KUPANG – Hingga saat ini Polda NTT belum memberikan klarifikasi terhadap penetapan Frans Oan Semewa (FOS) sebagai tersangka yang dinilai cacat hukum. FOS pun telah mengajukan pra peradilan, namun hingga saat ini Polda NTT masih bungkam. Belum berani memberikan tanggapan atas tuduhan melanggar hukum dalam penetapan tersangka FOS.
Berkali-kali dikonfirmasi pers, baik melalui telpon celuler, WhatsAp, dan pesan singkat, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Jules A. Abast, tak merespons. Ia masih tetap bungkam atas kasus penyidik yang dinilai melanggar hukum atas penetapan tersangka FOS.
Sebelumnya diberitakan, Frans Oan Smewa (FOS) mengajukan keberatan atas penetapan sebagai tersangka oleh penyidik Polda NTT.
Melalui kuasa hukum, Erlan Yusran, SH, MH, ia menjelaskan, Penyidik Polda NTT telah mengangkangi pasal 78 dan 79 KUHAP tentang gugurnya hak menuntut secara pidana dan perhitungan waktu kadaluwarsa terhadap laporan Christian Natanael.
Melihat hal ini, kata Erlan, FOS mengajukan perkara pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Kupang. “Saya sudah daftar di PN Kupang pada Jumat, 23 Februari 2018 dan diterima oleh staf PN bagian piket lalu, diteruskan ke bagian pidana,” jelas Erlan melalui pesan whatsap, Kamis (1/3/2018).
Berdasarkan data yang dihimpun media ini, suarat laporan perkara pra peradilan di PN Kupang itu bernomor 03/Pid.Pra/2018/PN.KPG. Sedangkan jadwal sidang pertama Senin, 12 Maret 2018.
Untuk diketahui, Kuasa Hukum Frans Oan Semewa Erlan Yusran mengatakan, penetapan tersangka terhadap Frans Oan Semewa oleh Polda NTT dinilai melanggar hukum.Karena itu, FOS menyatakan keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka.
“Jual beli tanah yang dimaksud benar-benar terjadi antara Christian Natanael dan saya pada tahun 1998,” cerita Erlan Yusran meniru ucapan Frans Oan Semewa.
Melalui pesan whatsapp yang diterima media ini Minggu (25/2/2018), Erlan menuturkan bahwa tindakan Penyidik Polda NTT yang menindaklanjuti laporan Christian Natanael dinilai melanggar hukum karena mengangkangi ketentuan Pasal 78 KUHP.
Dalam Pasal 78 KUHAP itu, jelas dia, mengatur tentang gugurnya hak menuntut secara pidana karena kedaluwarsa, sedangkan pada Pasal 79 KUHP yang mengatur tentang perhitungan waktu kadaluwarsa.
“Pasal 79 ayat (1) KUHP mengatur secara khusus penghitungan kadaluwarsa tindak pidana pemalsuan yaitu sehari sesudah barang yang diduga dipalsukan digunakan sampai 12 tahun kemudian,” jelas Erlan.
Ia juga menjelaskan, dalam kasus ini Frans Oan Semewa menggunakan Akta Jual Beli (AJB) tanah yang diduga palsu sejak 9 Juni 1998 silam (saat balik nama).
“Dengan demikian, masa kadaluwarsa itu terhitung sampai tgl 9 Juni 2010. Lewat dari 9 Juni 2010, hak untuk menuntut secara pidana, dengan sendirinya gugur,” tegasnya.
Erlan menambahkan, langkah hukum yang dilakukan Frans Semewa saat ini adalah mengajukan permohonan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Kupang.
Diinformasikan, pada tahun 1998, Christian Natanael alias Chris alias Werli menjual sebidang tanah kepada Frans Oan Semewa (FOS), yang terletak di Pulau Seraya Kecil, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai (sekarang menjadi Kabupaten Manggarai Barat). Tanah tersebut ber-Sertifikat Hak Milik (SHM) No 875.
Atas jual beli tanah dimaksud, dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) Nomor : 53/JB/KK/IV/1998 tanggal 22 April 1998, yang dibuat oleh Camat Komodo (Drs. Yos Vins Ndahur, alm) sebagai PPAT.
Pada tanggal 9 Juni 1998, SHM No 875 dibalik nama dari pemegang hak lama, Christian Natanael kepada pemegang hak baru Frans Oan Semewa (FOS).
Sejak itu, Frans Oan Semewa membangun Hotel Gardena II di objek jual beli tanah tersebut.
Tahun 1999, ketika pembangunan Hotel Gardena II sedang berjalan, Christian Natanael kembali menjual 2 bidang tanah miliknya (SHM No. 876 dan SHM No. 878) kepada Frans Oan Semewa. Dua bidang tanah tersebut berbatasan langsung dengan tanah SHM No. 875.
Pada 6 Desember 2017, Christian Natanael melaporkan Frans Oan Semewa ke Polda NTT, dalam dugaan tindak pidana pemalsuan surat Akta Jual Beli No 53/JB/KK/IV/1998 tgl 22 April 1998 atas tanah degan SHM No. 875 (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1-e KUHP).
Penyidik Polda NTT menanggapi laporan tersebut dan selanjutnya menetapkan Frans Oan Semewa sebagai tersangka sesuai Surat Panggilan No. SP-Gil/124/II/2018/Ditreskrimum tangal 19 Februari 2018. (*/jdz)