Pasar Wulandoni Diaktifkan Kembali Setelah Ritual Adat

oleh -20 Dilihat

Kupang, mediantt.com – Kendati sudah ada kesepakatan damai yang tertuang dalam Akta Perdamaian Nomor 08/PDT.G/2014/PN Lembata, yang salah satu poinnya bahwa pasar barter Wulandoni diaktifkan kembali, namun hingga saat ini belum dibuka karena harus didahului dengan ritual adat.

“Memang sudah ada kesepakatan damai antara Desa Wulandoni dan Pantai Harapan (Luki), tapi membuka kembali pasar barter sebagai salah satu rekomendasi kesepakatan damai itu belum bisa dilakukan karena harus didahului dengan ritual adat antara Suku Wukak dari Lewuka dengan Suku Lamanudek dari Lamalera,” jelas Camat Wulandoni, Paulus Sinakai, S.Sos, MSi, ketika dihubungi ke ponselnya, Sabtu (7/3/2015).

Ia menjelaskan, setelah kesepakatan damai ditandatangani di Pengadilan Negeri Lewoleba beberapa waktu lalu, saat ini kedua desa yang bertikai, Desa Wulandoni dan Pantai Harapan, sedang melakukan sosialisasi hasil kesepakatan damai itu kepada warga masing-masing, sehingga semua komponen masyarakat memiliki pemahaman yang sama atas kesepakatan damai itu, agar konflik serupa tidak akan terulang lagi.

Prinsipnya, menurut Camat Paul Sina, masyarakat sudah menerima kesepakatan damai tersebut, sehingga diharapkan poin-poin yang disepakati dalam akta perdamaian itu bisa dilaksanakan, termasuk membuka kembali pasar barter Wulandoni itu.

“Untuk mengaktifkan kembali pasar barter Wulandoni, tentu harus diawali dengan pertemuan adat antara suku Wukak dari Lewuka dan suku Lamanudek dari Lamalera. Perjanjian adat atas pasar barter itu pun harus dilihat kembali dan akan dilakukan pemancangan batu perjanjian atau menhir di lokasi pasar, sebelum pasar barter itu dibuka,” kata camat asal Ile Ape yang dekat dengan masyarakat itu.

Ia juga mengatakan, prosesnya saat ini sedang berjalan, pihak Lewuka juga sudah melakukan persiapan untuk pertemuan adat dengan suku Lamanudek dari Lamalera. “Saya sudah turun bertemu warga Lewuka dan persiapan sudah dilakukan, tinggal menentukan waktu yang tepat untuk membuat ritual adat itu dengan Lamalera,” kata alumnus Seminari Hokeng ini.

Ia juga berharap, pasar barter itu segera dibuka sehingga transaksi yang hampir delapan bulan ini terhenti bisa terjadi lagi seperti semula. “Kita harapkan lebih cepat lebih baik,” ujarnya.

Seperti diberitakan portal ini, pada Senin (23/2/2015), digelar sidang di Pengadilan Negeri Lewoleba, dengan agenda tunggal pembacaan akta perdamaian. Sidang dihadiri para pihak yang bertikai ini dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Lewoleba Imanuel Barru, SH, didampingi dua hakim anggota. Sementara Penggugat Principal diwakili oleh Kepala Desa Wulandoni Servasius Sidu, sementara Tergugat Principal diwakili Kepala Desa Pantai Harapan Muhamad Sangaji. Masing-masing pihak didampingi kuasa hukum.

Saat itu, sebelum akta kesepakatan dikukuhkan hakim, dihadapan sidang, para pihak saling berjanji dan berharap agar pertikaian tapal batas hingga memicu perang antar warga dua desa itu tidak lagi terulang.

Kesepakatan damai yang tertuang dalam Akta Perdamaian Nomor 08/PDT.G/2014/PN Lembata memuat enam poin. Pertama, kedua pihak yang bertikai bersepakat untuk saling memaafkan dan mengakhiri gugatan dengan cara berdamai. Kedua, bersepakat untuk rukun dan kembali memupuk rasa kekeluargaan serta menjamin rasa aman dan nyaman bagi warga dua desa sebagaimana yang diwariskan para pendahulu. Ketiga, kedua pihak bersepakat untuk kondisi wilayah yang diperebutkan tetap berdasarkan keyakinan masing-masing pihak, dan bangunan yang dibangun pada 16 Agustus 2014 dan menjadi pemicu pertikaian dianggap tidak ada. Keempat, kedua pihak bersepakat untuk membuka kembali pasar barter Wulandoni yang sempat terhenti karena pertikain antar kampong itu. (jdz)

Ket Foto : Camat Wulandoni, Paulus Sinakai, (kedua dari kiri), sedang mengikuti acara Tobu Neme Fate bersama nelayan Lamalera, sebagai persiapan memasuki musim Lefa Nuang (melaut) di Pantai Lamalera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *