Pilkada Hanya Satu Putaran dan Tanpa Uji Publik

oleh -14 Dilihat

JAKARTA – Rapat panitia kerja (panja) revisi UU Pilkada empat hari terakhir menghasilkan sejumlah kesepakatan. Panja memastikan, pelaksanaan pilada dilangsungkan tahun ini dengan durasi yang lebih singkat. Selain meniadakan uji publik, panja menghapus potensi pemungutan suara putaran kedua.

Hasil revisi tersebut dibahas hari ini di Komisi II DPR, kemudian diparipurnakan besok (17/2). Meski begitu, tidak berarti kesepakatan panja tersebut bakal mulus di paripurna. ’’Normatifnya, sebelum diketok, semua kemungkinan (perubahan) masih ada,’’ ujar anggota panja Muhammad Arwani Thomafi di Jakarta, Minggu (15/2).

Sedikitnya, terdapat sepuluh poin yang disepakati panja. Poin utamanya adalah jadwal pelaksanaan pilkada. Panja menyepakati pilkada berlangsung tiga gelombang sebelum Pemilu 2019. Gelombang pertama dilaksanakan pada Desember 2015. Itu ditujukan untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis 2015 dan semester pertama 2016.

Kemudian, gelombang kedua dilaksanakan pada Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis semester kedua 2016 dan sepanjang 2017. Gelombang ketiga digelar pada Juli 2018 untuk kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2018 dan 2019. ’’Muaranya, pilkada serentak nasional pada 2027,’’ lanjut politikus PPP itu.

Poin krusial yang lain adalah dihapuskannya pemungutan suara putaran kedua dan persyaratan uji publik. Arwani menjelaskan, panja sepakat menghapus syarat kemenangan yang diatur dalam pasal 109 ayat (1). Dengan demikian, siapa pun calon yang memperoleh suara terbanyak akan memenangi pilkada.

Sedangkan penghapusan uji publik dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Arwani menuturkan bahwa pada dasarnya, substansi uji publik sudah ada dalam tahapan verifikasi administrasi calon kada. Dalam melakukan verifikasi, penyelenggara tentu akan melaksanakan berbagai pengecekan, termasuk terjun ke lapangan.

Di sisi lain, panja mendorong parpol agar lebih transparan dalam penjaringan calon. Sebisa mungkin parpol harus melibatkan publik dalam penjaringan calon kepala daerah. Masukan-masukan dari masyarakat sangat penting untuk menentukan apakah calon tersebut bisa diharapkan atau tidak.

Poin yang lain mengenai persyaratan usia dan pendidikan calon, KPU sebagai penyelenggara pilkada, serta paket pencalonan. Kemudian, ada persyaratan dukungan calon independen, pendanaan, hingga penyelesaian sengketa pilkada.

Khusus poin sengketa pilkada, panja sepakat mengembalikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menjelaskan, pihaknya sudah bertemu dengan MK maupun MA untuk membahas sengketa hasil pilkada. Hasilnya, MK bersedia kembali menangani sengketa hasil pilkada dengan waktu yang terbatas.

MK akan menangani sengketa pilkada hingga terbentuknya badan peradilan khusus untuk menanganinya. Badan tersebut ditargetkan terbentuk sebelum Pemilu 2019. ’’MK minta waktu 45 hari kerja (untuk memutus sengketa pilkada),’’ terang Riza saat dikonfirmasi.

Beberapa kesepakatan panja sesuai dengan usul-usul yang disampaikan KPU. Sebelumnya, KPU mewacanakan penghapusan atau minimal memampatkan tahapan uji publik demi mengejar pelaksanaan pilkada tahun ini. Terlebih, Presiden Joko Widodo malah mengharapkan pemungutan suara bisa dilakukan September 2015.

’’Kalau memang September, ya harus ada pemangkasan tahapan,’’ ujar komisioner KPU Arief Budiman. Di antaranya, uji publik, masa sengketa, maupun putaran I dan II. Uji publik yang sebelumnya dirancang berlangsung enam bulan. Apabila dihapus, itu jelas akan memangkas tahapan secara signifikan.

Menurut Arief, simulasi ulang perlu dilakukan karena saat ini sudah masuk Februari. Pascarevisi, apabila ada perubahan-perubahan yang signifikan, KPU juga harus memperhitungkan ulang maupun memperbaiki aturan teknis agar sesuai dengan perintah UU.

Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo tidak berkomentar mengenai poin-poin yang disepakati panja. ’’Nanti dilaporkan pada rapat di komisi II Senin, sekaligus pandangan mini fraksi dan pemerintah,’’ ujarnya lewat pesan singkat kemarin. Pemerintah berencana menyampaikan pandangan dalam rapat komisi II pada hari ini. (jp/jdz