KEFAMENANU — Sejumlah fakta menarik dalam persidangan kasus pembunuhan terhadap Paulus Usnaat, yang tewas dengan kondisi alat vital terputus di dalam sel tahanan markas Kepolisian Sektor Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, satu persatu mulai terkuak. Salah satu yakni semua polisi yang piket pada malam kejadian tertidur pulas.
Pengakuan itu disampaikan oleh Brigadir Polisi Simon Mela, yang menjadi salah satu saksi, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kefamenanu, Rabu (1/4/2015). Sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi itu, dipimpin oleh Hakim Ketua Darminto Hutasoit dan dua hakim anggota Hendrywanto MK Pello dan Wawan Edi Prastiyo, serta Jaksa Penuntut Umum Dany Salmon Agusta dan Jonathan Limbongan, dengan menghadirkan juga dua orang penasihat terdakwa Emanuel Talan dan Baltasar Talan yakni Magnus Kobesi dan Jeremias LM Haekase.
Pengakuan Brigpol Simon Mela itu kemudian mendapat tanggapan dari hakim anggota Wawan Edi Prastiyo yang mempertanyakan kinerja para petugas piket.
”Apakah prosedur tetap, anggota polisi yang piket tidur nyenyak dan membiarkan tahanan sendiri tanpa diawasi. Percuma saja uang hasil pajak rakyat dipakai untuk membayar kalian yang kualitas kerjanya seperti itu,” tegas Wawan.
Dalam keterangannya, Simon mengatakan beberapa saat sebelum kejadian pembunuhan, sejumlah petugas piket lainnya (Firman C Yuhono, Lalu Usman dan Harianto Key), minum-minum di rumahnya Armindo (saksi), hingga tengah malam sekitar pukul 24.00 Wita. Setelah itu, tiga petugas piket itu kembali ke kantor, tanpa mengontrol tahanan, mereka langsung tidur.
“Kami semua tidur nyenyak dan tidak mendengar apapun saat malam terjadinya pembunuhan itu (2 Juni 2008). Kami baru tahu kalau ada pembunuhan itu, besok pagi (3 Juni 2008),” beber Simon.
Sementara itu, saksi kedua yang dihadirkan dalam sidang tadi yakni tersebut M Solahudin (mantan Kepala Unit Reskrim Polsek Miomafo Timur) sempat dicecar pertanyaan hakim anggota Wawan Edi Prastiyo soal pemindahan tahanan Dionisius Kofi (seorang tahanan yang ditahan satu sel bersama korban paulus Usnaat di dalam Polsek Miomafo Timur), ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kefamenanu oleh M Solahudin pada 2 Juni 2008 sekitar pukul 09.00 Wita.
Hakim Wawan menanyakan alasan tahanan Dionisius Kofi dipindahkan ke Rutan Kefamenanu, dan dijawab M Solahudin bahwa, semuanya itu atas perintah Kepala Polsek Miomafo Timur waktu itu yakni I Ketut Saba. Pertanyaan lanjutan hakim Wawan, terkait tahanan tersebut apakah berkas perkaranya sudah P21, dan dijawab oleh saksi M Solahudin, bahwa berkasnya belum P21, bahkan surat perintah dimulainya penyidikan belum juga dikirim.
Saksi M Solahudin pun lantas memberi alasan lainnya bahwa, Dionisius Kofi dipindahkan ke Rutan Kefamenanu, karena alasan keamanan. Hakim Wawan lantas menanyakan jika alasan keamanan yang dipakai, kenapa dua tahanan (Dionisius Kofi dan Paulus Usnaat) tidak dipindahkan secara bersamaan.
Mendapat pertanyaan itu, saksi M Solahudin tetap bersikukuh bahwa hal itu atas perintah Kapolsek Miomafo Timur.
Untuk diketahui, Paulus Usnaat dibunuh di dalam sel tahanan polisi dengan gorokan di leher dan alat vital terpotong pada 2 Juni 2008. Potongan organ tersebut disebut dibuang di hutan, tepatnya di belakang Kantor Kepolisian Sektor Miomafo Timur, dan tak pernah ditemukan hingga saat ini.
Paulus Usnaat ditahan di dalam sel Kepolisian Sektor Miomafo Timur karena dituding melakukan pencabulan terhadap Idolina Talan (anak kandung dari terdakwa Baltasar Talan). Kasus tersebut menarik perhatian publik karena menyeret nama Agustinus Talan yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten TTU. Dia sempat ditahan di tahanan Brimob Polda NTT selama beberapa hari, tetapi akhirnya dilepas. Polisi menyatakan, keterkaitan dia dalam kasus ini sulit dibuktikan. (kompas.com/sigiranus marutho bere)