DENPASAR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Purwanta Sudarmaji menuntut terdakwa Margriet CH Megawe hukuman penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan Engeline, 8. Tuntutan tersebut disamaikan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (4/2) yang dipimpin Hakim Edward Harris Sinaga.
Jaksa mengatakan, terdakwa bersalah melakukan pembunuhan berencana, eksploitasi ekonomi, memperlakukan anak secara diskriminatif secara moril maupun materiil. Terdakwa dijerat dengan pasal berlapis yakni, pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang merupakan perubahan perubahan UU Nomor 23 tahun 2002.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena, perbuatan terdakwa sadis pada anak yang mengakibatkan anak angkat korban mati. Korban yang masih anak-anak yang sepatutnya harus dihindari terhadap perlakuan diskriminatif.
Perbuatan terdakwa membuat tanah Bali ‘leteh’ atau kotor, tidak mengaku bersalah dan tidak menyesali perbuatannya.
Mendengar tuntutan JPU tersebut, terdakwa meminta keadilan kepada hakim karena dirinya tidak pernah melakukan perbuatan keji seperti yang didakwakan JPU.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Margriet pada 15 Mei 2015 melakukan pemukulan terhadap korban hingga kedua telinga dan hidung mengeluarkan darah.
Kemudian, pada 16 Mei 2015 pukul 12.30 WITA, terdakwa Margriet memukul korban dengan tangan kosong dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Engeline menangis.
Margriet kemudian memanggil terdakwa Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat ibu angkat Engeline itu sedang memegang rambut korban. Selanjutnya, Margriet membanting korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai sehingga korban terkulai lemas.
Margriet kemudian mengancam Agus Tay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Engeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp 200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginannya.
Agus diminta Margriet untuk mengambil kain sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Engeline. Kemudian, Agus diperintahkan Margriet mengambil boneka Barbie milik Engeline dan meletakan ke dada korban.
Margariet juga menyuruh Agus membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Engeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agus menolak dan berlari ke kamarnya. Agus kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban.
Pengunjung sidang bertepuk tangan setelah JPU menyampaikan tuntutan, sebaliknya pihak kuasa hukum terdakwa justru sebaliknya. Menanggapi tuntutan penjara seumur hidup terhadap terdakwa kasus pembunuhan Engeline yakni Margriet Megawe dinilai oleh para penasihat hukumnya sebagai tuntutan yang imanjinatif dari jaksa penuntut umum.
“Sudah ada imbauan dari Makamah Agung bahwa jika seorang terdakwa yang sudah mengakui kalau dia itu sebagai pelakunya dan kemudian mengubah BAP tanpa ada bukti dan penyebab yang kuat, maka sebenarnya yang menjadi pelaku adalah dia sendiri,” kata salah satu kuasa hukum Margriet, Dion Pongkor.
Pernyataan Dion merujuk pada keterangan Agus yang sudah mengakui sebagai pelaku. Namun, dalam perkembangannya, dia membantah sendiri tanpa alasan yang jelas dan menuduh Margriet sebagai pelaku. “Ini kan aneh. Sangat tidak adil dan ini adalah tuntutan yang imajinatif,” ujar Dion.
Agustay dalam persidangan terpisah telah dituntut 12 tahun penjara dalam kasus yang sama. (suara pembaruan)
Ket Foto : Dua anak Margriet yakni Christin dan Ivon tengah duduk di kursi persidangan untuk memberi kesaksian terkait tewasnya Engeline yang merupakan adik angkat saksi, 22 Desember 2015.