Kupang, mediantt.com — Enam pembunuh dan pemerkosa YHD, mahasiswi sebuah sekolah tinggi di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), akhirnya dijatuhi vonis penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Waikabubak, Senin (22/6/2015). Keenam pelaku tadi terdiri dari dua orang sopir, dua orang kondektur dan dua orang penumpang,
Sidang pembacaan vonis itu dipimpin oleh hakim ketua, Sarlota Marselina Suek dan dua hakim anggota, Cokorda Gede Surya Laksana dan Emmy Haryono Saputro. Sementara Jaksa Penuntut Umum Dedi Bilianto. Para terdakwa didampingin penasihat Yohanes Dapa.
Atas vonis putusan itu, para terdakwa menyatakan menerima putusan itu. Namun begitu, majelis hakim masih memberi waktu selama tujuh hari kepada para terdakwa untuk menanggapi vonis tersebut itu.
Kasus itu berawal saaat seorang mahasiswi berinisial YH, 20, disebutkan tewas karena terjatuh dari angkutan umum Arwana. Ternyata, setelah polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan keterangan sejumlah saksi, korban mahasiswi jurusan Teologia salah satu sekolah tinggi di Kabupaten Sumba Barat itu, meninggal karena dibunuh oleh sopir, kondektur, dan dua penumpang bus.
YH ditemukan tewas di pinggir Jalan Hutan Langgiri, Padira Tana, Kecamatan Umbu Ratunggai, Kabupaten Sumba Tengah, Minggu (18/1/2015) pekan lalu. Pembunuhan tersebut baru terungkap pada Jumat (23/1/2015).
Kronologi Kejadian
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT AKBP Agus Santosa mengatakan, enam orang pelaku tersebut ialah Yulius Kaley (sopir), Titus Londong (sopir cadangan), Yusuf Ndara Milla (kondektur I), Okta Kaley (kondektur II), Petrus Wunga (penumpang), dan Petrus Poka Lera (penumpang), yang merupakan warga Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
Peristiwa tersebut, kata Santosa, bermula ketika bus Arwana jurusan (trayek) Kodi–Waetabula, Kabupaten Sumba Barat Daya, disewa untuk mengantar penumpang ke Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Saat berada di Waingapu, sopir bus Yulius Kaley membeli minuman keras dan bersama sopir cadangan, dua kondektur, dan dua penumpang lainnya menggelar pesta miras hingga mabuk berat.
Selesai pesta minuman keras, enam pria itu kemudian sepakat untuk pulang ke kampung mereka di Kodi. Dalam perjalanan pulang dari Waingapu ke Kodi, atau tepatnya di Liwa Kabupaten, Sumba Timur, YH menumpang bus tersebut. Dia hendak pergi ke wilayah Kodi.
“Di tengah perjalanan, tepatnya di wilayah hutan perbatasan antara Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah, mobil bus tiba-tiba berhenti. Tanpa banyak bicara, para pelaku yang sudah dalam kondisi mabuk minuman keras kemudian memerkosa korban secara bergilir di dalam bus,” kata Santosa.
Setelah memerkosa YH, sopir cadangan (Titus Londong) menyuruh kondektur (Yusuf Ndara Milla) untuk menghabisi perempuan tersebut. Kondektur lantas memukul kepala YH dengan besi, tepat di kepala. Pukulan itu menyebabkan tulang tengkorak korban pecah dan menimbulkan pendarahan di otak. YH tewas di tempat.
Seusai membunuh, sekitar pukul 17.00 Wita, para pelaku tidak kabur. Mereka malah berdiri di samping jenazah YH yang dibiarkan tergeletak di bahu jalan. Sekitar dua jam kemudian atau sekitar pukul 19.00 Wita, melintas sebuah mobil pikap yang dikemudikan oleh Aceng Hermawan. Aceng, yang melihat jasad korban yang tergeletak tanpa ada tindakan dari para pelaku yang berdiri terpaku, lantas meminta para pelaku untuk segera melapor ke polisi.
“Saat ditanya oleh saksi (Aceng Hermawan), para pelaku mengaku kalau korban terjatuh dan meninggal karena melompat dari dalam bus. Aceng kemudian bersama beberapa orang pelaku membawa jenazah korban ke kantor polisi,” kata Santosa.
Pelaku Melapor
Ketika tiba di kantor Kepolisian Sektor Umbu Ratunggai, para pelaku melaporkan bahwa YH meninggal akibat nekat melompat dari dalam bus. Begitu menerima laporan, polisi langsung bergerak cepat dengan turun ke lokasi untuk olah TKP.
“Setelah anggota datang ke TKP dan melihat kondisi korban, kemudian melakukan penyidikan secara intensif dan memeriksa kondisi korban, barang bukti serta TKP, maka polisi menyimpulkan bahwa korban tewas bukan karena kecelakaan lalu lintas,” kata Santosa.
Melihat adanya kejanggalan dalam kasus itu, lanjut Santosa, Kepala Kepolisian Resor Sumba Barat lantas membentuk tim untuk mengungkap kasus itu dengan memanggil dan memeriksa ulang para saksi serta pengemudi bus.
Pada Jumat (23/1/2015) sekitar pukul 01.30 Wita, kasus tersebut baru terungkap setelah ada pengakuan dari saksi (kondektur bus).
“Dari hasil pemeriksaan dan rekonstruksi awal, diperoleh kesimpulan bahwa korban meninggal akibat dipukul besi pada kepala bagian belakang, di mana sebelumnya korban diperkosa terlebih dahulu secara bergilir oleh enam orang pelaku di dalam bus umum,” tuturnya.
Sementara itu, hasil otopsi diketahui kalau penyebab kematian korban karena pendarahan otak yang disebabkan patahnya tulang tengkorak akibat kekerasan benda tumpul. (kpc/jk)
Foto : Ilustrasi