Pertumbuhan IMK NTT 2017 Tempati Urutan Kedua Nasional

oleh -14 Dilihat

KUPANG – Tahun 2017, pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) NTT menempati urutan kedua secara nasional setelah Kalimantan Utara. IMK NTT mencapai nilai sebesar 25,68 di bawah Kalimantan Utara yang mendapatkan perolehan skor 26,87.

“Empat Provinsi dengan pertumbuhan IMK negatif adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Jawa Tengah,” jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, Maritje Pattiwaellapia, saat Jumpa Pers di Ruang Rapat BPS Provinsi NTT, Kamis (1/2).

Menurut Maritje, ciri umum dari IMK adalah memiliki pekerja kurang dari 20 orang. Bila jumlah pekerjanya lebih dari 20 orang, industri tersebut dikategorikan Industri  Manufaktur Besar dan Sedang (IBS).

“Untuk IBS, NTT menempati urutan ke dua belas dari 34 Provinsi di Indonesia dengan nilai sebesar 6,87. Urutan pertama ditempati Provinsi DKI Jakarta dengan skor 14,10. Enam Provinsi dengan pertumbuhan IBS negatif adalah Bengkulu, Sumatera Barat, Bali, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Aceh,” terang Maritje, didampingi Kepala Bidang (Kabid) Statistik Produksi, Sofan, dan Kabid Statistik Distribusi, Demarce Sabuna.

Wanita berdarah Maluku itu menjelaskan, pertumbuhan IMK tertinggi pada 2017 terjadi pada triwulan IV yakni sebesar 10,29 persen. Dibandingkan dengan triwulan IV Tahun 2016, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 19,67 persen.

“Pada Triwulan IV ini, pertumbuhan Produksi IMK menurut jenis industri yaitu industri percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 90,50 persen, industri barang galian bukan logam senilai 31,88 persen, industri pakaian jadi sebesar 29,30 persen dan industri makanan senilai 12,02 persen. Untuk industri kayu (tidak termasuk furniture) mengalami pertumbuhan negatif dengan nilai minus 13,22 persen dan industri minuman sebesar minus 14,96 persen,” jelas Maritje.

Sementara itu, inflasi di Provinsi NTT untuk periode Januari 2018 adalah sebesar 0,94 persen, lebih tinggi dari inflasi nasional senilai 0,62 persen.

Menurut Maritje, inflasi di NTT tersebut masih dalam taraf wajar, namun semua pemangku kepentingan terkait diminta tetap memantau perkembangan itu.

“Inflasi Januari 2018 di NTT terjadi karena adanya kenaikan indeks harga pada lima dari tujuh kelompok pengeluaran dengan kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi tertinggi sebesar 5,26 persen disusul kelompok makanan jadi sebesar 0,81 persdn. Karena itu, saya mengharapkan agar Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk terus berperan aktif memantau perkembangan harga kebutuhan pokok setiap bulan,” kata Maritje. (hms/aven)