Pejabat negara disumpah semata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan keluarga, kerabat, atau kolega. Tugas mereka ialah melayani rakyat, bukan malah terus-terusan minta dilayani seperti yang dilakukan Fadli Zon dan kawan-kawan itu.
JAKARTA – Pejabat publik yang semestinya melayani nyatanya lebih sering meminta pelayanan. Mereka yang semestinya mengabdi justru lebih suka menuntut pengabdian.
Celakanya, tak cuma untuk diri pribadi, permintaan dilayani atau perlakuan khusus tak jarang juga dituntut untuk keluarga, kerabat, atau sekadar sahabat.
Itulah yang dengan terang benderang dipertontonkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Berbekal kedudukannya, Fadli meminta fasilitas kepada Konsulat Jenderal RI di New York, AS, untuk putrinya, Shafa Sabila, kala bertandang ke ‘Negeri Paman Sam’ pada 12 Juni-12 Juli 2016.
Kunjungan Shafa jelas tak ada urusan negara, tetapi negara dibuat repot. Atas permintaan Fadli Zon, misalnya, Konjen RI di New York menjemput Shafa di bandara. Tentu, pihak konjen harus mengeluarkan biaya.
Fadli tadinya juga meminta pihak konjen mendampingi sang putri selama di New York, tetapi permintaan itu tak bisa dipenuhi karena terbentur anggaran.
Fadli membantah dirinya meminta Konjen RI di New York memperlakukan Shafa secara khusus. Ia beralasan meminta sang putri dijemput lantaran tiba di Bandara New York pada dini hari.
Padahal, faktanya, Shafa mendarat pukul 14.15 waktu setempat. Setelah surat katebelece itu terungkap, Fadli menitipkan uang Rp2 juta untuk Konjen RI di New York sebagai pengganti biaya penjemputan.
Memang, biaya yang dikeluarkan negara untuk menjemput Shafa tak seberapa. Namun, harus tegas kita katakan, tak ada satu pun alasan untuk membenarkan tindakan Fadli Zon meminta Konjen RI menjemput putrinya.
Konjen RI ada untuk mewakili kepentingan bangsa dan negara di luar negeri. Ia juga bertugas membantu dan melindungi warga negara Indonesia yang sedang kesulitan di sana, tetapi bukan untuk antar jemput orang-orang yang tidak sedang mengemban tugas negara.
Permintaan Fadli Zon agar Konjen RI di New York menjemput sang putri jelas merendahkan derajat institusi negara. Fadli Zon boleh saja menduduki posisi tinggi sebagai Wakil Ketua DPR, tetapi tidak demikian halnya dengan sang anak.
Sang putri hanyalah warga negara biasa yang seharusnya diperlakukan secara biasa pula karena ia ke New York untuk urusan pribadi. Haram hukumnya meminta negara untuk memberikan fasilitas khusus.
Bisa jadi, mentang-mentang bertugas di Senayan, mentang-mentang menjabat Wakil Ketua DPR, Fadli Zon merasa dirinya orang istimewa sehingga harus diperlakukan istimewa, termasuk keluarganya. Hal itu pula yang pernah ditunjukkan anggota DPR Rachel Maryam.
Rachel mengirimkan surat ke Dubes RI untuk Prancis guna meminta fasilitas transportasi saat bersama enam anggota keluarganya pelesiran ke Paris, Maret silam.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi meminta Kementerian Luar Negeri memfasilitasi liburan kolega Menteri Yuddy Chrisnandi ke Sydney, Australia. Kita yakin, katebelece-katebelece serupa bertaburan dari pejabat-pejabat lain.
Pejabat negara disumpah semata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan keluarga, kerabat, atau kolega. Tugas mereka ialah melayani rakyat, bukan malah terus-terusan minta dilayani seperti yang dilakukan Fadli Zon dan kawan-kawan itu.
Memanfaatkan jabatan demi kepentingan pribadi, keluarga, kerabat, atau kolega jelas tindakan yang tak patut. Ia hanya ada di zaman terbelakang, bukan di era reformasi seperti saat ini. (mi/jdz)
Foto : Fadli Zon