Prahara Itu Merusak Segalanya dan Merenggut Ratusan Nyawa…

oleh -22 Dilihat

Prahara di awal April 2021 itu amat kejam. Dalam sekejab, fasilitas publik porak poranda. Jembatan dan jalan ambruk. Rumah warga terendam banjir. Hamparan sawah luluh lantak. Yang paling tragis, nyawa manusia melayang sia-sia. Hilang di malam gelap tersapu banjir bandang dan longsor, lalu ditemukan tak benyawa. NTT berkabung. Ah...

MINGGU, 4 April 2021. Bertepatan dengan peringatan Kebangkitan Kristus, duka nestapa melanda seluruh warga NTT. Provinsi Kepulauan ini dikepung dan dilanda bencana dahsyat akibat badai siklon tropis Seroja. Banjir bandang dan longsor merenggut puluhan nyawa di Adonara Flores Timur dan Ile Ale Lembata. Duka menyayat; karena ada yang kehilangan tidak hanya seorang tapi satu keluarga; anak, istri, bapa dan mama. Pun, kehilangan harta benda.

Dini hari itu, di saat warga lain terlelap, puluhan warga Desa Nele Lamadike, Kecamatan Ile Boleng, tewas tertimbun longsor akibat banjir bandang setelah diguyur hujan sejak Jumat (2/4).

Warga Riang Muko, Erik Mone, berkisah, banjir bandang itu terjadi sekitar pukul 01.30 Wita. Ratusan rumah di bantaran kali Wai Bele dari ujung utara perbatasan Kota Waiwerang, komplek bronjong sampai komplek muara sungai wilayah pesisir laut, hancur total disapu banjir.

“Hujan tidak berhenti dari pagi sampai malam. Tiba-tiba banjir besar. Rumah semua yang ada di tepi kali disapu bersih, hancur total,” tutur Erik Mone, Minggu (4/4/2021).

Yosefina Sura Mangu, warga Riangmuko Waiwerang, juga mengatakan, rumah dan seluruh harta bendanya habis terbawa banjir. “Rumah dan barang-barang kami habis semua. Saya tidak tahu bagaimana nanti. Surat-surat, ijazah, barang berharga semua hilang. Kami tidak punya apa-apa lagi. Untung saya dan anak, liburan Paskah di Lewoleba. Kalau tidak, pasti kami dibawa banjir. Puji Tuhan kami selamat,” cerita Yosefina Sura Mangu.

Kepala Desa Nele Lamadike, Pius Pedang Melai mengatakan, wilayah terdampak banjir bandang ini di dua desa, yaitu Desa Lamanele di Kecamatan Ile Boleng dan Desa Waiburak di Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur.

BPBD Flores Timur mencatat, rincian korban jiwa di Desa Lamanele antara lain, 31 orang meninggal dunia, 5 orang luka-luka, 9 KK atau 20 jiwa terdampak. Di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, 2 orang hilang, 1 meninggal dunia, 4 orang luka-luka. Sementara di Desa Oyang Barang, Kecamatan Wotan Ulumado, 3 orang hilang dan 40 KK terdampak.

Kerugian materil sementara, puluhan rumah warga tertimbun lumpur di Desa Lamanele, Kecamatan Ile Boleng, pemukiman warga sekitar hanyut terbawa banjir dan jembatan putus di Desa Waiburak Kecamatan Adonara Timur.

Kisah tragis yang sama juga dialami warga Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata. Banjir bandang akibat longsor yang berasal dari arah Gunung Ile Lewotolok menyeret dan menghanyutkan sejumlah rumah di wilayah Desa Waowala, Tanjung Batu, Amakaka dan Lamawara.

Maria Bengang Geruoda (80) adalah salah satu korban meninggal dunia yang ditemukan pada pagi hari di tepi pantai. “Mama ditemukan sudah meninggal,” kata Lorensius pasrah.

Tadeus Dosi, warga Desa Tanjung Batu menuturkan, air bah dari arah Gunung Ile Lewotolok menerjang pemukiman warga sekitar jam 3 dini hari. “Kita dalam rumah, saya tidak lihat air lumpur. Pagi sudah lihat begini,” tutur dia.

Warga pun masih mencari korban yang hilang. Sementara empat warga desa Tanjung Batu juga sudah ditemukan meninggal akibat tersapu banjir. Satu orang warga Waowala juga ditemukan meninggal dunia di desa Tanjung Batu.

Dari lokasi kejadian dilaporkan, banjir yang berasal dari gunung Ile Lewotolok membawa batu-batu besar, gelondongan kayu, dan lumpur tebal. Proses evakuasi korban luka-luka dan warga yang selamat masih dilakukan secara manual.

Sebab, batu-batu besar, gelondongan kayu dan lumpur yang berasal dari gunung membuat akses jalan di wilayah itu putus total. Beberapa jalan yang putus berada di wilayah desa Waowala, Tanjung Batu, Amakaka dan Lamawara. Kendaraan dari Lewoleba hanya bisa sampai di desa Waowala.

Data Terbaru

Data terbaru yang dikeluarkan BNPB Pusat, hingga Rabu (7/4/2021), pukul 21.00 Wita, total korban tewas akibat bencana alam banjir bandang dan longsor mencapai 138 orang dan 68 orang belum ditemukan.

“Korban meninggal dunia untuk Flores Timur ada perubahan angka dan data, sekarang menjadi 67 orang yang meninggal. Yang hilang sudah berkurang menjadi 5 orang karena sudah ditemukan beberapa jenazah lagi,” kata Kepala BNPB Letjen Doni Monardo, dalam siaran YouTube BNPB, Rabu (7/4/2021).

Doni juga menyebutkan jumlah orang yang meninggal di Alor hingga Kupang. “Yang di Alor 25 orang meninggal dan yang hilang 20. Di Malaka yang meninggal 4 orang. Di Kabupaten Kupang yang meninggal 5 orang. Kemudian di Kabupaten Lembata yang meninggal 32 orang dan yang hilang 35 orang. Kemudian di Sabu Raijua yang meninggal 2 orang. Di Ende, Kota Kupang dan Ngada masing-masing 1 orang, sehingga total korban meninggal yang telah ditemukan datanya mencapai 138 orang dan yang masih dalam pencarian 68 orang,” jelas Doni.

Tidur Beralas Terpal

Dari Waiwerang dilaporkan, hingga hari keempat, anak-anak korban banjir Adonara yang berada di tempat pengungsian tidur beralas terpal tanpa selimut. Salah satunya di tempat pengungsian MAN Weiwerang, Kecamatan Adonara Timur.

Salah satu relawan, Mohammad Soleh Kadir, yang mengurus para pengungsian MAN Waiwerang, Kamis (8/4) mengatakan, ada 54 KK dengan 170 jiwa ditampung di tempat pengungsian MAN Waiwerang ini.

Dari 170 jiwa itu ada sekitar 58 anak, empat bayi, dan 10 balita. Menurutnya sampai saat ini, sudah ada bantuan 22 kasur dari Kemensos yang diutamakan untuk bayi, lansia dan balita.

“Tadi baru kita dapat bantuan kasur dari Kemensos. Mereka kasih hanya 22 kasur saja. Kasur itu untuk 4 bayi, 10 balita dan sisanya untuk lansia. Sedangkan untuk anak-anak dan orang dewasa masih tidur di lantai dengan beralas terpal,” ungkap dia.

“Mereka sudah empat malam tidur di sini. Banyak yang tidur di lantai
beralaskan terpal dan sampai saat ini tidak ada bantuan selimut bagi para pengungsi. Ini yang jadi masalah di pengungsian,” tambahnya.

Untuk makanan minum, kata dia, masih ada bantuan warga dari sekitar
pengungsi ini terus memberikan nasi bungkus. “Kalau untuk makan minum tidak ada masalah saat ini, ” ujarnya.

Novita Palang, salah satu pengungsi banjir bandang Adonara, membenarkan ia bersama pengungsi lainnya termasuk ketiga anaknya tidur di terpal tanpa selimut. “Tadi kita lihat bantuan kasur dari Mensos. Tetapi para relawan prioritas untuk bayi dan balita. Jadi kita tidak dapat karena sangat terbatas bantuan itu,” ujar Novita.

Kebutuhan saat ini, lanjut Novita adalah pakaian bersih karena ia hanya punya pakaian yang melekat di badan.

“Kan bencana itu kami lari hanya pakaian di badan. Selama kami berada ditempat pengusian ini juga dibantu satu potong baju oleh relawan di sini. Saat ini saya masih membutuhkan bantuan pakaian termasuk untuk ketiga anak saya, meski saya dan anak-anak tidur beralas terpal,” pungkasnya.

Badai Seroja telah berlalu, tapi duka lara masih menggelayuti warga yang terdampak. Mereka butuh sentuhan kasih dan uluran tangan untuk bisa bangkit dari keterpurukan ini. Mari bergandengan tangan membantu mereka. (josh diaz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *