Saat Kecil Membantu Orangtua Pungut Rumput di Kebun

oleh -17 Dilihat

Lebih Dekat Dengan Cagub Viktor Bungtilu Laiskodat (1)

Karir dan perjalanan hidup setiap orang tak ada yang bisa tahu. Kerja keras, disiplin, tekun, dan dilandasi doa bakal mengantar orang bersangkutan meraih sukses dalam hidup. Calon Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, anak petani dari kampung Tubululin, Pulau Semau, Kupang, sudah membuktikan.

SEKITAR tahun 1970-an, (alm) Lazarus Laiskodat dan Orpa Kase membangun pondok kecil di kebunnya, kampung Tubululin, Kecamatan Semau Barat, Pulau Semau, Kabupaten Kupang. Semau adalah pulau yang berada di beranda Kota Kupang. Saat itu tak ada penduduk lain yang tinggal di Tubululin. Di kampung itu, pasangan suami-isteri petani sederhana, Lazarus Laiskodat dan Orpa Kase, berkebun untuk menghidupi keenam anak mereka sekaligus menyiapkan masa depan pendidikan. Seluruh anggota keluarga sederhana itu pulang kampung setelah lama tinggal di Oenesu, Pulau Timor.

“Setelah kami semua lahir di Oenesu, bapa dan mama memutuskan kami semua pulang kampung di Tubululin, Desa Otan, Semau. Bapa dan mama mau menjaga dan mengolah tanah dan kebun warisannya. Bapa dan mama mau kami sekolah semua agar kelak bisa berguna bagi kampung dan daerah,” kenang Penina Laiskodat (60), kakak perempuan Viktor Bungtilu Laiskodat.

Pungut Rumput

Di Tubululin, Lazarus dan Orpa berkebun dan menghidupi ekonomi keluarga. Keenam anak mereka, Welem Hendrik Laiskodat, Penina Laiskodat, Yohanis Laiskodat, Ariance Laiskodat, Viktor Laiskodat, dan (alm) Paulus Laiskodat, juga ambil bagian membantu orangtua mereka di kebun, sembari melanjutkan sekolah di SD Negeri Otan, Semau Barat.

“Ade Veki (sapaan akrab kerabat dan kolega Viktor Bungtilu Laiskodat) juga ikut pungut rumput untuk taro di pematang. Kalau bapa dan mama abis tofa rumput, kami rame-rame angkat dan taro di pematang. Setiap pulang kebun atau sekolah, kami juga bantu bapa dan mama ambil air dari Uitao, jauh dari pondok kami di Tubululin,” lanjut Penina Laiskodat di kediamannya, Jl Kedondong, Oepura, Kupang.

Di pondok kecil yang mereka tempati, tak ada tempat tidur. Mereka semua tidur di tanah beralaskan tikar yang dianyam ala kadarnya. Sang bunda, Orpa, memiliki ketrampilan menganyam tikar dari daun lontar yang dipotong sang suami di kebun milik mereka.

“Jagung, kacang tanah, sayur-mayur dari kebun ditaro semua di dalam pondok. Kalau malam, binatang piaraan kami seperti anjing dan ayam juga kami kasi masuk di pondok. Pagi-pagi sebelum kami pigi sekolah, kami juga bantu bapa dan mama kasih makan piaraan kami. Pekerjaan seperti ini bikin kami sangat senang sebagai anak kampung,” kata Penina.

Selain itu, Penina dan adik-adiknya, termasuk Viktor Laiskodat, juga membantu kedua orangtua membersihkan padi dan jagung yang dibawa dari kebun sebelum diisi dalam wadah untuk dijemur di dalam rumah sekaligus pondok mereka. “Bapa dan mama potong buliran padi kemudian bawa ke pondok. Kami semua, termasuk ade Veki punya tugas injak untuk mendapatkan buliran padi. Setelah kami pisahkan, padi ini kami isi di wadah khusus dari daun lontar kemudian taro di atas tempat khusus agar kena asap api,” katanya sembari tertawa.

Doa dan Kerja

Kesadaran hidup sebagai pengikut setia Kristus juga nampak dalam kehidupan keluarga petani ini di Tubululin maupun Otan dan sekitarnya. Usai makan malam, doa kepada Tuhan adalah rutinitas sebelum dan usai melakukan tugas maupun pekerjaan. Doa bagi keluarga ini selalu seiring-sejalan.

“Bapa dan mama selalu kasi ingat agar kami sonde boleh lupa berdoa. Ramah kepada siapa saja, bergaul tanpa pilih-pilih orang. Dalam urusan pendidikan, bapa dan mama ingin kami semua sekolah agar ikut memajukan kampung dan daerah di mana saja kami berada. Mereka ingatkan kami mesti sekolah biar besok-besok jadi orang. Kami semua diajarkan selalu bersyukur kepada Tuhan dalam segala situasi dan pekerjaan, giat bekerja serta bergaul dengan orang tanpa melihat sekat apapun,” lanjut Penina.

Menyadari diri orangtua tani, semangat juang anak-anak petani Lazarus dan Orpa untuk sekolah guna meraih cita-cita tak pernah padam. Usai tamat di SD Negeri Otan, Yakomina dan kaka sulungnya, Hendrik Laiskodat naik sampan atau perahu menuju Kupang dan masuk SMP Negeri 1 Kupang.

Begitu juga sang adik, Veki Laiskodat. Setamat SD Negeri Otan tahun 1977, ia segera menyusul dua kakaknya untuk melanjutkan pendidikannya di kota karang. Mereka tinggal di gang buntu, Oeba, di rumah Dr Hendrik Ataupah. Ny Ataupah, istri antrolog Nusa Tenggara Timur kelahiran Oekabiti, Timor, itu masih kerabat dekat ibu Orpa Kase.

“Kami tinggal di rumah Pak Ataupah di gang buntu. Istri Pak Ataupah masih kerabat dengan mama kami. Selama kami tinggal di gang buntu, ade Veki jalan kaki sekolah di SMP Negeri 1 sampai tamat. Kami sangat senang karena dari sini kami belajar disiplin dan kerja keras seperti pesan bapa dan mama di Tubululin,” kenang Penina.

Salah seorang warga Kupang Bruce King Nitte, mengaku Viktor Laiskodat adalah salah satu dari banyak putera NTT yang tergolong fenomenal. Meski beliau anak petani yang lahir dan besar dengan kondisi yang serba minim seperti kebanyakan anak-anak kampung di tanah Flobamora, toh, Viktor Laiskodat membuktikan diri sebagai pribadi yang tangguh dan sukses merenda karir di rantau dengan jejaring pergaulan luas.

“Setahu saya Pak Viktor Laiskodat itu salah satu putera NTT di rantau yang bisa menginspirasi banyak anak kampung di seantero Flobamora bagaimana merantau yang baik, punya etos kerja, menjaga setiap kepercayaan, dan loyal dalam tugas dan pekerjaan yang dipercayakan,” ujar Bruce, lulusan Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

Bruce menambahkan, selain Viktor Laiskodat yang sukses mengemban karier di bidang hukum, banyak pula putera-puteri NTT yang memberi pelajaran bagaimana potensi mereka luar biasa besar ketika berada di rantau seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Misalnya di pendidikan, hukum, jurnalistik, sosial politik, dan keagamaan.

“Di bidang hukum banyak putera-puteri NTT yang hebat. NTT punya pengacara hebat seperti Gabriel Mahal, Agustinus Dawarja, Petrus Selestinus, Petrus Bala Pattyona, dan lain-lain. Belum lagi di dunia jurnalistik. Misalnya, om Rikar Bagun, Don Bosko Selamun, Gaudensius Suhardi, Primus Dorimulu, Claudius Boekan dan lain-lain. Menurut saya, Pak Viktor Laiskodat dan sederet nama ini adalah sebagian sosok putera-putera NTT yang sukses di bidangnya masing-masing dan selalu menginspirasi kami sebagai anak muda,” katanya. (ansel deri/jdz)