Profanasi Simbol dan Pereduksian Makna Tradisi Akibat Krisis Gaya Hidup Modern Perspektif Rene Guenon

oleh -19 Dilihat

Ilustrasi Simbol

Oleh Andreas T. Alfares
Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

SIKAP profan merupakan salah satu isu yang berkembang dalam bingkai keagamaan di era dewasa ini, abad 21. Perkembangan sikap profan disebabkan karena tidak adanya pengetahuan tentang konsep keagamaan dalam paradigma masyarakat beragama dan juga karena pengetahuan modern yang mengakibatkan timbul sikap profan di dalam masyrakat. Pada umumnya agama dipahami sebagai sistem kepercayaan yang berisi berbagai aturan, nilai, dan perilaku dalam mengantarkan manusia mencapai kedamaian dan ketentraman.

Pereduksian makna simbol-simbol agama mengakibatkan sistem kepercayaan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang diyakini oleh masyrakat mengalami degradasi. Krisis dari gaya hidup modern yang terjadi secara terus-menerus dalam berbagai bidang mengalami perubahan yang signifikan mulai dari alat-alat teknologi sampai pada perubahan gaya hidup. Salah satu yang mengalami dampak dari krisisnya gaya hidup modern adalah pada bidang keagamaan. Akibat dari krisis gaya hidup dan pengetahuan modern menyebabkan terjadinya pereduksian simbol-simbol keagamaan atau penurunun makna simbol-simbol yang sebenarya memiliki makna yang sakral, justru karena pengetahuan atau perspektif modern, simbol-simbol tersebut mengalami penurunan nilai dan secara tidak langsung menurunkan nilai tradisi.

Berbagai kasus yang terjadi dalam konteks keagamaan terjadi karena pereduksian simbol-simbol keagamaan yang terjadi dalam lingkup masyarakat. Pereduksian terhadap simbol keagamaan ini terjadi karena karena pengetahuan modern yang mempengaruhi pemikiran atau perspektif masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya sikap profan terhadap simbol-simbol keagamaan, yang dimana simbol-simbol yang bersifat sakral atau bernilai sakral, kini dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak mempunyai nilai atau makna yang sakral. Hal ini akibat adanya pengaruh gaya hidup modern sehingga mempengaruhi perspektif masyarakat.

Rene Guenon (Syeikh Abdul Wahid Yahya) adalah seorang pelajar Prancis terkenal, penulis, filsuf dan mistik (okultisme). Ia lahir pada 15 November 1886 di Blois, Prancis Tengah. Seperti kebanyakan orang Prancis pada waktu itu, ia lahir dalam keluarga Katolik Roma. Ia lahir dalam keluarga yang kaya, ayahnya bernama Jean-Baptiste Guenon, dan ibunya Anna-Leontine Jolly. Ayahnya adalah seorang insinyur yang memiliki reputasi tinggi dan ibunya adalah seorang wanita Katolik yang taat. Dari masa kecilnya ia adalah anak yang luar biasa cerdas dan memiliki perbedaan di antara teman sekelasnya. Dia mendapatkan gelar Bachelor karena kepintarannya dan kemudian bergabung dengan Universitas Paris, di mana ia belajar Matematika selama dua tahun.

Rene Guenon merupakan seorang filsuf yang terkenal dengan pemikiran utamanya yakni Filsafat Abadi (Perenialisme). Menurutnya Filsafat Abadi adalah ilmu spiritual yang utama dibandingkan dengan ilmu lainnya. Meskipun ilmu lain harus tetap dicari namun ilmu-ilmu yang lain akan bermakna atau bermanfaat bila dikaitkan dengan ilmu spiritual, karena menurutnya inti ilmu spiritual berasal dari Supranatural dan Transenden serta bersifat universal. Artinya ilmu tersebut tidak dibatasi oleh suatu kelompok atau kepercayaan tertentu.

Pemikiran Rene Guenon dalam bukunya yang berjudul The Crisis Of The Modern World, ia membahas tentang krisis gaya hidup modern yang terjadi di dunia barat pada saat itu, di mana karena akibat dari perkembangan zaman gaya hidup modern, masyarakat dengan berbagai pemikiran atau intelektual yang berkembang, menyebabkan terjadi sikap profan terhadap nilai-nilai agama atau tradisi pada masa itu. Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, di dalam pokok bahasan empat, Sacred and Profane Science, ia menuliskan tentang sikap profan yang terjadi di dalam masyarakat pada masa itu, menyebabkan terjadinya pereduksian makna sesuatu yang sakral.

Guenon menuliskan bahwa filsafat merupakan cinta akan kebijaksanaan. Dengan begitu, filsafat diartikan sebagai tahapan pendahuluan dan persiapan, sebuah langka menuju kebijaksanaan. Ini bukan kebijaksanaan itu sendiri. Ia mengatakan bahwa penyimpangan yang terjadi merupakan pengambilan tahap transisi sebagai tujuan akhir dan berusaha menggantikan “filsafat” dengan kebijaksanaan, suatu proses yang menyiratkan melupakan atau mengabaikan sifat sejati dari yang terakhir itu sendiri.

Tujuan dari pemikiran Guenon sendiri ingin mengembalikan nilai atau entitas dari apa yang ia kenal sebagai nilai tertinggi dan tak terlampaui yaitu Tuhan sendiri. Ia ingin mengembalikan nilai sesuatu yang sakral yang telah mengalami pereduksian makna akibat krisis gaya hidup modern pada masa itu sebab banyak orang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran untuk memenuhi hasrat pribadi sehingga tidak lagi memperhatikan nilai-nilai cinta kasih di dalam masyarakat.

Pemikiran Guenon ini dipengaruhi oleh gurunya pada saat sedang menempuh pendidikannya. Ia mendapat pengaruh dari kaum sufi atau orang-orang yang mendalami sufisme atau tasawuf yang merupakan ajaran dalam islam yang mengajarkan mengenai cara menyucikan jiwa atau membersihkan diri, menjernihkan pikiran/akhlak, membangun lahir dan batin untuk mendapatkan atau memperoleh kebahagiaan abadi atau kehidupan kekal. Penyucian diri yang dimaksudkan di sini, penyucian karena pikiran-pikiran yang buruk sehingga menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak berakhlak.

Simbol

Kata simbol dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), merupakan lambang yang berarti menyatakan suatu tanda yang mempunyai maksud atau arti tertentu. Sementara itu, dilihat dari akar katanya, simbol berasal dari kata “sym-bollein” (Yunani). Symbollein berarti “melempar bersama-sama”, atau meletakkan bersama-sama yang dalam satu ide atau konsep suatu objek yang kelihatan, sehingga objek yang kelihatan itu mewakili sebuah gagasan atau memberikan sebuah arti yang mengungkapkan sesuatu. Sobur seringkali mengartikan simbol sebagai sebuah lambang yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang lain atau memberikan arti dari sesuatu yang lain itu, berdasarkan kesepakatan kelompok atau masyarakat.

Menurut Dillistone, mengartikan symbollein sebagai tindakan mencocokkan, menempatkan kedua bagian yang berbeda dalam bentuk gambar atau bahasa dan lainnya. Sementara itu, menurut Carl G. Jung, simbol merupakan suatu “istilah atau nama yang mempunyai arti konotasi yang spesifik dan mengandung suatu arti yang samar-samar atau tersembunyi dan belum nampak secara jelas”, maka dibutuhkan suatu interpretasi untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya

Tradisi

Kata Tradisi dalam kamus Antropologi, sama artinya dengan adat-istiadat atau kegiatan atau kebiasaan yang bersifat magis-religius yang terdapat di dalam suatu kelompok atau masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai yang dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Tradsi dalam kontek filsafat Perenial Schuon, merupakan sesuatu yang bersifat transenden dan semua agama berasal dari apa yang transenden itu. Yang Transenden itu Satu (Esa) dan dari yang Satu itu terbentuk Tradisi atau agama dalam berbagai bentuk dan makna.

Modern

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata modern memiliki arti sesuatu yang terbaru; mutakhir, sikap dan cara berpikir yang mengikuti arus perkembangan zaman. Istilah modern sendiri berasal dari kata bahasa Latin yang berarti sekarang ini atau pada masa kini. Modernitas merupakan sesuatu yang bersifat modern. Modernitas juga diartikan sebagai pencampuran budaya yang terjadi pada masyarakat akibat dari kemajuan zaman atau modern itu sendiri.
Charles Baudelaire adalah seseorang yang dianggap sebagai pencetus atau pengarang modernite (modernitas).

Dalam sebuah tulisannya di tahun 1864, yang berjudul “The Painter Of Modern Life”, yang mengarang istilah modernitas dan mengartikannya sebagai suatu pengalaman hidup yang akan berakhir di tengah kota. Yang mengartikan bahwa modernitas mengarah pada periode, hubungan yang ditandai dengan terbongkarnya seseorang dari kehidupan masa lalu, atau terlepasnya terhadap hal-hal di masa lalu dan terangkat ke hal-hal yang uni di masa sekarang. Koentjoroningkat menyatakan bahwa modernitas merupakan suatu upaya untuk hidup sesuai dengan masa sekarang.

Ogburn dan Nimkoff berpendapat bahwa modernitas adalah sebuah cara untuk membawa masyarakat atau manusia memfokuskan pandangan pada masa yang akan datang secara nyata dan bukan hanya terperangkap dalam hayalan-hayalan yang bersifat semu saja. Soekanto mengungkapkan bahwa modernitas mengarah pada metode yang sangat luas. Pendapat Soekanto ini menjelaskan bahwa batasannya tidak dapat ditetapkan secara total dalam kurun waktu tertentu. Ia mengatakan bahwa mungkin saja modernitas di daerah tertentu, modernisasi mengarah pada pemusnahan suatu benda yang dipandang sebagai sesuatu yang sakral di daerah tertentu atau pemusnahan batu aksara yang merupakan peninggalan leluhur.
Wilbert Moore menyatakan bahwa modernisasi adalah sebuah perubahan masyarakat sebelum modern (pra-modern) atau masyarakat tradisional menuju ke jenis masyarakat organisasi sosial dan teknologi yang menyamai kemajuan pada masyarakat modern yang memiliki situasi politik yang stabil.

Dari pendapat-pendapat para ahli mengenai modernitas dan pengertian modern, dapat disimpulkan bahwa modern merupakan sesuatu yang baru atau yang sesuai dengan masa sekarang dan di dalam modern itu terdapat tindakan pembaharuan atau yang juga dikenal sebagai modernisasi yang adalah tindakan untuk berjalan atau melangkah meninggalkan gaya hidup yang lama dan bergerak menuju pada suatu lingkungan baru yang memiliki berbagai kebaruan yang memberikan manfaat negatif dan positif. Dalam modernisasi terjadi perubahan-perubahan pemikiran atau gaya hidup suatu kelompok masyarakat ataupun individu dari gaya hidup tradisional kepada hidup yang lebih baru, maju, atau modern yakni suatu hal yang baru. Dalam gaya hidup modern, kelompok atau individu mulai mengekspresikan gaya hidup mereka atau pemikiran mereka sesuai dengan lingkungan yang mereka tempati. Di lain sisi, tidak semua masyarakat atau perseorangan terlarut dalam gaya hidup modern yang ada, ada pula masyarakat atau individu yang masih tetap berpegang pada gaya hidup mereka yang lama karena tidak masuk dan ikut serta dalam hal yang baru tersebut. Tindakan itu juga dikarenakan mereka masih berpegan teguh kepada nilai-nilai tradisi yang mereka yakini memberikan sesuatu yan mereka anggap berguna atau bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Kesimpulan

Dalam tulisan ini dibahas mengenai pemikiran Guenon yang dipengaruhi oleh krisis yang terjadi dalam kehidupan masyarakat barat pada saat itu yang terpengaruh oleh gaya hidup modern terciptanya sikap profan terhadap sesuatu yang sakral. Tujuan pemikiran Guenon ini, ia ingin mengangkat kembali nilai-nilai sakral dalam sautu tradisi yang jatuh akibat sikap profan karena krisis gaya hidup modern pada masa itu.

Relevansi dari pemikiran Guenon di dalam masyarakat Indonesia pada masa kini adalah, munculnya berbagai problem yang terkait dengan agama di negara Indonesia, negara yang plural ini. Berbagai gerakan dan pemikiran bermunculan di negara ini, yang umumnya menyatakan diri sebagai kelompok yang peduli tentang agama dan permasalahannya, namun kenyataanya bukan menyelesaikan permasalahan tapi justru menimbulkan permasalahan semakin banyak dan sulit untuk dipecahkan atau diselesaikan. Sikap profan dalam masyarakat juga menjadi salah satu unsur penyebab timbulnya berbagai masalah agama karena terjadi pereduksian simbol-simbol yang sakral dalam agama. Simbol-simbol yang mulanya memiliki nilai yang sakral, kini akibat dari pemikiran dan gaya hidup modern, simbol-simbol yang memiliki nilai sakral itu mengalami pereduksian nilai kesakralan atau penurunan nilai yang tadinya sebagai sesuatu yang yang sakral, kini menjadi sesuatu yang dianggap biasa seperti hal-hal duniawi pada umumnya dan tidak dilihat lagi sebagai sesuatu yang yang sakral. Contoh kasus yang terkait dengan agama atau tradisi yang mengalami pereduksian nilai atau makna, diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama. Sementara sisanya kekerasan etnik sekitar 20 persen, kekerasan gender sebanyak 15 persen, kekerasan seksual ada 5 persen.

Dilihat dari presentase kasus yang terjadi, sudah jelas bahwa presentase kekerasan yang berlatarbelakang agama, lebih besar presentasenya. Hal ini, bisa terjadi karena masyarkat tertentu atau para pelaku kriminal melakukan tindakan ini, karena mereka tidak lagi memaknai atau melihat nilai-nilai agama sebagai sesuatu yang sakral.

Artikel ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya kritik dan saran haturkan agar makalah ini dapat lebihh baik dan kami dapat mengevaluasi dalam ranah perbaikan. (***)

Referensi

Nurul Khair, (2020), Pengaruh Sikap Profan Terhadap Paradigma Masyarakat Beragama Perspektif Emili Durkheim, Jurnal Sosiologi Agama, Vol. 14, No. 2, Juli-Desember 2020
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Gu%C3%A9non, diakses pada tgl 22 April 2024, Pukul 15.00 (3 sore)

Guenon Rene, (1927). The Crisis Of The Modern World. London.

Richard Cocks. (2018). Philosophy and The Crisis Of The Modern World. Vogelin View, 12 February 2018

Kumparan.com,https://kumparan.com/pengertian-dan-istilah/mengenal-arti-simbol-jenis-dan-fungsinya-209W17KbLX9, diakses pada tanggal 22 April 2024, pukul 15.20

KBBI Online, https://kbbi.web.id/modern, diakses pada tanggal 22 April 2024, pukul: 15.45

Mahbubah Hasanah, dkk, (2023). Hakikat Modern, Modernitas dan Modernisasi Serta Sejarah Modernisasi di Dunia Barat. Jurnal Religion: Agama, Sosial, dan Budaya, Vol. 1, No.2.