Kupang, mediantt.com – Intrik politik di PDI Perjuangan menjelang Pilgub NTT 2018 masih sulit dibaca. Lawan politik pun kesulitan bahkan kerepotan mengatur langkah, karena PDIP sendiri belum melaunching jagonya. Masih ada tarik ulur di internal; antara mengutamakan kader atau bukan kader. Tapi yang pasti, menurut analis politik dari Unika Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona, dari semua cagub yang ada, Raymundus Sau Fernandez, lebih punya kapasitas dan kompetensi untuk ditetapkan menjadi Cagub dari PDIP.
Kepada wartawan di Kupang, Kamis (24/11), master komunikasi jebolan Unpad Bandung ini menjelaskan, jika dikaji dari nama- nama calon yang ada, maka PDIP bisa memilih antara Ray Fernandes atau Kristo Blasin. Jika bukan kader partai yang diusung, maka resiko politiknya adalah PDIP akan lumpuh secara ke dalam dan akan kesulitan menghadapi partai dan poros politik lain secara keluar. Artinya, soliditas partai sangat dibutuhkan di Pilgub NTT kali ini.
“Sebagai analis yang bekerja berbasiskan pengetahuan dan data, menurut saya, yang paling rasional bagi PDIP adalah mengutamakan kader yang punya potensi. Jika Ray Fernandes di pandang punya kapasitas dan kompetensi untuk menjadi gubernur. Mengapa tidak?” tegas Rajamuda.
Dari sejumlah nama yang mendaftar ke PDIP, ada kader tulen PDIP seperti Kristo Blasin, Raymundus Sau Fernandez, Andreas Hugo Parera, dan Lusia Adinda Dua Nurak. Selain itu juga ada nama Ibrahim Agustinus Medah, Marianus Sae, Daniel Tagu Dedo, Robert Soter Marut dan sejumlah nama lainnya.
Menurut Rajamuda, nama- nama calon yang mencuat di internal PDIP itu ada banyak faksi dengan jagonya masing- masing. Jika diidentifikasi dari nama-nama yang muncul, bisa terbaca bahwa nama-nama itu punya tarikan dengan semacam gerbong tertentu. Mulai dari Marianus Sae yang ditegaskan sendiri oleh Herman Hery. Lalu nama Hugo Parera dan Adinda Dua Nurak yang disebut oleh Gubernur Frans Lebu Raya. Juga nama Ray Fernandes yang muncul dengan nama Kristo Blasin.
“Dalam bacaan saya, secara simbolik, publik sebenarnya sudah membaca seperti apa kondisi internal PDIP, bahwa PDIP sedang terbelah dan bimbang untuk menentukan siapa yang lebih pantas keluar dari pintu PDIP,” begitu analisis Rajamuda.
Menurut dia, belum memiliki jago untuk diusung dalam pilgub, bukan soal strategi politik. Memang, politik injury time juga bisa menjadi sebuah opsi PDIP dalam Pilgub kali ini. Akan tetapi, sebut dia, aspek yang paling penting adalah soal kaderisasi. Apabila kader tersedia, PDIP tentu tidak butuh menunda penetapan calon. Karena potensi konflik dan pertarungan antar faksi di internal partai menjadi semakin kuat dan bahkan akan memburuk pasca penetapan calon nanti.
“Inilah mengapa kaderisasi itu menjadi krusial untuk PDIP. Sebagai pemenang tiga kali Pilgub di NTT dalam kurun waktu hampir dua dekade ini, PDIP seharusnya sudah lebih matang dan punya persiapan yang lebih sistematis dan tertata dengan baik,” katanya.
Ia juga menegaskan, sebagai partai kader dan partai dengan model institusionalisasi politik terbaik selain PKS dan Golkar, PDIP perlu memprioritaskan kader partainya sendiri demi menjaga soliditas dan menguatkan sentimen kader di seluruh daerah.
Utamakan Kader
Ditanya soal peluang Ray Fernandez dan Marianus Sae, dosen Fisip Unika ini mengatakan, jika harus memilih diantara keduanya, PDIP sudah sepantasnya mengutamakan kader. Karena effect gandanya ke kader dan simpatisan.
“Sebagai partai kader, PDIP sudah mendidik seorang kader mulai dari jenjang yang paling bawah hingga ke jenjang paling atas. Artinya kader tersebut setelah menjadi bupati misalnya, sudah tentu layak didorong ke jenjang tanggung jawab yang lebih tinggi,” tegas Rajamuda, mengingatkan.
Menurut Rajamuda, sejatinya itulah kewajiban PDIP untuk mengorbitkan kader- kader terbaiknya. “Sebagai bupati, Ray Fernandez sudah cukup paham tentang pemerintahan dan masalah sosial kemasyarakatan. Juga yang paling penting adalah masalah pengentasan kemiskinan di NTT,” katanya.
Pengamat politik lainnya dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek berpendapat, parpol sebagai wahana menyemai kader maka sejatinya parpol memiliki kader untuk siap diorbitkan. “Tidak elegan ketika pada hajatan politik tidak memiliki kader yang siap diorbitkan bahkan tergadaikan. Ini mengindikasikan bahwa proses kaderisasi parpol mandek,” kata Urbanus.
Ia menuturkan, “Bila ada elit tertentu yang memiliki kapabilitas dan reputasi yang hebat dan memiliki elektabilitas yang tinggi serta diapresiasi publik, patut diakomodir parpol tersebut. Yang dikedepankan adalah keunggulan, bukan mengandalkan materi dan uang”.
Sekadar tahu, Raymundus Sau Fernandez saat ini sementara menjabat sebagai Bupati TTU periode kedua. Ray merupakan satu satunya calon Bupati di NTT yang melawan kotak kosong pada pilkada serentak pada tahun 2015 lalu. (elas/jdz)