ENDE – Saling serang soal legalitas penambangan galian C pengerjaan proyek di Ende makin tak terkontrol. PT Yetty Dharmawan pun diduga melakukan penambangan ilegal di proyek yang dibiayai APBD II. Buntutnya, warga di lokasi proyek meragukan kualitas jalan yang dikerjakan oleh PT YD karena kerja asal-asalan dan menggunakan material galian C tanpa ijin.
Ketika melakukan pantauan lapangan, ditemukan bahwa penggunaan material galian C jenis urukan pilihan (Urpil) untuk kepentingan pengurukan bahu jalan pada proyek pembangunan jalan simpang Maukaro-Nangaba-Oafeo-Maukaro Tahun Anggaran 2019, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II senilai Rp 19 miliar lebih, yang dikerjakan PT Yeti Darmawan, memang hingga kini masih berlangsung.
Pekerjaan proyek itu oleh kontraktor pelaksana diduga kuat menggunakan material galian C jenis Urpil pada bahu jalan dari lokasi Ilegal alias tanpa ijin, milik masyarakat Desa Wologai, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende.
Pembangunan jalan tersebut, sebelumnya disambut baik oleh masyarakat yang rindu akan akses jalan yang baik dari desa menuju kota. Namun kini mereka kecewa, sebab PT. Yetty Dharmawan sebagai pelaksana dinilai telah bekerja dengan sangat lambat dan melebihi batas waktu pelaksanaan.
Hingga kini, pekerjaan tahun anggaran 2019 itu masih terus dikerjakan, bahkan terdapat banyak titik yang telah dicutting dan ditambal ulang karena mengalami kerusakan akibat pengerjaan yang kurang baik.
“Terus terang kami kecewa dengan hasil pekerjaan yang dilakukan PT Yetty Dharmawan, sebab selain lambat dalam bekerja, kualitas dari jalan pun kami ragukan,” kata Gusty, warga Boafeo saat ditemui wartawan langsung di lokasi quary pada Sabtu, 29 Pebruari 2019.
Selain bekerja lambat, menurut Gusty, PT Yetty Dharmawan juga telah melakukan penambangan ilegal untuk kepentingan pekerjaannya.
“PT Yetty Dharmawan telah melakukan pengerukan tanah pada tebing dinding bukit di wilayah kami. Kami sudah menegur namun tidak mereka indahkan. Kami telah sampaikan bahwa kalau ingin menggunakan material maka harus diambil di kuari yang berijin resmi, jangan mengikis dinding-dinding tebing,” ujar Gusti.
Sementara Andreas Weka, warga Desa Wologai Satu, Kecamatan Ende, juga mengaku bahwa dalam mengerjakan pembangunan jalan Nangaba – Boafeo – Maukaro, PT Yetty Dharmawan telah menggunakan tanah dari lahan masyarakat secara gratis untuk kepentingan timbunan bahu jalan di proyek itu sepanjang 16 kilometer (8 km x 2).
“Jadi untuk pekerjaan jalan sepanjang 8 kilometer ini, PT Yetty Dharmawan telah mengikis bukit pada lahan tanah warga. Tanah yang diambil, digunakan untuk kebutuhan kiri dan kanan bahu jalan agar hotmix yang dikerjakan tidak gampang pecah/tergerus air,” katanya sembari menunjuk tebing hasil pengikisan bukit oleh PT Yetty Dharmawan.
Ia juga mengaku, dalam mengambil materi tersebut, PT YD tidak melakukan ganti rugi terhadap pemilik lahan, sebab semuanya itu diberikan warga secara gratis.
“Ini pemiliknya pak dia kasih gratis karena atas kesepakatan bersama entah itu melanggar atau tidak kami kurang tahu pak,” tutur Andreas Weka.
Sementara itu, Direktur Pt Yety Dharmawan Sony Indra Putra yang dikorfirmasi terkait persoalan tersebut, Sabtu 29/02/2020 siang, sedang tidak berada kantor.
Bahkan saat dihubungi ke ponselnya Sony hanya menjawab sedang berada di luar kota mengurus keluarga yang sakit.
“Lagi di Malang Om, ada lihat om masuk RS,” jabwab Sonyn singkat. (wr/tim/jdz )