KPPI Sebut Kasus Eks Kapolres Ngada Kejahatan Kemanusiaan, DPRD NTT Segera Audiensi dengan Kapolda

oleh -80 Dilihat

Kaukus Perempuan Politik NTT foto bersama anggota Komisi V DPRD NTT.

KUPANG, mediantt.com – Heboh dan viralnya kasus video pelecehan seksual anak dibawah umur di situs porno Australia, yang melibatkan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman, mendapat atensi dan sorotan kritis dari Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) NTT. Lembaga ini menyebut kasus eks Kapolres Ngada ini sebagai kejahatan kemanusiaan dan terkategori pelanggaran HAM berat.

“Kami (KPPI) memberi perhatian serius atas kasus ini karena kasus ini termasuk kejahatan kemanusiaan dan tidak bisa ditolerir. Apalagi ini juga masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Jadi mohon dukungan DPRD NTT,” kata Ketua KPPI NTT, Ana Waha Kolin, SH, ketika membaca Pernyataan Sikap KKPI NTT di hadapan Komisi V DPRD NTT, Rabu (12/3/2025) sore.

Rapat Komisi V itu dipimpin.oleh Wakil Keyua Winston Neol Rondo da Agus Nahak, dan dihadiri oleh anggota komosi antara lain; Mercy Piwung, Hans Rumat, Reni Un, dan Lily Adoe. Sementara dari KPPI NTT hadir Ketua Ana Waha Kolin, SH, Sekretaris Maria Margaretha Bhubu, S.Pd, MM dan beberapa anggota.

Dalam pernyataan sikap berjudul “Eks Kapolres Ngada Terlibat Natkoba, Diduga melakukan Pencabulan Pada Anak di Bawah Umur dan Menyebar Video Pencabulan Melalui Situs Porno Australia”, dipaparkan kronologi singkat kasus tersebut.

Dijelaskan, kasus yang melibatkan mantan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, terungkap setelah otoritas Australia menemukan video pelecehan seksual anak di bawah umur di situs porno mereka pada pertengahan 2024. Video itu menunjukkan tiga anak yang masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan termasuk balita berusia tiga tahun, yang diunggah dari Kota Kupang, NTT.

Pemerintah Australia kemudian melaporkan temuan ini ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Indonesia, yang meneruskannya ke Polda NTT dan akhirnya ke Markas Besar Polri. Pada 20 Februari 2025, AKBP Fajar ditangkap oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri di Kupang. Selain dugaan pencabulan, hasil tes menunjukkan bahwa AKBP Fajar juga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang kemudian melakukan pendampingan terhadap korban-korban tersebut. Pelaksana tugas Kepala DP3A Kota Kupang, Imelda Manafe, menyatakan bahwa pendampingan telah berlangsung selama 20 hari dan bahwa ketiga korban mengalami trauma berat akibat peristiwa tersebut.

Nah, merujuk pada kronologi yang diambil dari berbagai sumber itu, maka Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) NTT menuntut dan mendesak:

Pertama, Segera adili pelaku dengan hukuman maksimal, karena tindakan pelaku sudah berakibat trauma berkepanjangan bagi korban.

Kedua, Mendesak DPRD sebagai wakil rakyat untuk memanggil Kapolda NTT untuk memberikan penjelasan terkait penanganan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada serta dugaan penggunaan narkoba oleh sejumlah aparat kepolisian di tubuh lembaga Polda NTT, termasuk Polres Ngada, di mana pelaku sebelumnya menjadi pimpinan di sana.

Ketiga, Mendesak DPRD Provinsi sebagai wakil rakyat untuk meminta Kapolda NTT membongkar tuntas semua jaringan mafia perdagangan orang, termasuk perdagangan anak yang ada di Kota Kupang dan seluruh wilayah Provinsi NTT, serta diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Keempat, Mendesak Kapolda NTT dan Mabes Polri untuk segera melimpahkan berkas pelaku ke kejaksaan agar dihukum maksimal sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kelima, Meminta DPRD Provinsi untuk memberi perhatian terhadap ruang yang nyaman dan fasilitas yang memadai bagi korban yang sedang didampingi oleh Unit Pelayanan Korban di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kota Kupang.

Panggil Kapolda NTT

Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Neil Rondo, setelah mendengar pikiran dari anggota komisi yang hadir,  merekomendasikan kepada pimpinan DPRD NTT agar menjadawalkan pemanggilan untuk audiensi dengan Kapolda NTT demi  menjernikan kasus eks Kapolres Ngada ini.

Menariknya, semua anggota komisi V sepakat bahwa kasus eks Kapolres Ngada ini sebagai kejahatan internasional atau kejahatan antarnegara, sehingga tidak saja dicopot dari jabatan, tapi juga harus dipecat dari kepolisian. Bahkan ada yang menyebut eks kapolres Ngada itu sedang mengalami kelainan atau sakit jiwa.

“Komisi V merekomendasikan kepada pimpinan DPRD NTT untuk audiensi dengan Kapolda NTT setelah reses. DPRD juga memberi atensi untuk adanya kompensasi bagi para korban,” kata Winston, politisi Partai Demokrat ini.

Selain itu, sebut Winston, tidak boleh lagi ada lagi akbp Fajar yang baru lagi agar tidak terjadi lagi kasus serupa. Juga, perlu ada evaluasi dan koreksi terhadap mekanisme perekrutan atau seleksi anggota Polri, terutama aspek psikologis. (jdz)