JAKARTA — Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya (Kemenko Maritim) meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak lagi memberlakukan monopoli listrik prabayar, terutama terhadap konsumen rumah tangga baru. Pelanggan pun diupayakan bebas memilih menggunakan tarif pascabayar (meteran) atau prabayar (voucher).
“Ini hal sepele, tapi penting,” kata Menkomar Rizal Ramli di kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (7/9). “Misalnya, kalau kehabisan token tengah malam, padahal anak masih belajar kan kasihan.”
Menurutnya, kebutuhan dan daya beli masyarakat berbeda satu sama lain. Bagi masyarakat mampu yang baru membeli rumah dan butuh listrik, pilihan tentu akan jatuh pada sistem meteran. “Tolong token itu tidak memonopoli,” tuturnya.
Selain itu Rizal juga meminta agar kebijakan harga voucher pada listrik prabayar tidak mengambil untung terlalu besar. Dia mendengar, untuk harga voucher Rp 100 ribu ternyata kandungan listriknya hanya setara Rp 95 ribu.
“Untungnya besar sekali. Padahal, pulsa HP (handphone, red) tidak semahal itu,” ungkap dia.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PLN Sofyan Basyir menyatakan bahwa pihaknya bakal mengecek kembali situasi sebenarnya. PLN pun menjanjikan adanya perbaikan.
Sofyan mengakui, berdasar hitungan keekonomian, bila membeli tiga kali token listrik dalam sebulan, masyarakat akan terkena biaya administrasi. “Misal, Rp 30 ribu per sekali beli. Jadi, termakan biaya administrasi. Ya itu kami kaji,” paparnya.
Sikat Mafia Pulsa Listrik
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli juga mulai membongkar modus operandi yang merugikan negara. Setelah urusan hulu, Rizal membongkar sisi hilir, yaitu terkait keuntungan bisnis pulsa PT PLN.
Dengan tegas Rizal meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk mengurangi biaya administrasi pulsa listrik. Dia kasihan pulsa PLN dibebankan kepada rakyat.
“Biaya tersebut terlalu besar dan sangat
merugikan rakyat selaku konsumen,” tandas Menko Rizal di gedung BPPT, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Bayangkan saja, kata Rizal, pulsa listrik yang dibeli masyarakat potongan administrasi sangat besar. Dia mencontohkan dengan bayar Rp100 ribu, ternyata jatah token senilai Rp 73 ribu.
“Artinya 27 persen disedot provider setengah mafia. Mereka mengambil untung besar sekali. Padahal pulsa telepon saja kalau beli Rp 100 ribu, cuma bayar Rp 95 ribu. Itu kan uang muka, provider bisa taruh uang muka di bank lalu dapat bunga,” tegas Rizal usai Rakor Pembangkit Listrik bersama petinggi PLN, di kantornya, Senin (7/9).
Atas dasar itu, ia meminta agar PLN memberantas praktik monopoli ini dengan memberikan pilihan kepada pelanggan atau masyarakat, apakah ingin menggunakan meteran listrik atau pulsa listrik.
“Lalu yang kami minta lagi, kalau harga pulsa Rp 100 ribu, maka masyarakat bisa beli Rp 95 ribu. Ada maksimum biaya Rp 5 ribu. Ini akan menolong rakyat kita, jadi tolong dilakukan Pak Sofyan,” perintah Rizal. (jp/jdz)
Foto : Menko Rizal Ramli