa (22/11), seperti dilansir nttsatu.com.
Karena itu, ia berharap lembaga antirasuah itu fokuskan perhatian pada penyidikan kasus PLS. “Jangan sengaja mengalihkan perhatian seolah-olah ada yang menghalangi. Kalau tidak mampu, katakana sejujurnya bahwa tidak mampu mengungkapkan kebenaran kasus tersebut. Jangan habiskan uang negara,” kritik John Rihi.
“Saya harap KPK fokuskan perhatian pada penyidikan kasus ini. Jangan sengaja mengalihkan perhatian seolah-olah ada yang menghalangi. Kalau tidak mampu, katakan sejujurnya bahwa tidak mampu menggungkapkan kebenaran kasus ini. Jangan habiskan uang negara,” tandasnya.
Ditanya soal kesiapan dirinya jika dipanggil KPK untuk diperiksa karena dianggap menghalangi pemeriksaan saksi, John Rihi mengaku sudah menerima surat panggilan dari penyidik KPK, dan siap diperiksa pada Selasa, 29 November 2016.
“Sebagai warga negara yang taat hukum, kalau dipanggil saya akan datang dan siap memberikan keterangan. Demi tegaknya hukum dan suatu kebenaran saya akan sampaikan apa adanya. Dan untuk membela pak Dira Tome, saya siap apapun yang terjadi, karena saya kawal perkara itu dari awal dan saya tahu beliau tidak bersalah,” tegas John Rihi.
Bukti Kepanikan
Sementara itu, pengacara senior di Jakarta, Petrus Bala Pattyona menilai, pemanggilan terhadap tiga penasehat hukum tersangka Marthen Dira Tome untuk dimintai keterangan, dengan dugaan menghalang-halangi penyidikan, jelas menunjukkan kepanikan KPK akan terbongkarnya kasus lain yang berkaitan dengan oknum KPK dalam penyidikan.
Pattyona menegaskan, dari segi UU Advokat yakni UU Nomor 16 Tahun 2003, advokat sebagai penegak hukum tidak dapat dimintai keterangan sepanjang menjalankan tugas pembelaan sesuai undang-undang dan tidak dapat dituntut di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 16 Undang-undang Advokat, soal kekebalan advokat dan sejalan putusan Mahkama Konstitusi (MK), bahwa seorang advokat tidak dapat dituntut karena menjalankan tugas pembelaan.
Menurut advokat senior asal Lembata ini, pemanggilan advokat oleh KPK jelas melanggar Undang-undang, sebab Advokat sebagai penegak hukum tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata. “Inilah yang disebut imunitas atau kekebalan advokat dalam menjalankan profesinya,” kata Pattyona.
Selain itu, sebut dia, advokat tidak dapat dimintai keterangan atas infirmasi yang disampaikan oleh kliennya karena dilarang oleh etika profesi sebagai rahasia jabatan.
Tiga kuasa hukum MDT yang dipanggil KPK untuk diperiksa itu masing-masing John Rihi, Ali Antonius dan Samuel Haning.
Seperti diberitakan Timor Expres, Kamis, 24 November 2016, Tim penyidik KPK segera memeriksa tiga orang kuasa hukum tersangka Marthen Dira Tome (MDT), karena diduga menghalang-halangi proses penyidikan kasus dugaan korupsi dana PLS NTT TA 2007 senilai Rp 77 miliar lebih.
Ketua tim penyidik KPK, Hendrik Christian yang dikonfirmasi, Rabu (23/11), mengatakan, pihaknya menilai kuasa hukum MDT terlibat menghalangi proses penyidikan. “Kita masih dalami peran kuasa hukum tersangka. Kalau hasil penyidikan memang berpotensi adanya tersangka baru. Tapi nanti kita evaluasi dulu,” kata Hendrik. (*/jdz)
Foto : Petrus Bala Pattyona.