JAKARTA — Dua orang pasien Rumah Sakit Siloam Karawaci dilaporkan meninggal dunia paska operasi, 12 Februari 2015 lalu. Kedua pasien yang menjalani operasi caesar dan urologi itu diduga kuat meninggal pasca diberikan obat bius anestesi keluaran PT Kalbe Farma, Buvanest Spinal.
Perkara ini langsung memantik reaksi dari DPR. Salah satunya dilontarkan anggota Komisi IX Amelia Anggraini. Politisi perempuan asal Partai Nasional Demokrat ini menduga, ada unsur kelalaian dari petugas medis di RS tersebut.
Ia pun menekankan agar ada proses hukum atas kasus yang telah menghilangkan dua nyawa tersebut. “Hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,” kata Amelia dalam keterangan tertulisnya, Selasa 17 Februari 2015.
“Kami akan minta pimpinan untuk memanggil stake holders seperti Kemenkes, manajemen RS Siloam, BPOM, dan PT Kalbe Farma untuk dimintai penjelasan atas kasus ini,” imbuhnya.
Perkara obat maut ini, hingga kini memang masih dalam proses investigasi PT Kalbe Farma dan Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
RS Siloam pun masih enggan memastikan bila penyebab kematian dua pasien tersebut, murni akibat pemberian anastesi dari obat Buvanest Spinal.
“Siloam sudah bertemu dengan Kemenkes, badan pengawas rumah sakit, BPOM. Pihak terkait ini sedang menginvestigasi apakah betul dari obat tersebut. Kabarnya satu atau dua hari ada hasilnya,” ujar juru bicara RS Siloam, Heppi, Selasa 17 Febuari 2015.
Menurut dia, obat Buvanest Spinal merupakan injeksi anestesi yang mengandung Bupivacaine 5 mg/mL dan memang sering digunakan untuk operasi caesar saat melahirkan. Diketahui memang pasca operasi kedua pasien ternyata mengalami efek samping berupa alergi gatal dan kejang-kejang hingga harus dilarikan ke ruang ICU sebelum meninggal dunia.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, dr. H. M. Subuh, MPPM mengungkapkan, sampai saat ini Kemenkes masih memantau dan mendampingi berjalannya kasus ini.
“Kami terus berkoordinasi sampai penyelesaian masalah ini tuntas. Namun bukan kapasitas kami dari Kemenkes untuk menjawab pertanyaan mengenai masalah ini,” ujar Subuh.
Kalbe Farma Tarik Obat Bius
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan bersama BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) terkait kasus dugaan meninggalnya pasien di RS Siloam Karawaci, Tangerang. Pasien tersebut meninggal dunia setelah mendapat suntikan obat Buvanest Spinal yang diproduksi Kalbe Farma.
Adapun kasus yang terjadi salah satunya merupakan kasus obgyn (Obstetrics and gynaecology). Sedangkan, satu kasus lagi merupakan kasus urologi.
Head External Communication Kalbe Farma, Hari Nugroho kepada VIVA.co.id , Selasa 17 Februari 2015 menyampaikan bahwa proses penyelidikan baru akan ketahuan hasilnya selama 1-2 hari ke depan. Namun, kata dia, tak menutup kemungkinan kalau hari ini sudah dapat diberikan kepastian apakah meninggalnya pasien tersebut akibat obat Buvanest Spinal atau faktor lainnya.
Dua pasien ini mengalami efek samping alersi, gatal-gatal dan kejang setelah dioperasi. Keduanya sempat dirawat di ruang ICU sebelum akhirnya meninggal dunia.
“Kami belum bisa berikan kesimpulan apa pun karena masih investigasi bersama BPOM. Hari ini bisa jadi sudah ada hasilnya, atau paling tidak besok. Yang pasti obat Buvanest Spinal sudah kami tarik sejak 12 Februari 2015 kemarin untuk melakukan tindakan preventif,” katanya melalui sambungan telepon, Selasa 17 Februari 2015.
Hari menjelaskan, Buvanest Spinal merupakan injeksi anestesi yang mengandung 0,5 persen Heavy isi 4 mililiter. Obat ini sering digunakan untuk operasi caesar melahirkan dan biasa sebagai pembiusan.
BPOM Bekukan Izin Edar
Badan Pengawas Obat dan Makanan memerintahkan penghentian proses produksi dan membekukan izin edar produk anestesi milik PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) guna mempermudah investigasi produk setelah menyusul meninggalnya dua pasien rumah sakit swasta ternama Siloam Karawaci Tangerang.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy A. Sparringa mengatakan pengaduan masyarakat telah direspons dengan baik oleh Kalber Farma, lewat penarikan dua produk anestesi tersebut.
“Hasil investigasi belum ada. Kami terus memonitornya dan yang penting masyarakat tidak perlu khawatir karena produk ini, diberikan oleh dokter spesialis dan informasi tentang penghentian penggunaan sementara sudah diinformasikan,” tuturnya saat dihubungi, Selasa 17 Februari 2015.
Roy mengatakan produk anestesi tidak bisa ditemukan sembarangan oleh konsumen, dan penggunaannya harus melewati persetujuan dokter. Menurutnya, penarikan produk ini tidak akan mengganggu ketersediaan obat anestesi di rumah sakit.
Produk yang dihentikan aktivitas produksi dan pembekuan izin edarnya adalah seluruh batch Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml, sementara untuk Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025 hanya ditarik dari peredaran.
Dikutip dari laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), disebutkan bahwa Buvanest Spinal 0,5% Heavy telah diterbitkan edarnya pada 4 September 2014 oleh BPOM.
Obat ini didaftarkan kepada BPOM oleh Kalbe Farma dengan nomor registrasi DKL0611637043A1. Penerbitan dilakukan oleh registrasi obat Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi BPOM. Obat ini memiliki bentuk sediaan injeksi 5 mg/ml dengan komposisi Bupivacaine Hydrochloride. (viva.co/jdz)