Lazakar Therensius
KEFAMENANU, mediantt.com – Jaksa di Kejaksaan Negeri TTU kelabakan menangani kasus dugaan korupsi dana desa, yang setiap hari dilaporkan warga ke lembaga itu. Ada 83 kasus yang dilaporkan dan empat kades telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi maraknya kasus dugaan korupsi dana desa oleh para Kepala Desa (Kades), Anggota DPRD TTU dari Fraksi Partai Golkar, Lazakar Therensius, meminta pemerintah untuk memberikan pelatihan khusus bagi para kades dan sekdes agar memahami secara benar tata kelolah dana desa. Ini juga perlu agar tidak terjadi lagi kasus dugaan penyalahgunaan dana desa.
“Benar bahwa saat ini Kejari TTU sedang menangani kasus dana desa. Kita sangat mendukung apa yang dilakukan Kejaksaan agar dana desa itu benar-benar transparan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum bukan untuk pribadi kades,” kata Lazakar kepada mediantt.com, Selasa (22/6).
Karena itu, dia berharap pemerintah daerah kabupaten TTU menggelar pelatihan khusus bagi para kades dan perangkatnya tentang penggunaan dana desa secara baik dan benar sesuai regulasi.
“Saya mengharapkan agar kalau bisa pemerintah membuat satu pelatihan khusus buat kades dan sekdes agar betul-betul memahami tata cara pengelolahan dana desa sehingga tidak terulang lagi kejadian ini,” imbuh Ketua Komisi 3 DPRD TTU ini.
Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri TTU, telah menerima sekitar 83 laporan penyalahgunaan dana desa (DD) di TTU. Hal tersebut menunjukkan tingginya animo dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kejari TTU.
Dari 83 laporan dugaan korupsi itu, tim penyidik Kejari TTU telah melakukan penyidikan terhadap empat perkara, yakni dugaan penyalahgunaan pengelolaan dana desa di Desa Naikake B, Desa Botof, Desa Letneo Selatan, dan Desa Birunatun.
Dikutip dari Timex, Kajari TTU, Roberth Jimmy Lambila membenarkan pihaknya setiap hari selalu dibanjiri laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dana desa. Banyaknya laporan masyarakat yang diterima pihaknya menunjukkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kejari TTU. Namun, di sisi lain hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi Kejari TTU.
Roberth menjelaskan, banyaknya laporan masyarakat yang masuk, berbanding terbalik dengan jumlah tenaga jaksa yang ada karena jumlah jaksa di Kejari TTU sangat minim. Sehingga laporan tersebut tidak dapat direspons cepat.
Meskipun demikian, pihaknya akan tetap menindaklanjuti seluruh laporan masyarakat itu. Bentuk tindakan yang diambil pun tergantung ketersediaan bukti. Terhadap desa-desa dengan laporan yang sudah didukung dengan bukti yang cukup akan menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti.
Roberth menambahkan, dari 83 pengaduan masyarakat tersebut, sudah ada empat pengaduan yang tindaklanjuti tim penyidik Kejari TTU sampai dengan tahap penyidikan. Dua pengaduan dalam tahap penyelidikan. Sementara, beberapa pengaduan yang nilai kerugiannya kecil, terutama temuan pada kegiatan fisik diberikan kesempatan untuk bisa menyelesaikan kegiatan tersebut.
Untuk kasus yang anggarannya bersumber dari APBD TTU, lanjut Roberth, tim penyidik Kejari TTU saat ini tengah menangani beberapa perkara korupsi seperti Bronjong Kali Maslete, Program Padat Karya Pangan (PKP), Kegiatan Program Bedah Rumah Tidak Layak Huni (Berarti), dan beberapa kasus lainnya yang sementara dilakukan penyelidikan oleh tim Intelejen Kejari TTU. (jdz)