PHK Naker Tanpa Dasar Hukum, DPRD TTU Desak PT ANS Bayar Pesangon!

oleh -12 Dilihat

Agustinus Tulasi, SH

KEFAMENANU, mediantt.com – PT Anugerah Nusantara Sejahtera (ANS), perusahaan pertambangan batu mangaan di Kaubele, Kecamatan Biboki Monleu, TTU, secara sepihak dan tanpa dasar hukum melakukan PHK terhadap tenaga kerjanya, Honorio Exposto Soares. Naker ini dipecat setelah bekerja 6 tahun tanpa ada pesangon. Karena itu, DPRD TTU mendesak PT ANS segera membayar pesangon.

“Perusahaan sebatas berasumsi belaka. Mengingat karyawan ini telah bekerja selama 8 tahun, maka perusahaan wajib membayar pesangon sesuai masa kerja mulai dari 1 tahun sampai 8 tahun disesuaikan dengan upah bulanan dan tambahan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali,” kata Wakil Ketua DPRD TTU, Agustinus Tulasi, SH, kepada mediantt.com, Minggu (15/8/2021).

Gusti, sapaan wakil rakyat ini, menjelaskan, DPRD TTU telah menerima surat pengaduan masyarakat atas nama Honorio Exposto Soares, yang beralamat di Desa Ponu, Kecamatan Biboki Anleu, bahwa selaku tenaga kerja yang di-PHK sepihak tanpa dasar hukum oleh PT Anugerah Nusantara Sejahtera (ANS). Korban pun telah melakukan pengaduan ke Dinas Nakertrans TTU dan telah dilakukan upaya mediasi sebanyak 3 kali di kantor Dinas Nakertrans bersama pihak perusahaan.

Akan tetapi, lanjut dia, belum mencapai kesepakatan karena pihak perusahaan tidak bersedia membayar gajinya selama 4 bulan beserta pesangon dan uang jaminan hari tua sebagaimana diatur UU Omnibus Law Cipta kerja. Alasan perusahaan tidak membayar tanpa landasan yuridis yang memadai.

Dia juga merasa kesal dengan tindakan sepihak perusahaan tersebut. “Saya sudah baca kronologis kasusnya dan pahami sesuai aspek hukum. Saya ingin tegaskan bahwa sesuai hukum ketenagakerjaan, perusahaan tidak boleh melakukan PHK tanpa alasan terhadap karyawan. PHK harus berdasar alasan kuat dan sah mengikat sebagaimana dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020, BAB IV Ketenagakerjaan, poin 42 tentang penyisipan pasal 154 A dalam UU ketenagakerjaan No 13 tahun 2003,” urai politisi yang mantan pengacara ini.

Dia mengatakan, karyawan itu dituduh sepihak melakukan tindak pidana pencurian BBM jenis solar milik perusahaan. “Tapi tuduhan itu belum terbukti secara hukum. Tahap penyelidikan saja belum dilakukan apalagi penyidikannya. Lantas mana bisa dijadikan dasar PHK? Tidak ada alasan mendasar PHK karyawan yang dibolehkan UU, tidak ada force majeure dan alasan efisiensi dari perusahaan. Tidak ada kepailitan yang dialami perusahaan, juga tidak adanya putusan lembaga PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial), tidak adanya mangkir berturut-turut, tidak ada pula peringatan pertama, kedua, ketiga. Tidak adanya tahanan polisi, tidak sakit berkepanjangan. Ini semua sesuai ketentuan pasal 40 ayat 3 PP Nomor 35 tahun 2021,” papar Gusti.

Karena itu, dia meminta secara tegas agar perusahaan wajib dan segera membayar seluruh hak pekerja sesuai regulasi yang ada. Apabila tetap pada pendirian untuk tidak membayar maka Lembaga DPRD segera agendakan melalui rapat Badan Musyawarah (Banmus) untuk mengadakan RDP dengan mitra kerja dan para pihak. “Artinya, hal ini dapat berkonsekuensi pada peninjauan kembali ijin operasi batu mangan di wilayah Kaubele, dan bila masih tidak kooperatif maka pencabutan izin operasi dapat dilakukan pemerintah daerah berdasarkan hasil RDP DPRD,” tandas politisi Golkar ini.

Diamenambahkan, masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, maka pekerja menerima 3 bulan upah. Hal ini jelas dalam PP 35/2021 yang mengatur tentang besaran nilai uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan alasan Pemutusan hubungan kerja (PHK). (jdz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *