Ilustrasi
SEKOLAH mestinya menjadi institusi persemaian bibit demokrasi bagi generasi di masa depan. Karena itu, harus ditolak semua bentuk intoleransi lewat peraturan yang memaksa peserta didik mengenakan pakaian atribut agama tertentu yang bukan dia anut.
Pemaksaan itu terjadi di sebuah sekolah menengah kejuruan di Padang, Sumatra Barat. Semua siswi di sekolah negeri itu, apa pun agama yang dianut, diwajibkan memakai jilbab.
Kasus serupa sebelumnya juga terjadi di sejumlah daerah. Harus tegas dikatakan bahwa pemaksaan memakai pakaian atribut agama tertentu ialah bentuk intoleransi yang diinisiasi sekolah. Amat disayangkan, intoleransi itu terjadi di sekolah negeri milik negara yang dibiayai dari uang pajak semua umat beragama.
Intoleransi yang diinisiasi sekolah tentu saja melanggar dengan kesadaran penuh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan mesti diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan itu hakikatnya memperkuat jati diri bangsa.
Salah satu cara memperkuatnya ialah lewat pengaturan seragam nasional dan seragam sokolah yang diatur dalam Permendibud 45/2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Seragam nasional dimaksudkan untuk menanamkan dan menumbuhkan rasa nasionalisme, kebersamaan, serta memperkuat persaudaraan sehingga dapat menumbuhkan semangat kesatuan dan persatuan di kalangan peserta didik. Seragam sekolah juga dalam rangka meningkatkan kebanggaan peserta didik terhadap sekolahnya.
Kewajiban mengenakan pakaian atribut agama tertentu tidak boleh berlindung di balik aturan seragam sekolah. Sebab, Permendikbud 45/2014 dengan tegas menyebutkan pakaian seragam khas sekolah diatur sekolah masing-masing dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Dengan demikian, harus ada sanksi tegas terhadap setiap pelaku yang terbukti melanggar peraturan di satuan pendidikan.
Sikap tanpa kompromi Mendikbud Nadiem Anwar Makarim patut diapresiasi. Nadiem meminta agar pemerintah daerah, sesuai dengan mekanisme yang berlaku, segera memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan agar permasalahan ini menjadi pembelajaran bersama ke depannya.
Jujur dikatakan bahwa mewajibkan atau melarang memakai atribut agama tertentu sama buruknya. Sekolah, apalagi sekolah negeri, juga tidak boleh melarang jika siswa mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian atribut agama tertentu berdasarkan kehendak peserta didik yang bersangkutan.
Ketentuan sekolah semestinya berpegang pada penghormatan terhadap hak asasi manusia dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan. Hanya itu cara menjadikan sekolah sebagai institusi persemaian bibit demokrasi agar siswa lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keragaman.
Kenyataannya jauh panggang dari api. Tidak sedikit institusi pendidikan ternyata justru menjadi wadah bagi persemaian sikap intoleransi dan bahkan paham radikalisme yang kian meresahkan. Sejumlah penelitian menyebutkan intoleransi dan paham radikalisme itu justru banyak dinisiasi guru.
Kasus intoleransi di Padang hendaknya dijadikan titik awal ikhtiar negara untuk mencegah adanya praktik-praktik intoleransi di lingkungan sekolah. Karena itu, pelaku intoleransi harus diberi sanksi yang keras sehingga ada efek jera. Pelakunya tidak layak bertugas di lingkungan pendidikan. (e-mi/jdz)