KUPANG – Publik NTT, terutama Sabu Raijua, terkejut dengan berita ditangkapnya Bupati Sabu Raijua, Ir Marthen Luther Dira Tome, Senin (14/11) malam, oleh lembaga antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, pengacara dan juga dosen Hukum Acara Pidana, Petrus Bala Patyona, menilai, penangkapan Dira Tome oleh KPK adalah tindakan melanggar hukum acara pidana.
“Seseorang dapat dilakuan penangkapan langsung atau tertangkap tangan bila sedang melakukan tindak pidana. Seseorang juga dapat ditangkap manakala statusnya sebagai tersangka yang sedang menjalani pemeriksaan, atau sesaat setelah menjalani pemeriksaan. Untuk penangkapan MDT atas dugaan tindak pidana korupsi, jelas tidak sesuai dengan definisi penangkapan,” tegas putra Lembata ini, Selasa (15/11) pagi, seperti dikutip dari nttsatu.com.
Patyona menjelaskan, bisa saja MDT ditangkap dan diikuti penahanan bila dia sedang dalam pemeriksaan, usai menjalani pemeriksaan. Namun dalam kasus ini, MDT belum pernah diperiksa, saksi-saksi juga baru diperiksa di Kupang, dan itupun sedikit dan kategorinya satu alat bukti saksi. Sementara itu, MDT baru sepihak ditetapkan sebagai tersangka yang masih perlu didengar keterangannya.
“Karena MDT belum pernah diperiksa sebagai tersangka dan penangkapan saat tidak sedang melakukan tindak pidana, jelas bahwa KPK melanggar KUHAP dan prosedur penangkapan yang tentu dapat digugat di praperadilan,” tegasnya.
Sebagai dosen hukum acara pidana, Patyona juga menandaskan, banyak penegak hukum yang arogan, bahkan tidak paham hukum acara, sehingga ada yang berpendapat: tangkap, proses dulu baru cari saksi, bukti dan pasal yang bisa menjerat yang bersangkutan.
“Hal ini bukan saja terjadi pada KPK tetapi lebih di NTT, yang sebagiannya tidak paham prosedur dan bergitu dipersoalkan maka mulai menggunakan kekuasaan untuk menakut-nakuti pihak yang bersangkutan,” katanya.
Ia juga meminta MDT dan tim kuasa hukumnya untuk bisa mengajukan praperadilan lagi dengan KPK karena perlakuan KPK itu sungguh sangat membuatnya tidak nyaman apalagi sebagai seorang pejabat negara.
Ditahan KPK
Seperti diberitakan, Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome ditangkap Tim penyidik KPK lantaran berupaya menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007-2008.
“Dia menghalangi pemeriksaan saksi-saksi kasus PLS NTT (Nusa Tenggara Timur),” kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (15/11/2016) dini hari.
Menurut dia, MDT yang juga mantan kepala bidang pendidikan luar sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT sudah berada di dalam Gedung KPK untuk diperiksa secara intensif. “Ditangkap malam ini di daerah Tamansari, Jakarta Barat” tambah Yuyuk.
Kasus yang menjerat Marthen bermula dari laporan mantan anggota DPR Fraksi Demokrat, Anita Yakoba Gah terkait dugaan korupsi dana PLS senilai Rp 77 miliar pada 2007. Kasus ini ditindaklanjuti Kejaksaan Negeri Kupang setahun kemudian.
Namun, Kejari Kupang tidak menemukan bukti dan menutup kasus. KPK mengambil alih kasus ini pada Oktober 2014 dari Kejaksaan Tinggi NTT yang sempat membuka kembali kasus tersebut pada 2011. Lembaga Antikorupsi pun menetapkan Marthen Dira Tome sebagai tersangka pada 2014.
MDT sempat lolos dari jeratan hukum lantaran Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan pada Mei 2016 lalu. Hakim Tunggal PN Jaksel Nursyam yang memimpin persidangan ini menilai penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marthen tidak sah dan melanggar Pasal 8 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Nursyam menilai pengambilalihan kasus ini oleh KPK dari Kejati NTT tidak dilakukan serentak dengan tersangka. Sementara itu, ketentuan Pasal 11 UU KPK menyebutkan pengambilan kasus harus disertai dengan tersangka. Untuk itu, PN Jaksel meminta KPK sebagai pihak termohon segera mencabut sprindik Sprindik Nomor: Sprin.Dik/49/01/10/2014 tanggal 30 Oktober 2014, tetang penetapan tersangka Marthen.
MDT pun ditetapkan kembali sebagaiu tersangka pada Kamis, 10 November lalu. Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan, langkah KPK yang kembali menetapkan Marthen diperbolehkan Peraturan Mahkamah Agung. (*/jdz)
Ket Foto : Marthen Dira Tome bersama istri dalam sebuah kesempatan wawancara dengan wartawan di Kupang.