Revisi UU MD3 Bisa Tidak Mulus

oleh -18 Dilihat

Jakarta, mediantt.com — Agenda revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagai tindak lanjut kompromi Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di parlemen berpotensi tidak berjalan mulus. Sebab, PDIP juga sedang menyiapkan agenda tambahan terkait langkah rencana perubahan tersebut.

Tambahan perubahan dalam UU MD3 itu berpotensi memperumit pembahasan. Selain mengatur penambahan jumlah kursi wakil pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) yang terdiri atas 11 komisi dan 5 badan, partai utama pendukung pemerintahan Jokowi-JK itu mengajukan revisi terkait pasal-pasal yang dianggap mengganggu jalannya pemerintahan.

”Jadi, (revisi) diperlukan bukan hanya soal jabatan AKD. Ada aturan-aturan yang terlalu berlebihan nuansa (sistem) parlementernya,” kata Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui di sela-sela acara peringatan HUT Ke-3 Partai Nasdem di Kantor DPP Nasdem, Jl Gondangdia, Jakarta, Selasa (11/11).

Hasto menambahkan, ada semacam political engineering untuk mengarahkan penerapan sistem parlementer dalam MD3. ”Karena itu, perlu ada upaya untuk mengembalikan pada sistem presidensial sebagaimana yang berlaku di negeri ini,” ucap mantan deputi Tim Transisi Presiden Jokowi tersebut.

Hasto kemudian menunjuk salah satu pasal di UU MD3 yang dianggap bertentangan dengan prinsip presidensial, yaitu pasal 98 yang mengatur tugas komisi. Dia menyatakan, ada sejumlah ketentuan di pasal tersebut yang telah overlapping. ”Melebihi wilayah dalam kerangka sistem presidensial,” tandasnya.

Semangat utama yang perlu diluruskan, tegas Hasto, adalah ketika seorang presiden dipilih langsung, yang bersangkutan dan para pembantunya juga harus dijamin bisa melaksanakan kerja dengan baik selama lima tahun. ”Kecuali kalau presiden dan para pembantunya melanggar undang-undang, maka perlakuannya bisa berbeda,” tutur Hasto.

Meski tidak menyebut secara pasti, penjelasan Hasto mengarah pada ketentuan di pasal 98 ayat 6 UU MD3. Di situ diatur, keputusan dan atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah. Bukan hanya itu, keputusan dan atau kesimpulan juga wajib dilaksanakan pemerintah.

Di ayat berikutnya (ayat 7) kemudian diatur, ketika ada pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6, komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hingga hak menyatakan pendapat. Atau hak anggota lainnya mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terpisah, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham hanya mengingatkan bahwa waktu yang dirancang untuk pembahasan revisi UU MD3 cukup pendek. Belum lagi, proses revisi masih harus dilanjutkan dengan mengubah sejumlah ketentuan terkait di tata tertib (tatib) DPR.

Meski tidak tegas menolak, Idrus mengajak semua pihak berfokus dulu menyelesaikan persoalan yang ada di DPR saat ini. Tujuannya, tambah dia, DPR bisa segera bekerja dan menjalankan fungsinya. ”Yang utama itu kan merevisi pasal yang terkait dengan komposisi kepemimpinan alat kelengkapan dewan dengan menambah satu wakil di sana. Yang lain itu cuma tambahan,” tutur Idrus.

Sesuai hasil lobi terakhir, pada Kamis (13/11) akan dilaksanakan rapat paripurna sebagai tahap awal merevisi UU MD3 dan tatib DPR. Saat itu seluruh pihak juga telah sama-sama merancang bahwa agenda revisi dua aturan tersebut bisa selesai sebelum 5 Desember.

Selain persoalan tersebut, agenda kompromi KMP dan KIH masih terhadang belum adanya kesepahaman di sejumlah fraksi KIH dengan format dan mekanisme bagi-bagi kursi. Hingga kemarin fraksi-fraksi dari partai selain PDIP masih tidak menginginkan kompromi lewat revisi UU MD3.

Salah satunya PPP kubu muktamar Surabaya. Ketua DPP PPP versi Romahurmuziy, Amir Uskra, mengatakan, sampai kini belum ada pembicaraan di internal partai KIH yang membahas bagi-bagi kursi. Namun, dia berharap pembagian kursi itu berjalan secara proporsional. ”Harapannya merata. Namun, kami akan bicarakan di level internal,” jelasnya.

Menurut Amir, mekanisme pembagian 21 kursi yang diberikan KMP secara proporsional berdasar perolehan kursi di DPR. Atas landasan itu, Amir mengklaim bahwa partai berlambang Kakbah tersebut mendapatkan minimal dua pimpinan komisi. ”Menurut perhitungan kami mendapatkan tiga lebih pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan,” ucapnya.

Namun, jelas Amir, ke depan KIH akan melakukan pembahasan secara internal. Jatah 21 kursi itu bakal dibagi merata. Amir menegaskan bahwa PPP tidak keberatan jika hanya mendapatkan jatah wakil ketua komisi. ”Prinsipnya, kami menerima untuk kebersamaan, demi untuk kerja,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, belum sregnya partai-partai di KIH harus segera disikapi pimpinan KIH. Menurut dia, juru runding KIH yang diwakili Pramono Anung dan Olly Dondokambey harus segera memberikan penjelasan kepada partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK itu. ”Biarlah mereka yang memberikan penjelasan,” ujarnya. (jp/jk)