JAKARTA – Publik Indonesia termasuk NTT, tentu masih ingat Orias Petrus Moedak. Putra NTT yang menjabat Dirut PT Inalum ini memiliki harta berlimpah. Begini rinciannya.
Rapat Komisi VII DPR RI dengan para petinggi PT Inalum mendadak viral di media sosial dan menjadi berita hangat beberapa pekan lalu.
Pasalnya , sang Direktur BUMN PT Inalum, Orias Petrus Moedak sempat beradu mulut dengan anggota DPR Muhammad Nasir hingga mengusir orang nomor satu di perusahan tambang yang juga mengurusi pertambangan PT Freport Indonesia itu.
Video debat itu pun beredar. Kasus itu juga menguak siapa sosok Muhammad Nasir yang diketahui anak buah SBY di partai Demokrat. Sosok Nasir juga diketahui sebagai saudara kandung M Nasarudin yang kini menjadi napi KPK.
Masyarakat ramai-ramai membully Nasir yang dianggak grup SBY dan dianggap tak mengerti mengenai pasar modal. Namun saat yang bersamaan sosok Orias Petrus Moedak juga menjadi sorotan. Pria berkepala pelontos ini ternyata berasal dari Nusa Tenggara Timur tepatnya dari Pulau Rote.
Kariernya di dunia usaha khususnya pasar modal juga mentereng. Jabatannya di sejumlah BUMN juga sangat bergengsi.
Profil Orias Petrus Moedak
Pria kelahiran 26 Agustus 1967 ini tercatat berulang kali dipercaya menduduki jabatan strategis lantaran pengalaman yang mumpuni di dunia keuangan
Berikut daftar jabatan yang pernah diduduki alumnus Universitas Padjadjaran Bandung itu.
1. Direktur Utama PT Pelindo III.
2. Direktur Keuangan PT Pelindo II.
3. Direktur Corporate Finance PT Bahana Securities.
4. Managing Director Head of Indonesia Coverage Daiwa Capital Markets Singapore Limited.
5. Senior Auditor Ernst & Young, Direktur Keuangan PT Bukit Asam Tbk.
6. Direktur Keuangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
7. Wakil Direktur Utama PT Freeport Indonesia.
Kekayaan Orias Petrus Moedak
Berdasarkan laporan yang ada di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) diketahui harta kekayaan Orias mencapai Rp24.135.980.327,00.
Jumlah tersebut dilaporkan pada 31 Desember 2019. Berikut rincian harta kekayaan Orias secara lengkap.
A. Tanah dan bangunan total Rp7.077.043.600,00 dengan rincian:
1. Tanah dan bangunan seluas 526 M2/300 M2 di Kota Jakarta Selatan yang merupakan hasil sendiri Rp3.996.418.000,00.
2. Tanah dan bangunan seluas 2920 M2/54 M2 di Kupang, yang berstatus warisan Rp 30.625.600,00
3. Tanah seluas 295 M2 di Bekasi, yang merupakan hasil sendiri Rp 100.000.000,00.
4. Bangunan seluas 4316 M2 di Bogor, yang merupakan hasil sendiri Rp500.000.000,00.
5. Bangunan seluas 104.4 M2 di Kota Jakarta Selatan, yang merupakan hasil sendiri Rp2.050.000.000,00.
6. Bangunan seluas 21 M2 di Kota Depok , yang merupakan hasil sendiri Rp400.000.000,00.
B. Alat Transportasi dan Mesin total Rp1.820.000.000,00 dengan rincian:
1. Mobil, Toyota Nav1 Minibus Tahun 2013, yang merupakan hasil sendiri Rp250.000.000,00.
2. Mobil, Toyota Fortuner Minibus Tahun 2014, yang merupakan hasil sendiri Rp300.000.000,00.
3. Mobil, Suzuki Sedan/Sx4 Tahun 2017, yang merupakan hasil sendiri Rp250.000.000,00.
4. Mobil, Peugeot New 3008 At Tahun 2019, yang merupakan hasil sendiri Rp700.000.000,00.
5. Mobil, Toyota Rush 1.5s At Tahun 2019, yang merupakan hasil sendiri Rp300.000.000,00.
6. Motor, Honda V1jo2q32lo Tahun 2019, yang merupakan hasil sendiri Rp20.000.000,00.
C. Harta Bergerak Lainnya Rp2.335.000.000,00
D. Surat Berharga Rp1.200.000.000,00
E. Kas dan Setara Kas Rp11.899.193.751,00.
F. Harta Lainnya Rp1.383.776.000,00.
Sub Total Rp25.715.013.351,00.
III. Hutang Rp1.579.033.024,00.
IV. Total Harta Kekayaan (Ii-Iii) Rp24.135.980.327,00.
Muhammad Nasir usir dan bentak Orias Petrus Moedak
Hal itu terjadi saat Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan holding tambang BUMN, Selasa (30/6/2020).
Komisi V DPR menggelar rapat kerja membahas penanganan banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020), seperti dilansir kompas.com.
Mulanya, Muhammad Nasir menanyakan proses pelunasan utang akuisisi PT Freeport Indonesia. Ia ingin tahu kapan utang tersebut akan selesai.
Orias menjawab, terdapat surat utang dengan tenor yang mencapai 30 tahun.
Merespons jawaban Orias, Nasir menilai jangka waktu tersebut sangat panjang. “Jadi sampai 30 tahun kalau perusahaan lancar baru selesai? Kalau kita mati tak selesai nih barang nanti, ganti dirut lain, lain-lagi polanya,” kata Nasir.
Kemudian Nasir meminta data lengkap mengenai global bond yang telah diterbitkan.
Nasir lalu menegaskan jika dirinya melakukan ini demi negara. “Saya bicara begini atas nama negara, kurang ajar anda ini, maka anda jelasin sejelas-jelasnya, karena kita ini anggota DPR melakukan fungsi pengawasan, kalau utang lagi siapa yang mau bayar? kamu? enak betul” ujar Nasir.
Nasir pun lalu mengatakan tidak ingin Orias datang ke rapat. “Kalau ada orang begini, nggak usah datang rapat ke komisi VII, kalau perlu yang datang wakilnya saja, atau bahkan menteri saja,” ujar Nasir yang tampak marah.
Nasir bahkan meminta Orias untuk meninggalkan ruangan, sebab tidak membawa data yang diminta. “Makanya saya minta data detailnya mana? Kalau bapak sekali lagi gini saya suruh bapak keluar ruangan ini,” ujar Nasir dengan nada tinggi.
Orias pun langsung menanggapi pernyataan tersebut. Orias mau keluar rapat jika pimpinan rapat mengizinkan. “Kalau bapak suruh keluar, izin pimpinan, saya keluar,” kata Orias.
Mendengar jawaban tersebut, Nasir langsung membentak Orias dan menggebrak meja. “Bapak bagus keluar, karena enggak ada gunanya bapak rapat di sini. Anda bukan buat main-main dengan DPR ini,” kata dia dengan nada tinggi.
Orias pun terus menjawab singkat pernyataan-pernyataan Nasir. “Saya tidak main-main. Saya diundang, saya datang,” kata Orias.
Nasir terus menyampaikan pandangannya ke forum RDP dengan nada tinggi. “Kalau anda nggak senang, anda keluar, enak bener anda ini,” ujar Nasir dengan penuh emosi.
Nasir lalu mengatakan akan menyurati langsung Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengganti posisi direktur utama MIND ID.
“Ini orang suruh utang, utang lagi, utang lagi. Saya minta diganti dirut ini. Saya kirim surat pribadi dari fraksi, nanti kami bicara Fraksi Demokrat. Saya akan kirimkan Pak Erick sebagai menteri BUMN,” tutur dia.
Melihat kondisi semakin memanas, pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin langsung menenangkan suasana, dan melanjutkan proses penyampaian pandangan dari anggota lain.
Orias lalu mengatakan bahwa ia akan berhutang tanpa jaminan. “Kita utang tanpa perlu jaminan, kalau posisinya sampai tahun 2023, kita bisa melewati membayar utang, kita optimis, kita bisa bayar,” ujar Orias.
Kemudian, pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin menenangkan situasi agar rapat segera kondusif. “Kalau perdebatan ini terus terjadi, maka kita tidak akan selesai forum ini,” ujar Alex Noerdin.
Tentang PT Inalum
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Inalum, PT Indonesia Asahan Aluminium atau lebih dikenal sebagai Inalum merupakan BUMN pertama dan terbesar Indonesia yang bergerak di bidang peleburan Aluminium.
Besarnya potensi kelistrikan yang dihasilkan dari aliran Sungai Asahan membuat Pemerintah Indonesia mengundang perusahaan konsultan pembangunan asal Jepang, Nippon Koei untuk melakukan studi kelayakan pembangunan PLTA di Sungai Asahan.
Studi kelayakan tersebut menyarankan agar produksi kelistrikan diserap oleh industri peleburan aluminium.
Maka dengan itu, pemerintah menindaklanjuti studi kelayakan tersebut bersama pihak Jepang untuk secara bersama mendirikan perusahaan untuk mengelola proyek Asahan dengan perusahaan yang bernama Indonesia Asahan Aluminium dengan ditandatanganinya kerjasama untuk pengelolaan bersama kawasan Sungai Asahan pada tanggal 7 Juli 1975.
Perusahaan yang didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 dengan status Penanam Modal Asing dibentuk oleh 12 perusahaan Kimia dan Metal dari Jepang.
Keberadaan Inalum sebagai industri peleburan aluminium telah meletakkan dasar fondasi yang kuat untuk mengembangkan industri hilir peleburan bahan tambang yang berpengaruh, bernilai tambah dan berdaya saing.
Pada tanggal 9 Desember 2013, status Inalum sebagai PMA dicabut sesuai dengan kesepakatan yang di tandatangani di Tokyo pada tanggal 7 Juli 1975.
Sejak diakuisisi oleh pemerintah, Inalum kini tengah mengembangkan produksi hilir aluminium dengan mendorong diversifikasi produk dari aluminium ingot ke aluminium alloy, billet dan wire rod, serta menggarap pabrik peleburan baru yang terintegrasi di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara dan mempersiapkan diri untuk menjadi induk holding BUMN bidang pertambangan yang direncanakan mengakuisisi Freeport Indonesia.
Kegagalan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk memanfaatkan derasnya debit air dari Danau Toba melalui Sungai Asahan, mendorong pemerintah untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Pada tahun 1972, rencana pembangunan PLTA menguat setelah pemerintah menerima laporan dari Nippon Koei, sebuah perusahaan konsultan Jepang menyatakan bahwa studi kelayakan pembangunan PLTA memungkinkan dibangun sekaligus dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya.
Menindaklanjuti studi kelayakan tersebut, pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah Jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia dan 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan.
Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo Chemical, Sumitomo Corporation, Nippon Light Metal Company, Itochu, Nissho Iwai, Nichimen, Showa Denko K.K., Marubeni, Mitsubishi Chemical Industries, Mitsubishi Corp, Mitsui Aluminium, Mitsui & Co.
Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua belas Perusahaan Penanam Modal tersebut bersama Pemerintah Jepang membentuk sebuah nama Nippon Asahan Aluminium Co, Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 November 1975.
Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Jepang didirikan di Jakarta.
Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian induk.
Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd, pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%.
Pada bulan Oktober 1978 perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan 58,87%.
Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.
Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK Presiden No.5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan Proyek Asahan sebagai wakil pemerintahan yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan Proyek Asahan.
Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 miliar Yen.
Secara de facto, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN terjadi pada 1 November 2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Induk.
Pemutusan kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9 Desember 2013, dan secara de jure Inalum resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013 setelah Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT INALUM (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014. (tribunews/st)