Menapak Realitas untuk Indonesia Maju

oleh -22 Dilihat

PERINGATAN 75 tahun Indonesia merdeka pada hari ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada perlombaan dan kerumunan kegembiraan warga. Peringatan kali ini berpijak pada realitas dengan tetap merawat harapan Indonesia maju.

Realitasnya, saat ini, sebanyak 215 negara sedang menghadapi masa sulit di tengah pandemi covid-19. Hingga kemarin, di Indonesia terkonfirmasi 137.468 kasus positif covid-19 dengan angka kematian 6.071 orang.

Covid-19 menerjang semua negara tanpa pandang status negara miskin, negara berkembang, atau negara maju. Dampak yang ditimbulkan sama rata sama rasa, yaitu mengalami kemunduran. Kemunduran terparah selain di bidang kesehatan tentu saja perekonomian.

Terus terang, krisis perekonomian kali ini terparah dalam sejarah. Di kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih plus 2,97%, tapi di kuartal kedua telah berada di minus 5,32%. Harus tegas dikatakan, kemunduran yang dialami saat ini bukan untuk diratapi. Sebaliknya, sebagaimana Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo pada 14 Agustus, krisis ini harus menjadi peluang dan momentum untuk mengejar ketertinggalan.

Melihat peluang dan momentum di tengah krisis sesungguhnya milik orang-orang yang selalu bersyukur dan optimistis. Bukan milik mereka yang selalu menyalahkan negara. Bukankah syukur dan optimistis itu menjadi modal sosial negara ini saat dimerdekakan?

Roh pantang menyerah dan merawat mimpi besar tentang Indonesia maju sudah dibangun oleh para pendiri negara. Kita, yang saat ini hanya meneruskannya, mestinya tidak pernah patah arah. Modal sosial untuk terus merawat mimpi besar Indonesia maju, sadar atau tidak sadar, sudah lahir di tengah pandemi covid-19.

Solidaritas membantu satu sama lain tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Semangat gotong-royong muncul di mana-mana. Tidak kalah pentingnya ialah negara hadir pada saat rakyat terhimpit.

Kehadiran nyata negara ialah mengalokasikan belanja perlindungan sosial, kesehatan, insentif untuk UMKM, dan stimulus Rp695,2 triliun. Meski demikian, jujur pula dikatakan, pengelolaan dana stimulus itu masih jauh dari harapan.

Elok nian bila hari ini dijadikan momentum untuk menata ulang semangat berbangsa dan bernegara yang diletakkan di atas fondasi gotong-royong. Meminjam analogi Presiden Jokowi, kita melakukan restart komputer kebangsaan, menyeting ulang semua sistem kehidupan sosial dan ekonomi.

Boleh-boleh saja pandemi covid-19 melanda negeri ini bagai tsunami yang menerjang setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kiranya kita jadikan pandemi ini untuk jeda, sejenak bingung untuk merenung tentang tujuan kemerdekaan.

Kemerdekaan yang diraih dengan mengorbankan jiwa dan raga itu bukanlah tujuan. Ia hanya alat, sekali lagi alat, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian, kemerdekaan itu ialah jembatan emas untuk mewujudkan kemakmuran. Kemakmuran itu belumlah sepenuhnya diwujudkan.

Indonesia maju yang menjadi tema kemerdekaan kali ini tepat momentum. Disebut tepat karena inilah kesempatan untuk bermimpi hingga jadi nyata dan kesempatan untuk berkarya tanpa batas.

Sekarang saatnya kita fokus kepada hal yang benar-benar penting dalam menyatukan keberagaman melalui kolaborasi. Pada saat bersamaan, kita tetap memegang teguh nilai-nilai luhur Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, persatuan dan kesatuan nasional.

Kita tidak bisa memberikan ruang sejengkal kepada siapa pun yang menggoyahkannya. Boleh-boleh saja peringatan hari kemerdekaan pada hari ini dilakukan di jalan yang sunyi penuh syukur. Itulah perayaan yang berpijak pada realitas seraya merawat harapan.

Pandemi hendaknya tidak memupus mimpi tentang Indonesia maju. (e-mi/jk)