Potensi Perikanan NTT Baru Dikelola 38 Persen

oleh -28 Dilihat

Kupang, mediantt.com — Potensi perikanan tangkap yang ada di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), saat ini baru dikelola sekitar 38 persen atau 41.000 ton dari yang diperbolehkan, yaitu sebanyak 180.000 ton per tahun.

“Potensi perikanan tangkap memang luar biasa, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Dari potensi yang diperbolehkan, pemanfaatannya belum mencapai 50 persen,” kata Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Ganef Wurgiyanto, di Kupang, Kamis (16/7/2015).

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan besar potensi perikanan yang bisa digarap dan sejauhmana pemanfaatan potensi yang ada untuk kesejahteraan rakyat daerah itu.

Potensi Perikanan tangkap yang bisa digarap itu terdiri dari potensi lestari (MSY) 388,7 ton per tahun dan ikan ekonomis, berupa ikan pelagis (tuna, cakalang, tenggiri, laying, selar, kembung), ikan demersal (kerapu, ekor kuning, kakap, bambangan). “Komoditas lainnya berupa lobster, cumi-cumi, kerang darah dan lainnya,” ucapnya.

Menurut dia, pemerintah terus berupaya untuk memberikan kesempatan kepada para nelayan untuk dapat memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Upaya-upaya yang sudah dan sedang dilakukan adalah menyiapkan bantuan kapal yang lebih memadai kepada para nelayan, agar lebih leluasa melakukan aktivitas di perairan laut.

Selama 2014-2015 misalnya, kata dia, Pemerintah Provinsi NTT telah memberikan bantuan hibah berupa 183 unit kapal penangkap ikan untuk membantu nelayan di provinsi berbasis kepulauan itu. Bantuan kapal ini sudah dilengkapi dengan peralatan penangkapan ikan, seperti alat pancing dan pukat.

“Pemerintahan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya memberikan perhatian serius pada sektor kelautan. Dalam dua tahun ini saja pemerintah sudah memberikan bantuan 183 unit kapal penangkap ikan. Kapal itupun diberikan dalam bentuk hibah. Pemerintah tidak memungut apa-apa,” tegasnya.

Kebijakan ini sebagai bagian dari bentuk perhatian pemerintah terhadap para nelayan, yang selama ini hanya menangkap ikan dengan menggunakan perahu papan, jukung dan perahu motor tempel.

Dia berharap, dengan adanya kebijakan hibah kapal penagkap ikan kepada para nelayan, secara bertahap potensi perikanan yang ada di wilayah itu bisa dimanfaatkan lebih optimal.

Kekurangan Mesin Pendingin  

Ia juga mengatakan, Provinsi NTT sejauh ini masih mengalami kekurangan mesin pendingin untuk menampung ikan hasil tangkapan nelayan daerah itu. “Mesin pendingin yang ada di NTT saat ini hanya ada di tiga titik yakni di Kabupaten Flores Timur, Sikka dan Kota Kupang. Itupun milik swasta,” kata Ganef.

Alasan yang dikemukakan, sebut dia, antara lain keterbatasan kapal penangkap ikan, ketersediaan BBM hingga ketersediaan mesin pendingin pascapenangkapan ikan dari wilayah perairan.

Menurut dia, mesin pendingin milik perusahan swasta yang ada di tiga titik itu memiliki daya tampung tidak terlalu besar, sehingga tidak bisa menampung seluruh hasil tangkapan nelayan. Karena itu, dia telah mengundang sejumlah investor untuk menanamkan modalnya dalam penyediaan mesin pendingin ikan tetapi sejauh ini belum ada yang berminat.

“Mesin pendingin ini harus dikelolah secara profesional dan itu memerlukan investasi,” katanya.

Kata dia, minimnya mesin pendingin di daerah itu ikut berdampak pada pemanfaatan potensi perikanan tangkap yang ada di provinsi berbasis kepulauan itu. “Tentu memiliki pengaruh terhadap pengelolaan potensi perikanan yang ada. Kalau kapasitas mesin pendingin hanya bisa menampung sepuluh ton, tetapi nelayan bisa menangkap ikan 20 ton, lalu sepuluh tonnya mau dibuang kemana,” katanya.

Karena itu, perlu dipikirkan secara bersama untuk menyediakan sarana pendingin ikan yang lebih memadai di NTT, baik melalui investasi swasta maupun pemerintah. (ant/jdz)

Foto : Ilustrasi hasil tangkapan ikan nelayan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *