Menang Lawan KPK, Dira Tome Minta Presiden Revisi UU KPK

oleh -18 Dilihat

JAKARTA – Bupati Sabu Raijua, Marthen Luther Dira Tome, akhirnya memenangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/5). Status tersangka atas dirinya pun dicabut, karena penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana PLS, menurut hakim tunggal Nursyam, tidak sah. Karena itu, Dira Tome berani meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU KPK No UU Nomor 30 tahun 2002.

“Paling tidak ada pasal yang membolehkan KPK untuk melakukan SP3,” kata Marthen usai sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, seperti dilansir nttterkini.com.

Dia juga meminta kepada rakyat Indonesia tidak perlu berlebihan membela KPK, karena KPK bukan malaikat. KPK mempertahan sesuatu hal yang diketahuinya salah. “Contoh kasus saya ini, KPK tahu ini salah, tapi tetap dipertahankan,” ujarnya.

Dalam kasus ini, menurut dia, KPK ditipu oleh Jaksa pada Kejasaksaan Tinggi NTT yang menangani kasus ini, dengan memberikan keterangan dan berkas yang tidak benar, sehingga KPK tidak bisa memproses kasus ini.

“Saya pernah diperiksa di Kejati NTT. Berkas perkara sempat ditubah hingga dua kali, karena hendak dirubah oleh penyidik Kejati NTT,” ujarnya.

Hakim tunggal Nursyam dalam putusannya meminta KPK sebagai termohon untuk segera mencabut sprindik penetapan tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2014 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka. “Penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah, karena melanggar UU KPK pasal 8,” kata Nursyam.

Menurut Nursyam, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup sesuai amanat undang-undang. Sebab, penetapan tersangka hanya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyelidikan Kejati NTT.

Padahal, menurut dia, pengambilalihan kasus ini dari Kejaksaan Tinggi NTT oleh termohon tidak dilakukan serentak dengan tersangka. Padahal sesuai ketentuan pasal 11 UU KPK menyebutkan pengambilan kasus harus disertai dengan tersangka.

Apalagi, Kejati NTT dalam memproses kasus ini belum menetapkan tersangka karena kurangnya alat bukti. “Kejati NTT tiga kali penyidikan tidak menetapkan tersangka,” kata Nursyam.

Setelah mengambilalih kasus ini sejak 2014, penyelesaian kasus ini juga berlarut- larut, hingga 2 tahun lamanya. Padahal pengambilan kasus itu oleh termohon untuk mempercepat proses peradilan ini. “Pengambilalihan kasus ini, karena berlarut, namun di KPK juga berlarut- larut,” kata Nursyam.

Atas dasar pertimbangan itu, maka hakim memutuskan menerima permohonan pemohon (Marthen Dira Tome), dan memerintahkan termohon untuk mengembalikan berkas ke Kejaksaan Tinggi NTT untuk dihentikan penyidikan kasus ini. “Permohonan pemohon dikabulkan, dan memerintahkan untuk kasus ini dihentikan,” ujarnya.

Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome mengaku gembira dengan putusan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonannya. “Saya senang dengan putusan ini,” katanya. Dengan adanya putusan ini, maka dia menilai KPK bukan malaikat yang selaku benar dalam keputusannya. “Mereka bukan malaikat yang selalu benar,” katanya. 

Bupati Sabu Raijua ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2016 terkait kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahun 2007 senilai Rp77 miliar. (*/jdz)

Foto : DIra Tome bersama tim kuasa hukumnya saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.