Pilihan Prabowo ke Asadoma Murni Strategi Politik Demi Konsolidasi Kekuasaan, PSI Pasti Legowo!

oleh -31 Dilihat

Mikhael Rajamuda Bataona

KUPANG, mediantt.com – Keputusan Prabowo Subianto dan Gerindra mengusung Johni Asadoma tandem dengan Melki Laka Lena, masih terus memantik perhatian publik. Analis Politik dari Fisip Unwira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona, dengan rasional membaca bahwa pilihan Prabowo ke Asadoma itu murni strategi politik demi konsolidasi kekuasaan. Dia malah memastikan bahwa PSI bakal legowo menerima pilihan Prabowo selaku tokoh kunci Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Kepada mediantt.com, Minggu (4/8), dosen cerdas ini mengaku tidak mau berspekulasi menanggapi situasi terbaru itu. Tapi secara empirik, dengan merujuk pada pernyataan Ketua Bapilu Golkar, Frans Sarong, maka sudah bisa dipastikan bahwa Golkar mengikuti keputusan Prabowo. Karena, dalam KIM, Prabowo itu simbol dan tokoh kunci dalam urusan konsolidasi kekuasaan semua partai KIM, termasuk dalam urusan Pilgub.

Di beberapa provinsi, sebut dia, terbaca seperti itu, meskipun ada juga partai KIM yang berbeda karena sejak awal sudah punya figur cagub sendiri. Tapi yang tidak, umumnya berpatokan pada musyawarah bersama lalu mengikuti keputusan Prabowo.

“Sehingga, menurut saya, rekomendasi Gerindra itu tidak boleh dibaca sebagai sebuah surat rekomendasi semata, tapi sebuah putusan seorang leader koalisi KIM, seorang pemenang Pilpres 2024, yaitu Prabowo Subianto. Jelas bahwa bargaining position dan nilai tawar putusan Gerindra itu akan jauh lebih diperhitungkan di meja musyawarah KIM. Rekomendasi yg saya sebut sebagai putusan itu punya kewibawan berbeda di hadapan petinggi Golkar di Jakarta dan Melki Laka Lena sendiri. Jadi, ini bukan soal surat, tapi soal sesuatu yang metafisis di balik surat itu. Sebuah rekomendasi dari seorang Pemenang Pilpres jelas secara metafisis punya aura dan magis serta kewibawan. Itu, maksud saya. Jadi cara membaca rekomendasi Gerindra ini, tidak bisa hitam putih, tapi juga melihat jauh di kedalaman sana, soal siapa yg mengeluarkan rekomendasi itu. Apalagi putusan itu ditandatangani sendiri oleh Prabowo Subianto dan Ahmad musani sebgai ketum dan sekjen Gerindra. Tentu saja ini akan sangat dihitung oleh Melki sendiri dan Golkar juga para elit koalisi KIM,” terang pengajar Komunikasi Politik dan Logika ini.

Karena itu, lanjut dia, dengan berbasiskan argumentasi ini, peluang Johni Asadoma lebih terbuka dari Jane Natalia Suryanto untuk mendampingi Melki Laka Lena. Sebab, semuanya akan dimusyawarahkan di Jakarta. Melki piawai soal ini yaitu mampu mengkomunikasikan dengan semua pimpinan partai KIM. Meskipun diketahu bahwa dalam beberapa pekan terakhir, dari sisi dukungan (rekomendasi), Jane mendapat rekomendasi lagi dari PSI setelah PAN pada awal bulan Juli lalu. Bahkan Golkar sendiri juga secara informal cukup intens berkomunikasi dengan Jane.

Hanya saja, menurut dia, Prabowo itu seorang ahli strategi. Dia punya bacaan yg berbeda terhadap kondisi Pilgub NTT. Jika yg dihadapi adalah figur seperti Pertus Kamlasi, maka KIM juga membutuhkan sosok yang punya latar belakang prajurit seperti Asadoma. “Jadi saya kira ini bukan karena Gerindra tidak menerima Jane dari PSI, tapi terjadi semacam perubahan komposisi karena perubahan peta dan data terbaru yang menunjukan kepada Prabowo untuk memutuskan Melki Laka Lena harus berpasangan dengan Jhoni Asadoma,” tegasnya.

Artinya, menurut dia, itu murni strategi politik dan demi menjaga kepentingan konsolidasi kekuasaan dan pemerintahan Prabowo lima tahun ke depan di NTT. Dengan waktu yang makin sempit, di mana putusan soal pasangan Melki untuk Pilgub ini harus punya ending, maka PSI juga akan diundang untuk mendiskusikan ini. Di situ akan sangat tergantung pada putusan para elit KIM bersama Prabowo.

Dengan demikian, jelas dia, Gerindra akan punya bobot posisi tawar lebih besar dalam musyawarah KIM. Sebab, Prabowo adalah Presiden RI untuk lima tahun ke depan. “Pertanyaan sederhana, apakah Airlangga dan Sulkilfi Hasan serta Kaesang bisa menolak usulan Gerindra untuk menduetkan Jhoni Asadoma dengan Melki di Pilgub NTT ketika Prabowo sudah punya pilihan? Rasanya agak sulit di situ. Bukan tidak bisa, tapi agak sulit karena pasti semuanya bisa saling memahami dan saling menghormati demi kepentingan bersama lima tahun ke depan. Jadi, ini sulit berubah, kecuali memang ada semacam situasi anomali di luar kendali. Selama itu tidak ada, maka saya kira tiga Ketum yang lain akan menerima putusan Prabowo soal Pilgub NTT. Artinya, posisi Johni Asadoma sebagai Cawagub, setelah mendapat rekomendasi dari Gerindra, sudah lebih kuat. Karena koalisi KIM untuk Pilgub NTT berpeluang menerima Jhoni. Apalagi dalam rapat KIM, tentu saja para Ketum pasti mendengar suara Prabowo. Sehingga fakta bahwa politik itu masih bisa sangat dinamis dan kadang ada kejutan, tapi dalam kasus ini saya melihat bahwa Melki dan elit Golkar di Jakarta sudah setuju dengan suara Prabowo. Di mana yang sudah hampir pasti menjadi Cawagubnya Melki itu Jhoni Asadoma,” tandas master jebolan Universitas Padjajaran Bandung ini.

Johni itu Mirip Jane

Ditanya soal elektabilitas Joni Asadoma, dia menjelaskan, memang dalam simulasi sejumlah lembaga survei, Jane masih unggul atas Asadoma. Tapi itu juga karena Asadoma selama ini mensosialisasikan diri dan membranding dirinya sebagai Calon Gubernur, bukan Calon Wakil Gubernur. Potret elektabilitas itu juga bersifat temporal sehingga akan sangat dinamis hingga hari H pencoblosan. Dengan demikian, peluang Jhoni untuk meningkatkan elektabilitas itu masih sangat terbuka. Karena secara ekonomi dan sumber daya, Johni itu mirip Jane.

“Dalam hal logistik dan infrastruktur politik, keduanya punya kemampuan yang cukup baik. Dengan topangan logistik dan jejaring yang sudah dibangunnya selama 2 tahun menjadi Kapolda, saya kira Johni masih bisa menaikan elektabilitasnya. Apalagi sejak hari ini, sudah ada struktur partai Gerindra yang akan bergerak hingga ke desa sesuai perintah Prabowo,” kata Rajamuda.

Dia juga membaca bahwa tipis sekali ada perubahan putusan ini. PSI juga akan legowo dan semua struktur partainya dewasa menerima putusan Prabowo ini. Karena fatsun politik itu etika. Etika koalisi ini yang akan dipegang. Apalagi mereka anggota KIM ini saling menopang dan bekerjasama dalam koalisi bukan hanya di Pilgub NTT tetapi juga di Pilgub dan Pilkada yang lain.

“Nah, di provinsi dan kabupaten lain, Prabowo tentu mengakomodir kepentingan PSI juga. Sehingga ada semacam saling mengisi dalam koalisi. Bukan menang-menangan. Demikian juga dengan PAN dan Golkar, juga Demokrat. Sehingga, perpecahan atau sikap membelot dalam koalisi ini saya kira potensinya sangat rendah. Kecuali ada figur kuat dari partai ini yang juga berpeluang menang dan sudah lama didorong maju, maka mungkin ada pertimbangan lain. Misalnya, diputuskan untuk mereka terpkasa saling berhadapan sebagaimana di Banten,” katanya.

“Namun dalam kasus Pilgub NTT, saya melihat peluang itu sungguh tipis. PSI dan Gerindra tetap bersaudara dan bersama. Karena perbedaan ini sangat normatif dalam dinamika politik. Apalagi alasannya rasional dan bisa dipertanggungjwabkan dalam musyawarah bersama,” tegasnya, menambahkan. (jdz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *