Kupang, mediantt.com – Kabar buruk datang dari Kampung Nelayan Lamalera. Seorang nelayan, Goris Dengekae Krova, ditangkap polisi di Hotel Palm Indah, Lewoleba, Selasa (22/11) malam karena dituduh menjual insang ikan pari. Kejadian ini memantik kemarahan masyarakat Lamalera, Dari Jepang, Misionaris SVD di Nagoya, Pater Yoseph Bruno Ulanaga Dasion, SVD, memberikan kritik keras atas kasus ini. Bagi dia, penangkapan terhadap Goris Krova ini terkesan sangat kurang ajar dan tidak berperikemanusiaan oleh Polres Lembata.
“Mengapa terkesan kurangajar dan tidak berperikemanusiaan karena sebuah penangkapan yang dilakukan tanpa ‘surat penangkapan’, apalagi dilakukan terhadap seorang nelayan sederhana yang tidak melek hukum, yang tidak menyadari perbuatannya sebagai sebuah tindakan yang melanggar hukum,” kritik Bruno Dasion ketika dihubungi mediantt.com dari Kupang, Kamis (24/11) malam.
Putra Lamalera ini mengaku sangat terkejut mendapat berita tersebut. Ia menilai, penangkapan itu bukanlah peristiwa dadakan, karena polisi datang ke TKP bersama seseorang yang bernama Irma dari Wildlife Unit Crime, yang dilaporkan berkoordinasi dengan polisi untuk melakukan penangkapan ‘tanpa surat penangkapan’ setelah mendapat laporan dari warga (entah warga Lamalera atau warga lewoleba?). Dan, bahwa operasi penangkapan itu merupakan tindak lanjut dari MoU bersama 4 Polda, termasuk Polda NTT.
“Ada kesan yang sangat kuat bahwa tragedi penangkapan itu adalah sebuah rekayasa yang sudah diatur rapih oleh polisi dalam kerjasama dengan Irma dan beberapa bandit lainnya, seperti yang ber-alias Akang Bandung dan kedua rekan lainnya yang menghilang begitu saja setelah Goris ditangkap. Bagi saya, aksi jual beli di Palm Hotel itu hanyalah drama yang diatur untuk menyeret Goris ke TKP,” tegas Penulis Buku ‘100 Pesan Revolusi Diri’ ini.
Dalam hal ini, lanjut dia, polisi, Irma dan para bandit itu sebenarnya telah melakukan dosa yang sangat besar, karena mereka tidak memanfaatkan pengetahuan hukum mereka untuk menyelamatkan nelayan kecil dan sederhana ini, dengan memberikanpencerahan hukum dan menasehatinya untuk membawa kembali barang bawaannya. “Apalagi Goris tidak datang ke Lewoleba atas inisiatif sendiri, tapi karena ditelpon untuk menghantarkan barang yang diminta. Dus, polisi tidak boleh menangkap Goris tetapi haruslah menangkap Akang Bandung sebagai pihak yang mengorder ingsan ikan tersebut. Bahwa ada hukum negara yang mengatur tentang perikanan, seperti UU RI Nomor 31 Tahun 2004, itu benar, tapi apakah masyarakat kecil yang tidak paham hukum harus serta merta ditangkap tanpa aturan. Yang harus kita pertanyakan, apakah pihak Pemerintah, DPR(D) ataupun kepolisian telah cukup mengadakan sosialisasi tentang UU Nomor 31 tahun 2004 ini kepada masyarakat Lamalera,” gugat putra alm Thomas Kiwang Dasion ini.
Seharusnya, sebut dia, pihak-pihak yang paham hukum tidak boleh dengan begitu gampangnya menganggap semua rakyat di Indonesia ini juga mengerti hukum seperti para pakar hukum. Bayangkan saja, banyak pihak yang sehari-harinya terlibat urusan hukum sekalipun kadang tidak mengerti dan tidak bertingkah laku selaras hukum yang dipelajari dan digelutinya, apalagi masyarakat nelayan yang tak pernah sekolah hukum.
“Kita meminta Penjabat Bupati, Ketua dan seluruh anggota DPRD Lembata agar bisa menjadi wakil dan pelindung rakyat yang baik, untuk mengusahakan pembebasan Bapak Goris Dengekae Krova dan memulangkannya ke tengah keluarga dan sesama kerabat nelayannya di Lamalera,” harap Bruno Dasion.
Seperti diberitakan aksiterkini.com, pada Selasa 22/11) malam lalu, Goris Dengekae Krova (61) ditangkap di depan Hotel Palm Indah beberapa saat setelah tiba dari Lamalera. Beberapa jam sebelumnya, Gorys ditelpon Akang Bandung, untuk menemuinya di Lewoleba dengan membawa serta insang ikan pari. Dalam beberapa kali pembicaraan sebelumnya, Akang Bandung ini meminta Goris membawa cukup banyak. Karena tidak memiliki insang pari dalam jumlah yang banyak, Goris lalu mengumpulkan dari beberapa nelayan lain.
Malam itu, Goris diminta datang sendiri ke Hotel Palm Indah dengan bawaan sekitar 25 Kg ikan pari yang disimpannya dalam 6 karung. Tak menaruh curiga, Goris menuju hotel dengan bus yang ditumpanginya dari Lamalera. Namun, saat bertemu dan Akang Bandung sedang menghitung harga yang harus dibayarkan itulah, polisi menangkapnya. Dua orang lain, Akang Bandung dan temannya yang menemui Goris langsung menghilang dan tidak pernah dilihatnya lagi.
Polisi ketika itu bersama seorang perempuan bernama Irma dari Wildlife Unit Crime yang mengaku konseren dengan perlindungan hewan langka seperti Pari Manta Oseanik, Hiu Paus dan hewan lainnya yang dilindungi oleh hokum internasional maupun nasional. Pihaknya bekerja sama dengan kepolisian setelah mendapat laporan dari warga. Operasi tersebut merupakan tindak lanjut dari MOU bersama dengan 4 Polda termasuk Polda NTT. (jdz)
Foto : Nelayan Lamalera, Goris Dengekae Krova (Foto : aksiterkini.com)