Ilustrasi
TIDAK berboros-boros untuk hal-hal yang tidak penting sejatinya ialah prinsip utama pengelolaan anggaran. Di level mana pun, dari anggaran rumah tangga sampai anggaran pemerintah, dan sekaya apa pun pemilik anggaran itu, tidak ada rumus yang membolehkan penggunaan anggaran yang inefisien dan tidak teruji efektivitasnya. Alias boros.
Terlebih lagi jika anggaran itu berlaku pada masa atau situasi yang sulit. Seperti saat ini, pandemi covid-19 telah memukul hampir semua lini kehidupan selama 1,5 tahun terakhir. Sektor kesehatan hampir ambruk, sektor perekonomian pun ikut terjerembap meskipun kini pelan-pelan mulai merambat bangkit.
Dalam kondisi seperti ini, penghematan mutlak dilakukan. Tak bisa dielakkan. Anggaran mesti dipakai seefisien dan seefektif mungkin. Tidak ada tempat untuk pemborosan atau penggunaan anggaran yang tak memberikan kontribusi dalam penanganan pandemi dan dalam mengungkit ekonomi.
Celakanya, contoh pengelolaan anggaran yang buruk lebih banyak ketimbang contoh yang baik, terutama banyak terjadi di daerah. Mereka masih mengelola APBD selama wabah covid-19 ini secara business as usual. Seolah tidak ada apa-apa, seakan kita tidak sedang berperang melawan musuh kasatmata yang tidak hanya memukul keselamatan dan kesehatan warga, tetapi juga perekonomian.
Betul mereka memang menganggarkan dana untuk penanganan covid-19, tapi di sisi lain mereka juga masih mempertahankan pos-pos belanja yang tidak perlu. Mereka memang melakukan realokasi dan refokus anggaran, tetapi tetap saja kita akan banyak temui besaran anggaran untuk penanganan covid-19 lebih kecil ketimbang anggaran untuk biaya-biaya yang tak terlalu urgen dalam kondisi saat ini.
Ada banyak contoh untuk ini, tetapi di forum ini sepatutnya kita promosikan contoh yang baik saja agar menjadi inspirasi daerah lain. Bahkan semestinya bisa menjadi inspirasi juga bagi pemerintah pusat (kementerian dan lembaga) yang mungkin masih gemar berboros-boros anggaran.
Apabila menemukan pemborosan anggaran di hampir seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), maka para melala daerah seharusnya tak segan mengoreksi anggaran di APBD. Artinya, anggaran-anggaran yang dinilai tak perlu seperti perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), dan makan minum pegawai dihilangkan. Anggaran untuk foya-foya dipangkas.
Sebelumnya, ada beberapa kepala daerah juga menolak mobil dinas dalam situasi sulit ini. Kita bisa membayangkan, jika dana untuk biaya perjalanan dinas atau pembelian mobil dinas yang tidak sedikit itu dialihkan ke pos-pos lebih penting untuk mengatasi persoalan krusial di daerah tersebut, tentu akan mendatangkan manfaat yang lebih besar.
Apalagi, sampai hari ini kita belum tahu kapan pagebluk covid-19 bakal berakhir. Artinya, kebutuhan anggaran untuk penanganannya boleh jadi masih cukup besar. Kalau tidak berhemat sedari sekarang, celakalah kemudian. Wabah seharusnya menyadarkan kita, terutama pemerintah, bahwa selama ini terlampau banyak ketidakefisienan dan pemborosan anggaran yang dianggap sebagai kewajaran. Pandemilah yang membuka mata kita bahwa sesuatu yang dulu dianggap wajar itu ternyata menjadi persoalan besar di masa sekarang.
Karena itu sembari kita mengapresiasi pemerintah daerah yang sudah move on dan menjalankan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran dengan benar, kita juga mesti ingatkan agar pandemi menjadi momentum untuk mengubah pendekatan mengelola anggaran.
Tak perlu ribet, ikuti saja instruksi Menteri Dalam Negeri yang meminta pemda menggunakan APBD secara efisien dan, yang paling penting, tepat sasaran untuk rakyat. (e-mi/jdz)